Motto

Hidup adalah pembelajaran tak kenal henti....

Wednesday, January 18, 2012

HEREDITAS DAN LINGKUNGAN DALAM PROSES PERKEMBANGAN

A.    Latar belakang
Masing-masing individu lahir ke dunia dengan suatu hereditas tertentu. Ini berarti, bahwa karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan/pemidahan dari cairan-cairan “germinal” (awal perkembangan) dari pihak orang tuanya. Disamping itu individu tumbuh dan berkembang tidak lepas dari lingkungannya, baik lingkungan pisis, psikologi, maupun lingkungan sosial. Setiap pertumbuhan dan perkembangan yang kompleks merupakan hasil interaksi dari pada hereditas dan lingkungan. Agar kita dapat mengerti dan mengontrol perkembangan tingkah laku manusia, kita hendak mengetahui hakikat dan peranan dari masing-masing (hereditas dan lingkungan).
B.    Rumusan Masalah
Dalam pembahasan materi ini, dan agar tersusun secara sistematis dan efisien, maka timbulah bebrapa rumusan masalah, yang diantaranya :
1.    Apakah Pengertian Hereditas dan lingkungan ?
2.    Apa saja Fungsi Hereditas dan lingkungan ?
3.    Apa Hubungan antara Hereditas dan lingkungan ?

C.    Tujuan dan Manfaat
Dalam membahas materi ini, tujuan yang dapat diambil adalah :
1.    Untuk mengetahui tentang hereditas dan lingkungan.
2.    Untuk mengetahui pengaruh  hereditas terhadap perkembangan individu.
3.    Untuk mengetahui pengaruh lingkunan terhadap perkembangan individu.
4.    Untuk mengetahui hubungan antara hereditas dan lingkungan.
Manfaat yang dapat diambil dalam pembahasan ini adalah :
1.    Agar kita dapat memahami tentang hereditas dan lingkungan.
2.    Agar kita memahami pengaruh hereditas dan lingkungan terhadap anak.

Pada kesempatan ini akan dibahas tentang “ Bagaimana pengaruh  heriditas dan lingkungan itu dalam proses perkembangan ”. Dalam hubungan ini ada tiga teori  yang terkenal yang membahas masalah pengaruh hereditas (pembawaan) dan lingkungan dalam perkembangan manusia.
1.    Tiga Aliran Dalam Proses Perkembangan
Pertama, aliran atau teori “nativisme” dengan tokoh utamanya adalah Schopenhauer dan tokoh lainnya yang termasuk aliran ini adalah Plato, Descartes, Lombroso. Menurut pendapat ini yang paling ekstrem menyatakan bahwa perkembangan manusia itu sepenuhnya dipengaruhi oleh faktor pembawaan atau faktor-faktor yang dibawa sejak lahir.
Para ahli yang berpendirian nativis biasanya mempertahankan kebenaran konsepsi ini dengan menunjukan berbagai kesamaan atau kemiripan antara orang tua dengan anak-anaknya. Misalnya kalau orang tuanya pemusik kemungkinan nanti anaknya menjadi pemusik., kalau orang tuanya pelukis kemungkinan anaknya nanti akan jadi pelukis,demikian juga kalau orang tuanya ahli matematika maka kemungkinan anaknya jadi ahli matematika. Jadi kondisi keahlian dan kemampuan orang tuanya juga diwarisi anaknya.
Dengan demikian faktor lingkungan atau pendidikan menurut aliran ini tidak bisa berbuat apa-apa dalam mempengaruhi perrkembangan seseorang. Dalam ilmu pendidikan aliran ini dikenal sebagai  aliran “ Pedagogik Pesimisme” yaitu pendidikan tidak dapat mempengaruhi perkembangan anak ke arah kedewasaan yang dikehendaki oleh penndidikan.
Bagi kaum nativis mereka mengangap yang menentukan perkembangan seorang anak itu hanyalah faktor pembawaan, mereka tidak memperhatikan rangsangan atau pengaruh yang datang dari luar. Padahal kita tahu bahwa tidak semua sesuatu ditentukan oleh warisan atau pembawaan orang tuanya, misalnya orang tuanya adalah sesorang tentara ternyata karena pengaruh teman-temannya, anaknya menjadi seorang seorang guru. Hal semacam ini mungkin saja terjadi, karena lingkungan pergaulan anak itu tidak hanya di rumah atau dibawah pengawasan orang tuanya saja, tetapi juga di sekolah, masyakat, organisasi dan lain-lain.
Kedua, aliran “empirisme”. Paham empirisme ini tokoh utamanya adalah John Locke. Teori ini secara ekstrem menekankan kepada pengaruh lingkungan. Menurut teori ini lingkunganlah yang menjadi penentu perkembangan seseoarang. Baik buruknya perkembangan pribadi seseorang sepenuhnya ditentukan oleh lingkungan atau pendidikan
Jadi teori ini menganggap faktor pembawaan tidak berperan sama sekali terhadap perkembangan manusia. Menurut pendapat kaum empiris, lingkunganlah yang maha kuasa dalam menentukan perkembangan pribadi seseorang. Oleh karena itu, dalam ilmu pendidikan aliran ini disebut dengan aliran pendidikan “ Pedagogik Optimisme” artinya pendidikan maha kuasa untuk membentuk atau mengembangkan pribadi seseorang.
Permasalahanya adalah apakah pendidikan atau lingkungan dapat dengan sepenuhnya mempengaruhi perkembangan anak. Sebagai contoh di dalam sebuah sekolah yang sama, di kelas yang sama, dan guru yang sama, kita menemukan tingkat pemahaman anak terhadap pelajaran itu berbeda-beda. Ada anak yang cepat paham, ada anak yang lambat dalam pemahamannya, bahkan ada juga anak yang  sulit sekali dalam memahami pelajaran. Hal ini menunjukan bahwa faktor lingkungan bukan satu-satunya yang mempengaruhi dalam perkembangan anak.
Ketiga, teori “konvergensi” yaitu teori yang menjembatani atau menengahi kedua teori/paham sebelumnya bersifat ekstrem yaitu teori nativisme dan teori empirisme.
Sesuai dengan namanya konvergensi yang artinya perpaduan, maka teori ini tidak memihak bahkan memadukan  pengaruh kedua unsur  pembawaan dan lingkungan tersebut dalam proses perkembangan. Pada teori ini baik unsur pembawaan maupun unsur linkungan keduanya merupakan sama-sama faktor yang dominan pengaruhnya bagi peerkembangan seseorang. Misalnya seseorang yang berbakat musik tidak akan berkembang menjadi seorang ahli musik apabila tidak ditunjang oleh lingkungan atau pendidikan yang memadai.
Teori yang ketiga inilah yang  sampai sekarang masih teruji dan dipertahankan kebenaran pendapatnya. Teori menggambarkan bagaimana hubungan yang berimbang antara faktor warisan orang tua dengan lingkungan dalam mempengaruhi perkembagan seseorang. Ada suatu keselarasan antara bakat dan pendidikan. Sehebat apapun bakat seseorang tanpa adanya latihan tidak akan berkembang, begitupun sebaliknya.
2.    Pengertian dan Fungsi Pembawaan
Istilah lain dari pembawaan adalah hereditas atau heredity. Heredity diartikan oleh para ahli sebagai berikut:
a.    Menurut Siverstone:
“ The term heredity is used to decribe those characteristics and growth patterns that are biologically transmitted from parent to child”

b.    Menurut Dennis Coon:
“ Heredity of transmission of physical and physilogical characteristics from to offspring through genes”

Berdasarkan uraian atau definisi yang dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa:
a)  Hereditas adalah pewarisan sifat-sifat fisik dan psikologi serta pola-pola pertumbuhan lainnya yang secara biologis diwarisi oleh setiap anak dari orang tuanya melalui prises genetis.
b)   Hereditas itu akan membentuk perkembangan dengan memberikan/menyediakan potensi-potensi dan kemungkinan-kemungkinannya yang akan diwujudkan melalui proses belajar dengan ditunjang oleh faktor-faktor lingkungan.

Hereditas dapat diartikan sebagai pewarisan atau pemindahan biologis karakteristik individu dari pihak orang tuanya. Hereditas pada individu berupa warisan yang berasal dari kedua orang tuanya. Ini terjadi di dalam krosmosom-kromosom. Baik dari pihak ayah ataupun dari pihak ibu berinterkasi membentuk pasangan-pasangan. Dua anggota dari masing-masing pasangan memiliki bentuk dan fungsi yang sama. Pasangan kromosom di mana dalam masing-masing kromosom terdapat sejumlah “genes” dan masing-masing “genis” memiliki sifat tertentu, membentuk persenyawaan “genes” yang demikian menjalin senyawa sifat-sifat “genes”.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembawaan ialah potensi-potensi yang dibawa setiap individu ketika ia lahir merupakan warisan dari orang tuanya.

Dalam pembahasan sebelumnya, kita telah mengetahui salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan seseorang adalah pembawaan (hereditas) misalnya bakat yang diwariskan orang tua kepada anak.

Menurut sejarah pengenalan usaha pengenalan  bakat itu mula-mula  terjadi pada bidang kerja, tetapi kemudian juga dalm bidang pendidikan. Bahkan dewasa ini dalam bidang pendidikanlah usaha yang paling banyak dilakukan.

Sebenarnya setiap bidang studi atau bidang kerja dibutuhkan berfungsinya lebih dari satu bakat saja. Bermacam-macam faktor mungkin dibutuhkan berfungsinya untuk suatu lapangan studi atau kerja tertentu.

Unsur-unsur pembawaan yang berupa potensi-potensi fisik dan mental psikologis itu dalam proses perkembangannya akan berfungsi sebagai faktor dasar atau faktor bahan yang akan mempengaruhi proses perkembangan. Dalam setiap proses perkembangan itu diperlukan bahan dasar sebab tanpa bahan dasar itu maka pertumbuhan fisik atau perkembangan mental anak tidak akan terjadi. Tentunya makin baik potensi kondisi pembawaan sebagai faktor dasar  maka dapat diharapkan akan baik pula perkembangan yang akan terjadi, dan sebaliknya.
Masing-masing individu lahir ke dunia dengan satu heriditas tertentu. Ini berarti karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan atau pemindahan cairan-cairan  “germina  “ dari  pihak orang tuanya. Disamping itu individu tumbuh dan berkembang tidak lepas dari lingkungannya, baik lingkuntgan  pisis, psikologis, maupun lingkungan sosial. Setiap pertumbuhan dan perkembangan yang kompleks merupakan hasil interaksi dari dari para heriditas dan lingkungan.

3.     Pengertian Belajar serta Pengaruh Genetika Terhadapnya
Menurut Slameto (2003:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya.
Menurut Cronbach dalam Djamarah (2002:13) belajar sebagai usaha aktifitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Djamarah (2002:13) belajar juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan.Tentu saja perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan yang mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya. .(Muhibbin Syah,hal 63)
Proses belajar anak dapat melalui beragam cara, semua tergantung kepada sifat yang diturunkan oleh orang tua kepada anaknya dan lingkungan pun berperan penting dalam hal ini. namun dalam materi ini, hanya menjelaskan tentang ketergantungan proses belajar dalam pengaruh genetik.

4.    Pengertian lingkungan
Lingkungan sering diartikan orang secara sempit dengan milien atau alam sekitar. Dalam psikologi, lingkungan diartikan dalam pengertian yang luas mencakup lingkungan yang ada di dalam dan di luar individu. Dengan demikian lingkungan dapat diartikan dengan segala sesuatu yang ada di dalam dan di luar diri individu yang bersifat mempengaruhi sikap tingkah laku atau perkembangannya.

Lingkungan juga terbagi menjadi tiga, yaitu :
1.    Lingkungan Dalam, meliputi gizi, peredaran darah, seks, suhu, kesehatan, dll
2.    Lingkungan Alam, meliputi iklim, geografis, waktu pagi,siang, dan malam.
3.    Lingkungan Sosial, meliputi keluarga, masyarakat, teman, dan organisasi.

Lingkungan dapat diartikan juga secara fisiologis, secara psikologis, dan secara sisio-kultural.
1.    Secara fisiologis lingkungan diartikan yaitu meliputi segala kondisi dan material jasmaniah di dalam tubuh manusia.
2.    Secara psikologis lingkungan diartikan yaitu mencakup segenap stimulus (perangsan) yang diterima oleh individu sejak individu itu dilahirkan sampai mati.
3.    Secara sosio-kultural lingkungan diartikan yaitu mencakup segenap stimulasi, interaksi dan kondisi eksternal dalam hubungannya dengan perlakuan ataupun karya orang lain.

Fungsi lingkungan atau peranan lingkungan ini dalam proses perkembangan dapat dikatakan sebagai faktor ajar, yaitu faktor yang akan mempengaruhi perwujudan suatu potensi secara baik atau tidak baik sebab pengaruh lingkungan dalam hal ini dapat bersifat positif yang berarti pengaruhnya baik dan sangat menunjang perkembangan suatu petensi atau bersifat negatif yaitu pengaruh lingkungan itu tidak baik dan akan menghambat/merusak perkembangan individu.

5.    Pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan
Lingkungan sangat besar artinya bagi setiap pertumbuhan fisik. Sejak induvidu berada dalam konsepsi, lingkungan telah ikut memberi andil bagi proses pertumbuhan/pembuahan. Suhu, makanan, keadaan gizi, vitamin, mineral, kesehatan jasmani, aktivitas dan sebagainya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan.
Klafikasi tingkah laku manusia dapat diadakan, terdiri atas empat macam, yakni :
1.    Insting; aktivitas yang hanya menuruti kodrat dan tidak melalui belajar.
2.    Habits; kebiasaan yang dihasilkan dari latihan atau aktivitas yang berulang-ulang.
3.    Native behavior; (tingkah laku pembawaan, mengikuti mekanisme hereditas).
4.    Acquired behavior; tingkah laku yang didapat sebagai hasil dari belajar.
Ada 2 cara menggunakan lingkungan sebagai sumber pangajaran/belajar.
1.    Membawa peserta didik dalam lingkungan dan masyarakat untuk keperluan pelajaran.( karyawisata, school camping, dan survei).
2.    Membawa sumber-sumber dari masyarakat ke dalam kelas pengajaran untuk kepentingan pelajaran (seperti pameran atau koleksi).
Usaha-usaha lain yang dapat dilakukan untuk melaksanakan prinsip lingkungan di antaranya adalah :
  • Memberi pengetahuan tentang lingkungan peserta didik.
  • Mengusahakan agar alat yang digunakan berasal dari lingkungan yang dikumpulkan baik oleh guru maupun peserta didik.
  • Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melaksanakan penyelidikan sesuai dengan kemampuannya melalui bacaan-bacaan dan observasi, kemudian mengekspresikan hasil penemuannya dalam bentuk percakapan, karangan, gambar, pameran, perayaan, dan sebagainya.

Jadi jelaslah bahwa hereditas dan lingkungan bukanlah dua hal yang saling bertentangan, tetapi merupakan dua unsur yang saling melengkapi bagi perkembangan individu dan kedua-duanya sama-sama pentingnya.
Walau setiap setiap sifat dan ciri manusia dipengaruhi oleh lingkungan dan hereditas tidak selalu sama. Pengaruh hereditas dan lingkungan tidak selalu tetap, tetapi paling tidak tergantung pada tiga variabel:
Pertama,sifat yang ada. Yaitu sifat yang dimiliki oleh individu itu sebelum terpengaruh oleh lingkungan. Sifat yang sudah ada yang melekat pada diri individu itu. Misalnya pemalu, pemaaf, dan lain-lain.
Kedua, sifat lingkungan. Sifat yang dimiliki lingkungan itu. Misalnya lingkungan yang bersifat agamis.
Ketiga,intensitas lingkungan. Keadaan tingkatan atau ukuran suatu daerah dalam mempengaruhi perkembangan seseorang. Misalnya seberapa besar lingkungan yang baik mengubah atau mempengaruhi sifat perbuatan seseorang menjadi baik.

A.Kesimpulan
    Dari uraian-uraian diatas maka dapat diambil pokok- pokok sebagai berikut:
    Hereditas merupakan pewarisan sifat-sifat atau ciri-ciri dari orang tua kepada anaknya, menurut teori nativis perkembangan seseorang hanya dipengaruhi oleh faktor keturunan saja, pendapat ini kemudian dibantah oleh teori empiris, menurut mereka lingkunganlah yang membentuk perkembangan seseorang. Kemudian muncullah teori konvergensi yang menggabungkan kedua teori tersebut, teori ini menyebutkan bahwa faktor lingkungan dan faktor keturunan sama-sama berpengaruh dalam perkembangan seseorang.
    Pembawaan merupakan istialah lain dari heriditas yang dapat diartikan sebagai  pewarisan sifat-sifat fisik maupun psikologis melalui sarana genetik. Pembawaan merupakan  seluruh kemungkinan- kemungkinan atau potensi-potensi yang ada pada individu yang selama masa perkembangannya benar-benar  dapat diwujudkan,misalnya  melalui proses pembelajaran
    Sedanghkan lingkungan merupakan hal-hal diluar diri seseorang yang dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan orang tersebut, baik berupa benda, orang lain, keadaan dan peristiwa disekitar yang langsung maupun tidak langsung dan secara sengaja maupun tidak sengaja.
    Jadi, pembawaan dan lingkungan bisa saling melengkapi, misalkan pembawaannya kurang baik, dengan dorongan lingkungan maka seseorang akan dapat berkembang secara maksimal. 

Daftar Pustaka
  • Sabri,M. Alisuf.1996. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Pedoman Ilmu Jaya.
  • Soemanto,Wasty.1990.Psikologi Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta.
  • Suryabrata, Sumadi. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta:PT. Raja Grafindo.
  • Rohani, Ahmad.2004. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
  • Mustaqim, Abdul Wahid.Psikologi pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
  • http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18213/4/Chapter%20II.pdf

Friday, January 13, 2012

FILSAFAT MATEMATIKA

Latar Belakang
Ilmu matematika bukan hanya ilmu yang terbatas pada hitungan , melainkan banyak lagi bagian dari matematika yang belum kita ketahui bentuknya.
Apakah matematika itu ? Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat dari para ilmuan matematika tentang apa yang disebut matematika. Untuk menafsirkan matematika para ilmuan belum pernah mencapai titik “puncak” kesepakatan yang “sempurna”. Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ilmuan tentang matematika ini, menunjukkan bahwa ilmu matematika ini adalah ilmu yang memiliki kajian luas.
Pada makalah ini penyusun akan membahas seluk beluk ilmu matematika dan aliran – aliran dalam filsafat matematika.

A.  Hakikat Matematika
1.   Pengertian Matematika

Istilah matematika berasal dari bahasa Inggris , mathematics, yang artinya  ilmu pasti, matematika. Mathematical  merupakan kata sifat, artinya berhubungan dengan ilmu pasti. Mathematically adalah kata kerja yang artinya menurut ilmu pasti, secara mathematis, dan mathematician adalah kata benda yang artinya, yaitu orang ahli matematika.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, matematika artinya “ ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam  penyelesaian masalah mengenai bilangan”.

Hudoyo (1979:96) mengemukakan bahwa hakikat matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur- struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis. Jadi matematika berkenaan dengan konsep-konsep yang abstrak. Selanjutnya dikemukakan bahwa apabila matematika dipandang sebagai struktur dari hubungan-hubungan maka simbol- simbol formal diperlukan untuk membantu memanipulasi aturan-aturan yang beroperasi di dalam struktur-struktur. Sedang Soedjadi (1985:13) berpendapat bahwa simbol-simbol di dalam matematika umumnya masih kosong dari arti sehingga dapat diberi arti sesuai dengan lingkup semestanya.
Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat yang kurang jelas  dan emosional. Matematika adalah metode berpikir logis. Matematika adalah sarana berpikir. Matematika adalah raja dari ilmu lain yang perkembangannya tidak tergantung ilmu lain.
Matematika merupakan puncak kegemilangan intelektual. Di samping pengetahuan matematika itu sendiri, matematika memberikan bahasa, proses dan teori, yang memberikan ilmu suatu bentuk dan kekuasaan. Perhitungan matematika menjadi dasar bagi desain ilmu teknik.

2.    Matematika adalah ilmu Deduktif
Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses mencari kebenaran (generalisasi) dalam matematika berbeda dengan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan yang lain. Metode yang pencarian kebenaran yang dipakai adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara induktif. Pada ilmu pengetahuan alam adalah metodeinduktif dan eksperimen.
Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif tanpa mempersyaratkan penalaran induktif. Penalaran deduktif ini lahir melalui kebenaran suatu konsep yang diperoleh sebagai akibat logis dari pernyataan sebelumnya sehingga kaitan pernyataan yang dahulu dengan berikutnya di dalam matematika selalu konsisisten.
Walaupun dalam mtematika mencari kebenaran itu dapat dimulai dengan cara induktif, tetapi sterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan harus bisa di buktikan dengan cara deduktif. Dalam matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau dalil itu dapat diterima kebenarannya sesudahnya dibuktikan secara deduktif.
Matematika merupakan ilmu  deduktif, aksiomatik, hirarkis, abstrak, bahasa simbol  yang padat artinya dan semacam sistem matematika. Sistem matematika merupakan sistem yang berisi model-model matematika yang digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan di dunia nyata. Manfaat lain dari ilmu matematika adalah menjadikan pola pikir manusia yang mempelajarinya menjadi pola pikir matematis yang sistematis, logis, kritis, dengan penuh kecermatan.
Berdasarkan perspektif epistemologi, kebenaran matematika terbagi dalam dua kategori, yaitu pandangan absolut dan pandangan fallibilis. Absolutis memandang kebenaran matematika secara absolut, bahwa „mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge‟, sedangkan menurut fallibilis mathematicak truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and correction‟ (Ernest, 1991).

Menurut Woozley (dalam Ernest, 1991), pengetahuan terbagi dalam dua kategori, yaitu pengetahuan a priori dan pengetahuan a posteriori (empirical). Pengetahuan  apriori memuat proposisi yang didasarkan atas, tanpa dibantu dengan observasi terhadap dunia. Penalaran di sini memuat penggunaan logika.

Deduktif dan makna dari istilah-istilah, secara tipikal dapat ditemukan dalam definisi. Secara kontras pengetahuan a posteriori memuat proposi yang didasarkan atas pengalaman, yaitu berdasarkan observasi dunia.

Absolutis memandang pengetahuan matematika didasarkan atas dua jenis asumsi; matematika ini berkaitan dengan asumsi dari aksioma dan definisi, dan logika yang berkaitan dengan asumsi aksioma, aturan menarik kesimpulan dan bahasa formal serta sintak. Ada lokal (micro) dan ada global (macro) asumsi, seperti deduksi logika cukup untuk menetapkan kebenaran matematika. Menurut Wilder (dalam Ernest, 1991), pandangan absolutis menemui masalah pada permulaan permulaan abad 20, ketika sejumlah antinomis dan kontradiksi yang diturunkan dalam matematika. Kontradiksi lainnya muncul dalah teori himpunan dan teori fungsi. Penemuan ini berakibat terkuburnya pandangan absolutis tentang matematika. Jika matematika itu pasti dan semua teoremanya pasti, bagaimana dapat terjadi kontradiksi di antara teorema-teorema itu? Tesis dari fallibilis memiliki dua bentuk yang ekivalen, satu positif dan satu negatif. Bentuk negatif berkaitan dengan penolakan terhadap absolutis; pengetahuan matematika bukan kebenaran yang mutlak dan tidak memiliki validitas yang absolut. Bentuk positifnya adalah pengetahuan matematika dapat dikoreksi dan terbuka untuk direvisi terus menerus.

B.    Aliran dalam Filsafat Matematika
Para ahli banyak berbeda pendapat tentang pemikiran filsafat dan matematika. Pemikiran tentang matematika diwarnai dengan perdebatan sengit antara ahli matematika yang satu dengan ahli matematika lainnya. Karena adanya perdebatan ini seoalah-olah  para ahli terkotak-kotak menurut kelompoknya masing-masing berdasarkan sudut pandang pandang dan ide yang dikeluarkannya.
Sumardyono (2004) menjelaskan bahwa secara umum terdapat tiga aliran besar yang mempengaruhi perkembangan matematika, termasuk perkembangan pendidikan matematika, yakni:

1. Aliran Logikalisme atau Logisisme
Logisisme memandang bahwa matematika sebagai bagian dari logika. Penganutnya antara lain G. Leibniz, G. Frege (1893), B. Russell (1919), A.N. Whitehead dan R. Carnap(1931). Logisme dipelopori oleh filsuf Inggris bernama Bertrand Arthur William Russell menerima logisisme adalah yang paling jelas, pernyataan penting yang dikemukakannya, yaitu semua konsep matematika secara mutlak dapat disederhanakan pada konsep logika dan semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan melalui penarikan kesimpulan secara logika semata. Dengan demikian logika dan matematika merupakan bidang yang sama karena seluruh konsep dan dalil matematika dapat diturunkan dari logika.

Secara umum, ilmu merupakan pengetahuan berdasarkan analisis dalam menarik kesimpulan menurut pola pikir tertentu. Matematika, menurut Wittgenstein, merupakan metode berpikir logis. Berdasarkan perkembangannya, masalah logika makin lama makin rumit dan membutukan suatu metode yang sempurna. Dalam pandangan inilah, logika berkembang menjadi matematika. Menurut Russell, bahwa “ matematika merupakan masa kedewasaan matematika, sedangkan logika adalah masa kecil matematika”

Menurut Ernest (1991), ada beberapa keberatan terhadap logisisme antara lain:
a. Bahwa pernyataan matematika sebagai impilikasi pernyataan sebelumnya, dengan demikian kebenaran-kebenaran aksioma sebelumnya memerlukan eksplorasi tanpa menyatakan benar atau salah. Hal ini mengarah pada kekeliruan karena tidak semua kebenaran matematika dapat dinyatakan sebagai pernyataan implikasi.

b. Teorema Ketiddaksempurnaan Godel menyatakan bahwa bukti deduktif tidak cukup untuk mendemonstrasikan semua kebenaran matematika. Oleh karena itu reduksi yang sukses mengenai aksioma matematika melalui logika belum cukup untuik menurunkan semua kebenaran matematika.

c.  Kepastian dan keajegan logika bergantung kepada asumsi-asumsi yang tidak teruji dan tidak dijustifikasi. Program logisis mengurangi kepastian pengetahuan matematika dan merupakan kegagalan prinsip dari logisisme. Logika tidak menyediakan suatu dasar tertentu untuk pengetahuan matematika. 

2.     Aliran Formalisme
Landasan matematika formalisme dipelopori oleh ahli matematika besar dari Jerman David Hilbert. Menurut airan ini sifat alami dari matematika ialah sebagai sistem lambang yang formal, matematika bersangkut paut dengan sifat – sifat struktural dari simbol – simbol dan proses pengolahan terhadap lambang – lambang itu. Simbol – simbol dianggap mewakili berbagai sasaran yang menjadi obyek matematika. Bilangan – bilangan misalnya dipandang sebagai sifat – sifat struktural yang paling sederhana dari benda – benda.

Menurut Ernest (1991) formalis memiliki dua dua tesis, yaitu
1. Matematika dapat dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak dapat ditafsirkan sebarangan, kebenaran matematika disajikan melalui teorema-teorema formal.

2.  Keamanan dari sistem formal ini dapat didemostrasikan dengan terbebasnya dari ketidak konsistenan.
 
Berdasarkan landasan pemikiran itu seorang pendukung aliran formalisme merumuskan matematika sebagai ilmu tentang sistem – sistem formal.

Walaupun semua sistem matematika masih menggunakan sistem aksioma, tetapi menganggap matematika sebagai konsep formalisme tidak dterimaoleh beberapa ahli.keberatan bermula ketika Godel membuktikan bahwa tidak mungkin bisa membuat sistem yang lengkap dan konsisten dalam dirinya sendiri. Pernyataan ini dikenal dengan Teorema Ketidaklengkapan Godel (Godel’s Incompleteness Theorem).

3.    Aliran Intuitonisme
Aliran intuitonisme yang dipelopori oleh ahli matematik dari Belanda yaitu Luitzen Egbertus Jan Brouwer, be;iau berpendirian bahwa matematika adalah sama dengan bagian yang eksak dari pemikiran matematika. Ketetapan matematika terletak dalam akal manusia dan tidak pada simbol – simbol di atas kertas. Selanjutnya intuisionis menyatakan bahwa obyek segala sesuatu termasuk matematika, keberadaannya hanya terdapat pada pikiran kita, sedangkan secara eksternal dianggap tidak ada.

Dalam pemikiran intuitionisme matematika berlandaskan suatu dasar mengenai kemungkinan untuk membangun sebuah seri bilangan yang tak terbatas sebuah seri bilangan yang tak terbatas, pernyataan ini pada hakikatnya merupakan suatu aktivitas berfikir tang yang tak tergantung pada pengalaman, bebas dari bahasa dan simbolis, serta bersifat obyektif.   
Keberatan terhadap aliran ini adalah bahwa pandangan kaum intuitisme tidak memberikan gambaran yang  jelas tentang bagaimana matematika bekerja dalam pikiran. Kita tidak mengetahui secara tepat pengetahuan intuitif bekerja dalam pikiran. Seperti halnya cinta dan benci dalam pandangan setiap orang berbeda-beda. Bagaimanakah hasilnya kalau dalam setiap pandangan yang berbeda-beda itu setiap orang berbagi tentang matematika? Lalu, mengapaperlu diajarkan kalau matematika itu bersfat intutif?

C.    Karakteristik Matematika
Matematika selalu berkembang seiring peradaban manusia. Namun dibalik semua itu matematika juga mempunyai suatu pandangan yang sudah disepakati bersama, di antaranya sebagi berikut :

1.    Memilliki Objek Kajian yang Abstrak
Mungkin ada perbedaan pendapat mengenai mengenai konsep matematika abstrak ini. Ada empat kajian matematika, yaitu: fakta, operasi/ relasi, konsep, dan prinsip.

2.    Bertumpu pada Kesepakatan
Simbol-simbol adalah istilah dalam matematika merupakan kesepakatan atau konvensi penting. Dengan  simbol atau istilah yang disepakati dalam matematika, maka pembahasan selanjtunya akan lebih mudah dilakukan dan dikumunikasikan.
3.    Berpola Pikir Deduktif
Dalam matematika hanya diterima pola pikir yang bersifat deduktif. Pola pikir deduktif ini secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang berpangakal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahakan kepada hal yang bersifat khusus.
4.    Konsisten dalam sistemnya
Di dalam masing-masing sistem, berlaku ketaatasasan atau konsistensi. Artinya dalam setiap sistem tidak boleh adanya kontradiksi.


Kesimpulan

 Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat dari para ilmuan matematika tentang apa yang disebut matematika. Untuk menafsirkan matematika para ilmuan belum pernah mencapai titik “puncak” kesepakatan yang “sempurna”.

Sumardyono (2004) menjelaskan bahwa secara umum terdapat tiga aliran besar yang mempengaruhi perkembangan matematika, termasuk perkembangan pendidikan matematika, yakni: aliran logikalisme, aliran formalisme, dan aliran intuisionisme.

Pandangan dalam matematika yang telah disepakati bersama, antara lain:
-    Memiliki objek kajian yang abstrak
-    Bertumpu pada kesepakatan
-    Berpola pikir deduktif
-    Konsistensi dalam sistemnya

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Echols,John M dan Hasan Shadilly. 2003. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Fathani,Abdul Halim. 2009. Matematika(Hakikat &Logika). Jogjakarta: Ar-Ruzz  Media

Gie ,The Liang. 1981. Filsafat Matematika. Yogyakarta : Supersukses.

Sumardyono. Karakterisitik Matematika dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Matematika.

Suriasumantri,Jujun S. 2003. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

file.upi.edu/Direktori/.../JUR...MATEMATIKA/.../Aliran_matematika.pdf

SISTEM PEMIKIRAN FILSAFAT TENTANG MANUSIA DAN MASYARAKAT

A. Definisi Pragmatisme
Menurut Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran yang mempunyai akibat – akibat yang memuaskan. Sedangkan, definisi Pragmatisme lainnya adalah hal mempergunakan segala sesuatu secara berguna.

B. Pengertian Pragmatisme

Istilah Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani “ Pragma” yang berarti perbuatan ( action) atau tindakan (practice). Isme sendiri berarti ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikran itu menuruti tindakan.

C. Latar Belakang Pragmatisme
Pragmatisme telah membawa perubahan yang besar tehadap budaya Amerika dari lewat abad ke 19 hingga kini. Fasafah ini telah dipengaruhi oleh Charles Darwin dengan teori evolusinya dan Albert Estein dengan teori relativitasnya. Falsafah ini cenderung kepada falsafah Epistemologi (cabang dari filsafat yang menyelidiki sumber-sumber serta kebenaran pengetahuan) dan aksiologi (penyelidikan terhadap nilai atau martabat dan tindakan manusia) dan sedikit perhatian terhadap metafisik.
Pada awal perkembangannya, Pragmatisme lebih merupakan suatu usaha-usaha untuk menyatukan ilmu pengatahuan dan filsafat agar filsafat menjadi ilmiah dan berguna bagi kehidupan praktis manusia.
Sehubungan dengan masalah tersebut, Pragmatisme akhirnya berkembang menjadi suatu metode yang memecahkan berbagai perdebatan filosofis-metafisik yang hampir mewarnai seluruh perkembangan dan perjalanan filsafat sejak zaman yunani kuno (Guy W.Stroth :1968). Dalam usahanya (filsuf) untuk memecahkan masalah – masalah metafisik yang selalu menjadi bahasan berbagai filosofi itulah pragmatisme menemukan suatu metode yang spesifik (metode khusus) yaitu dengan mencari konsekuensi praktis dari setiap konsep atau gagasan dan pendirian yang di anut masing-masing pihak. Metode tersebut di terapkan dalam setiap bidang kehidupan manusia. Karena pragmatisme adalah suatu filsafat tentang tindakan manusia maka setiap bidang kehidupan manusia menjadi bidang penerapan dari filsafat pragmatisme.
Pada akhirnya filsafat ini lebih terkenal sebagai suatu metode dalam mengambil keputusan melakukan tindakan tertentu atau yang menyangkut kebijaksanaan tertentu.

D. Tokoh – tokoh Pragmatisme
Pragmatisme mulai dirintis di Amerika oleh Charles S. Peirce (1893-1942), yang kemudian dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).

• Charles Sanders Peirce
Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan dasar) itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan Edwards di dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary thought(1974) menjelaskan bahwa peirce memformulasikan (merumuskan) tiga prinsip-prinsip lain yang menjadi dasar bagi pragmatisme sebagai berikut :

a. Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini manusia.
b. Bahwa apa yang kita namakan “universal “ adalah yang pada akhirnya setuju dan mnerima keyakinan dari “community of knowers “
c. Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan bahwa problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakat(komunitas)

• William James
William selain menamakan filsafatnya dengan “pragmatisme”, ia juga menamainya “empirisme radikal”.
Menurut James, pragatisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa yag benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan perantaraan yang akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu asal saja membawa akibat praktis, misalnya pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistik, semuanya bisa diterima sebagai kebenaran, dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat.
Sedangkan empirisme radikal adalah suatu aliran yang harus tidak menerima suatu unsur alam bentuk apa pun yang tidak dialami secara langsung.
Dalam bukunya The Meaning of The Truth, James mengemukakan tidak ada kebenaran mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal, melainkan yang ada hanya kebenaran-kebenaran ‘plural’. Yang dimaksud kebenaran-kebenaran plural adalah apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.
Menurut James, ada dua hal kebenaran yang pokok dalam filsafat yaitu Tough Minded dan Tender Minded. Tough Minded dalam mencari kebenaran hanya lewat pendekatan empirirs dan tergantung pada fakta-fakta yang dapat ditangkap indera.Sementara, Tender Minded hanya mengakui kebenaran yang sifatnya berada dalam ide dan yang bersifat rasional.
Menurut James, terdapat hubungan yang erat antara konsep pragmatisme mengenai kebenaran dan sumber kebaikan. Selama ide itu bekerja dan menghasilkan hasil-hasil yang memuaskan maka ide itu bersifat benar. Suatu ide dianggap benar apabila dapat memberikan keuntungan kepada manusia dan yang dapat dipercayai tersebut membawa kearah kebaikan.
Disamping itu pula, William James mengajukan prinsip-prinsip dasar terhadap pragmatisme, sebagai berikut:
a. Bahwa dunia tidak hanya terlihat menjadi spontan, berhenti dan tak dapat di prediksi tetapi dunia benar adanya.
b. Bahwa kebenaran tidaklah melekat dalam ide-ide tetapi sesuatu yang terjadi pada ide-ide daam proses yang dipakai dalam situasi kehidupan nyata.
c. Bahwa manusia bebas untuk meyakini apa yang menjadi keinginannya untuk percaya pada dunia, sepanjang keyakinannya tidak berlawanan dengan pengalaman praktisny maupun penguasaan ilmu pengetahuannya.
d. Bahwa nilai akhir kebenaran tidak merupakan satu titik ketentuan yang absolut, tetapi semata-mata terletak dalam kekuasaannya mengarahkan kita kepada kebenaran-kebenaran yang lain tentang dunia tempat kita tinggal didalamnya (Horton dan Edwards, 1974:172).


• John Dewey
Dewey adalah seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah Instrumentalis. Menurutnya, tujuan filsafat adalah untuk mengatur kehidupan dan aktivitas manusia secara lebih baik, untuk didunia dan sekarang. Tegasnya, tugas fiilsafat yang utama ialah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang tiada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada pengalaman (experience) , dan menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun suatu system norma-norma dan nilai.
Instrumentalisme dalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman-penglaman yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Sehubungan hal diatas, menurut Dewey, penyelidikan adalah transformasi yang terawasi atau terpimpin dari suatu keadaan yang tak menentu menjadi suatu keadaan yang tertentu. Oleh karena itu, penyelidakan dengan penilannya adalah alat( instrumental) . jadi yang di maksud dengan instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yag bermacam-macam.

Menurut Dewey, kita hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaanya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meniliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme.
• Pertama, kata temporalisme yang berarti ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu.
• Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin.
• Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat dibuat lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini juga dianut oleh wiliam James.

a). Konsep Dewey tentang Pengalaman dan Pikiran
Pengalaman (experience) adalah salah satu kata kunci dalam filsafat instrumentalisme. Filsafat Dewey adalah “mengenai” (about) dan “untuk” (for) pengalaman sehari-hari. Pengalaman adalah keseluruhan drama manusia dan mencakup segala proses “saling mempengaruhi” ( take and give) antara organisme yang hidup dalam lingkugan social dan fisik. Dewey menolak orang yang mencoba menganggap rendah pengalaman manusia atau menolak untuk percaya bahwa seseorang telah b erbuat demikian. Dewey mengatakan bahwa pengalaman bukannya suaatu tabir yang menutupi mansia sehingga tidak melihat alam; pengalaman adalah satu-satunya jalan bagan bagi manusia untuk memasuki rahasia-rahasia alam.

Dunia yang ada sekarang ini, yakni dunia pria dan wanita dunia sawah dan pabrik, dunia tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang, dunia kita yang hiruk pikuk dan bangsa-bangsa yang berjuang adalah dunia pengalaman kita. Kita harus berusaha memakinya dan kemudian berusaha membeentuk sustu masyarakat dimana setiap orang dapat hidup dalam kemerdekaan dan kecedasan.
Dalam perjalanan pengalaman seseorng, pikiran selalu muncul untuk memmberikan arti dari sejumlah situasi-situasi yang terganggu oleh pekerjaan diluar hipotesis atau membimbing kepada perbuatan yang akan dilakukan. Kegunaan kerja pikiran, kataa Dewey, tidak lain hanya merupakan cara untuk jalan untuk melayani kehidupan. Makanya, ia denggan kerasnya menuntut untuk menggunakan metode ilmu alam (scientific method) bag semua lapangan pikiran, terutama dalam menilai persolan akhlak (etika), estetika, politik dan lain-lain. Dengan demikian, cara penilaian bisa berubah bisa disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan hidup.
Menurut Dewey, yang dimaksud dengan scientific method ialah cara yang dipakai oleh seseorang sehingga bisa melampaui segi pemikiran semata-mata pada segi amalan. Dengan demikian, suatu pikiran bisa di ajukan sebagaii pemecahan suatu kesulitan (to solve problematic situation), dan kalau berhasil maka pikiran itu benar.

b). Dewey dan Pendidikan progresif
Dewey memandang bahwa tipe Pragmatismenya di asumsikan sebagai sesuatu yang mempunyai jangkauan aplikasi dalam masyarakat. Contoh hal tersebut adalah bahwa Dewey menawarkan dua metode pendekatan dalm pengajaran yaitu:
• Problem solving method
Dengan metode ini, anak di hadapkan pada berbagai situasi dan masalah-masalah yang menantang, dan anak didik di beri kebebasan sepenuhnya untuk memecahkan masalah-masalah tersebut sesuai dengan perkembanganya. Dengan metode semacam ini, tidak hanya mengandalkan guru sebagai pusat informasi(metode pedagogy) di ambil alihlah oleh methode andragogy(studi tentang aturan ) yang lebih menghargai perbedaan individu anak didik.
• Learning by Doing
Konsep yang sangat di perlukan bagi anak didik, supaya anak didik tetap bisa eksis dalam masyarakat bila telah menyelesaikan pendidikannya maka mereka dibekali keterampilan-keterampilanpraktis sesuai dengan kebutuhan masyarakat sosial.

E. Analisis Kritis atas Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme

1) kekuatan Pragmatisme
a. kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer, khususnya di Amerika Serikat, telah membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan maupun teknologi.Pragmatisme telah berhasil membumikan filsafat dari corak sifat yang Tender Minded yang cenderung berfikir metafisis, idealis, abstrak, intelektualis, dan cenderung berfikir hal-hal yang memikirkan atas kenyataan, materialis, dan atas kebutuhan-kebutuhan dunia, bukan nnati di akhirat. Dengan demikan, filsafat pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar mempercayai (belief) pada hal yang sifatnya riil, indriawi, dan yang memanfaatnya bisa di nikmati secara praktis-pragmatis dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala yang ada. Barangkali dari sikap skeptis tersebut, pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang untuk berlomba-lomba membuktikan suatu konsep lewat penelitian-penelitian, pembuktian-pembuktian dan eksperimen-eksperimen sehingga munculllah temuan-temuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di badang sosial dan ekonomi.

c. Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada “kepercayaan yang mapan”. Suatu kepercyaan yang diterim apabila terbukti kebenarannya lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatisme tidak mengakui adanya sesuatu yang sakral dan mitos, Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan kelompo pragmatisme merupakan pendukung terciptanyademokratisasi, kebebasan manusia dan gerakan-gerakan progresif dalam masyarakat modern.

2) Kelemahan Pragmatisme
a. Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan kebenaran absolute(kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabilaa terbukti secara alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu yang transendental(bahwa Tuhan jauh di luar alam semesta). Kemudian pada perkembangan lanjut, pragmatisme sangat mendewakan kemepuan akal dalam mencapai kebutuhan kehidupan, maka sikap-sikap semacam ini menjurus kepada ateisme.

b. Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis. Manusia berusaha secara keras untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat ruhaniah. Maka dalam otak masyarakat pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit matrealisme.

c. Untuk mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia bekerja tanpa mengenal batas waktu sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka dalam struktur masyarakatnya manusipa hidup semakin egois individualis. Dari sini, masyarakat pragmatisme menderita penyakit humanisme.

KESIMPULAN
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran yang mempunyai akibat – akibat yang memuaskan. Sedangkan, definisi Pragmatisme lainnya adalah hal mempergunakan segala sesuatu secara berguna. Sedangkan menurut Istilah Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani “ Pragma” yang berarti perbuatan ( action) atau tindakan (practice). Isme sendiri berarti ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikran itu menuruti tindakan.
Tokoh – tokoh Pragmatisme diantaranya:
Charles S. Peirce (1893-1942) dari Amerika ,  yang kemudian dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).

DAFTAR PUSTAKA

  • Hadiwijoyo, Harun, Dr. 2002. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Jakarta: Kanisius
  • Maksum, Ali.2009. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmoderenisme. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
  • Ridwan, Kurniawan, Budi,M.Drs.Dkk.Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:Jawara, Citra Pelajar Group.
  • Tafsir Ahmad. Dr. Prof. 2001.Filsafat Umum:Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
  • www.library.usu.ac.id/download/s/sejarah-mohammad .pdf
  • http://www.radicalacademy.com/amphilosophy7.htm

SISTEM-SISTEM PEMIKIRAN FILSAFAT TENTANG TUHAN

(Ateisme, Teisme, Agnostisisme, Monoteisme, Panteisme, Deisme)

A. Ateisme
Ateisme adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak memercayai keberadaan Tuhan dan dewa-dewi ataupun penolakan terhadap teisme. Dalam pengertian yang paling luas, ia adalah ketiadaan kepercayaan pada keberadaan dewa atau Tuhan.
Istilah ateisme berasal dari Bahasa Yunani ἄθεος (atheos), yang secara peyoratif digunakan untuk merujuk pada siapapun yang kepercayaannya bertentangan dengan agama/kepercayaan yang sudah mapan di lingkungannya. Dengan menyebarnya pemikiran bebas, skeptisisme ilmiah, dan kritik terhadap agama, istilah ateis mulai dispesifikasi untuk merujuk kepada mereka yang tidak percaya kepada tuhan. Orang yang pertama kali mengaku sebagai "ateis" muncul pada abad ke-18. Banyak ateis bersikap skeptis kepada keberadaan fenomena paranormal karena kurangnya bukti empiris. Yang lain memberikan argumen dengan dasar filosofis, sosial, atau sejarah.
Seorang ateisme menyangsikan akan adanya Tuhan dan banyak lagi orang yang menyangsikan akan adanya kebangkitan sesudah mati. Mereka percaya, bahwa kesadaran dan kepribadian akan selesai sesudah orang mati. Akan tetapi seorang yang tidak percaya kepada Tuhan mungkin juga seorang yang baik. Seringkali kebaikan seseorang itulah yang menjadikannya orang lain tidak percaya.Ia adalah seorang yang terlalu jujur, sehingga tak mau menerima suatu hal kecuali dengan bukti yang jelas.
B. Teisme
Teisme berpendapat bahwa alam diciptakan oleh Tuhan yang tidak terbatas, antara Tuhan dan makhluk sangat berbeda. Menurut teisme, Tuhan disamping berada di alam (Imanen), tetapi dia juga jauh dari alam (Transenden). Ciri lain dari teisme menegaskan bahwa Tuhan setelah menciptakan alam, tetap aktif dan memelihara alam. karena itu, dalam teisme mukjizat yang menyalai hukum alam diyakini kebenarannya, begitu juga do’a seorang akan digelar.
Lebih lanjut konsep teisme dalam Islam dijelaskan oleh al-Ghozali. Menurutnya Allah adalah zat yang Esa dan pencipta alam serta berperan aktif dalam mengendalaikan alam. Allah menciptakan alam dari tidak ada.
Manusia, menurut Agustinus sama dengan alam, tidak abadi. Manusia terdiri atas jasad yang fana dan jiwa yang tidak mati. Setelah kematian jiwa menunggu penyatuan, baik dengan jasad lain maupun dengan keadaan yang lebih tinggi yaitu syurga atau neraka. Ketika dibangkitkan jiwa manusia akan mencapai kesempurnaan. Karena itu, hakikat yang sebenarnya dari manusia adalah jiwa, bukan jasadnya. Jiwa yang bersih akan kembali ke penciptanya yaitu Tuhan.
Ibn maimun seorang filosof Yahudi yang berpaham teisme menyatakan, Tuhan meliputi semua posisi yang penting, tidak berjasad dan tidak berpotensi dan tidak menyerupai makhluk. Dalam hal ini Tuhan sama sekali jauh dari pengetahuan dan pemahaman manusia.
C. Agnostisisme
Agnostisisme adalah pandangan bahwa keberadaan Allah tidak mungkin diketahui atau dibuktikan. Kata “agnostik” pada dasarnya berarti “tanpa pengetahuan.” Agnostisisme adalah bentuk atheisme yang secara intelektual lebih jujur. Atheisme mengklaim bahwa tidak ada Allah – suatu posisi yang tidak dapat dibuktikan. Agnostisisme berargumentasi bahwa keberadaan Allah tidak dapat dibuktikan atau disangkali – adalah tidak mungkin untuk mengetahui apakah Allah itu ada. Dalam konsep ini agnostisisme benar. Keberadaan Allah tidak dapat dibuktikan atau disangkali secara empiris.
Agnostisisme pada hakekatnya adalah penolakan untuk mengambil keputusan apakah Allah ada atau tidak. Ini adalah bentuk paling utama dari ketidakmampuan untuk mengambil keputusan. Agnostik percaya bahwa kita tidak boleh percaya atau tidak percaya akan keberadaan Allah karena tidak mungkin untuk mengetahui atau menyangkalinya.
D. Monoteisme
Monoteisme (berasal dari kata Yunani monon yang berarti tunggal dan Theos yang berarti Tuhan) adalah kepercayaan bahwa Tuhan adalah satu/tunggal dan berkuasa penuh atas segala sesuatu.
E. Panteisme
Panteisme terdiri dari tiga kata, yaitu Pan, berarti seluruh, Theo, berarti Tuhan, dan Ism (Isme), berarti paham. Jadi, Pantheism atau Panteisme adalah Paham bahwa seluruhnya Tuhan.
Panteisme berpendapat bahwa seluruh alam ini adalah Tuhan dan Tuhan adalah seluruh alam. Tuhan dalam panteisme adalah satu dan sangat dekat dengan alam (imanen), hanya Tuhan mempunyai penampakan-penampakan atau cara berada tuhan di alam. Tuhan dalam panteisme, disamping Esa juga Maha Besar, dan tidak berubah. Alam indrawi adalah ilusi atau khayal belaka karena selalu berubah. Adapun, yang wujud hakiki hanya satu, yakni Tuhan.
Dalam Panteisme segala sesuatu adalah Tuhan, tidak satu pun yang tidak tercakup didalam-Nya dan tidak satu pun yang bisa berada tanpa Tuhan.
Kelebihan panteisme adalah:
Pertama, Panteisme diakui menyumbangkan suatu pemikiran yang menyeluruh (holistic) tentang sesuatu, tidak hanya bagian tertentu saja.
Kedua, Panteisme menekankan imanensi Tuhan, sehingga seseorang selalu sadar bahwa Tuhan selalu dekat dengan dirinya. Dengan demikian, dia mampu mengontrol diri dan berusaha berbuat sesuai dengan ketentuan Tuhan.
Ketiga, Panteisme menegaskan bahwa seseorang tidak mampu memberi batasan terhadap Tuhan dengan bahasa manusia yang terbatas. Jika Tuhan tidak terbatas dan trasenden, semua pembatasan / pengertian harus ditiadakan karena yang tidak terbatas tidak bisa ditangkap oleh sesuatu yang terbatas. Oleh karena, keberadaan Tuhan dalam alam adalah sekaligus untuk memudahkan pemahaman tentang Tuhan.
Kelemahan dari konsep Panteisme ini adalah:
Pertama, Menurut panteisme yang radikal, manusia adalah Tuhan, sedangkan Tuhan dalam pandangan ini tidak berubah dan abadi. Kenyataan manusia berubah dan tidak abadi. Karena itu, bagaimana manusia menjadi Tuhan, ketika manusia berubah, sedangkan Tuhan tidak.
Kedua, Panteisme mengatakan bahwa alam ini adalah maya bukan hakiki. Kalau ini dijadikan pegangan, maka bagaimana halnya dengan lampu lalu lintas, apakah lampu itu maya atau benar-benar real. Kalau berpegang pada Panteisme lampu itu adalah fantasi dan maya, begitu juga mobil-mobil.
Ketiga, Jika Tuhan adalah alam dan alam adalah Tuhan sebagaimana ditegaskan oleh panteisme, maka tidak ada konsep kejahatan atau tidak ada kemutlakan kejahatan dan kebaikan.
Ada empat kemungkinan mengenai kejahatan dan kebaikan:
1. Jika Tuhan sama sekali baik, tentu kejahatan berada diluar Tuhan, tetapi hal ini mustahil karena tidak ada yang diluar Tuhan dan Tuhan adalah semuanya.
2. Jika Tuhan jahat, tentu kebaikan berada diluar Tuhan. Ini juga mustahil karena tidak ada yang diluar Tuhan dan Tuhan adalah semuanya.
3. Tuhan adalah baik dan sekaligus jahat. Ini adalah kerancuan berpikir karena ada dua hal yang bertentangan dalam waktu yang sama.
4. Kebaikan dan kejahatan adalah ilusi. Kalau itu hanya ilusi, bagaimana seseorang membedakan antara kesedihan dan kegembiraan, antara memuji dan mencaci. Karena itu, moralitas dalam panteime tidak bermakna dan pondasi moral dalam panteisme tidak ada.
F. Deisme

Deisme merupakan suatu aliran yang mengakui adanya pencipta alam semesta, tetapi setelah alam semesta selesai diciptakan, Tuham menyerahkan dunia pada nasibnya sendiri. Sebab, sang Pencipta sudah memasukkan hukum dunia kedalamnya sehingga manusia dapat menunaikan tugasnya dengan berbakti kepada Tuhan dengan hidup yang sesuai dengan hukum akalnya.
Alam berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan ketika proses penciptaan. Peraturan-peraturan tersebut tidak berubah-ubah dan sangat sempurna. Dalam paham deisme, Tuhan diibaratkan dengan tukang jam yang sangat ahli, sehingga setelah jam itu selesai tidak membutuhkan si pembuatnya lagi. Jam itu berjalan sesuai dengan mekanisme yang telah tersusun dengan rapi.
Para penganut deisme sepakat bahwa Tuhan Esa dan jauh dari alam, serta maha sempurna. Mereka juga sepakat bahwa Tuhan tidak melakukan interbensi pada alam lewat kekuatan supernatural. Bagaimanapun, tidak semua penganut deisme setuju tentang keterlibatan Tuhan dalam alam dan kehidupan sesudah mati. Karena itu, atas dasar perbedaan tersebut deisme dapat dibagi atas empat tipe yaitu :
Pertama, Tuhan tidak terlibat dengan pengaturan alam. Dia menciptakan alam dan memprogramkan perjalanannya, tetapi dia tidak menghiraukan apa yang telah terjadi atau apa yang akan terjadi.
Kedua, Tuhan terlibat dengan kejadian-kejadian yang sedang terlangsung dialam, tetapi bukan mengenai perbuatan moral manusia. Manusia memiliki kebebasan utnuk berbuat baik atau buruk, bermoral atau tidak bermoral, dan jujur atau bohong, semuanya itu bukan urusan Tuhan.
Ketiga, Tuhan mengatur alam dan sekaligus memperhatikan perbuatan moral manusia. Sesungguhnya Tuhan ingin menegaskan bahwa manusia harus tunduk pada hukum moral yang telah dia tetapkan dijagad raya. Bagaimanapun, manusia tidak akan hidup sesudah mati. Ketika seseorang mati, maka babak terakhir kehidupannya ditutup.
Keempat, Tuhan mengatur alam dan mengharapkan manusia mematuhi hokum moral yang berasal dari alam. Pandanganaini berpendapat bahwa ada kehidupan setelah mati. Seseorang yang berbuat baik akan dapat pahala dan yang berbuat jahat akan dapat hukuman. Pandangan tersebut berkembang dan banya dianut di Amerika dan Inggris.

KESIMPULAN

Dari Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
  1. Ateisme adalah sebuah pandangan filosofi yang tidak memercayai keberadaan Tuhan dan dewa-dewi ataupun penolakan terhadap teisme. Dalam pengertian yang paling luas, ia adalah ketiadaan kepercayaan pada keberadaan dewa atau Tuhan.
  2. Teisme berpendapat bahwa alam diciptakan oleh Tuhan yang tidak terbatas, antara Tuhan dan makhluk sangat berbeda. Menurut teisme, Tuhan disamping berada di alam (Imanen), tetapi dia juga jauh dari alam (Transenden).
  3. Agnostisisme adalah pandangan bahwa keberadaan Allah tidak mungkin diketahui atau dibuktikan. Kata “agnostik” pada dasarnya berarti “tanpa pengetahuan.” Agnostisisme adalah bentuk atheisme yang secara intelektual lebih jujur.
  4. Monoteisme adalah kepercayaan bahwa Tuhan adalah satu/tunggal dan berkuasa penuh atas segala sesuatu.
  5. Pantheism atau Panteisme adalah Paham bahwa seluruhnya Tuhan.
  6. Deisme merupakan suatu aliran yang mengakui adanya pencipta alam semesta, tetapi setelah alam semesta selesai diciptakan, Tuham menyerahkan dunia pada nasibnya sendiri. Sebab, sang Pencipta sudah memasukkan hukum dunia kedalamnya sehingga manusia dapat menunaikan tugasnya dengan berbakti kepada Tuhan dengan hidup yang sesuai dengan hukum akalnya.
DAFTAR PUSTAKA

David Trueblood, PHILOSOPHY OF RELIGION:FILSAFAT AGAMA.( Jakarta : Bulan Bintang,1965 ) Penterjemah: PROF.Dr.H.M.Rasjidi.
Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah, MA, dance of God (Tarian Tuhan), Apeiron: Yogyakarta, 2003.
http://jumhurul-umami.blogspot.com/2009/02/aliran-aliran-dalam-konsep-ketuhanan.html
http://www.gotquestions.org/indonesia/agnostisisme.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Monoteisme
http://jumhurul-umami.blogspot.com/2009/02/aliran-aliran-dalam-konsep-ketuhanan.html

SISTEM PEMIKIRAN FILSAFAT TENTANG KENYATAAN

A. Realisme
Pengertian 
Realisme muncul, khususnya di Inggris dan Amerika Utara. Real bearti yang aktual atau yang ada ; kata tersebut menunjukkan kepada benda-benda atau kejadian-kejadian yang sungguh-sungguh, artinya yang sekedar khayalan atau apa yang ada dalam fikiran kita. Real menunjukkan apa yang ada. Reality adalah keadaan atau sifat benda yang real atau yang ada; yakni bertentangan dengan yang hanya Nampak. Dalam arti umum, realisme bearti kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang terjadi, jadi bukan kepada yang diharapkan atau yang diinginkan. Akan tetapi dalam filsafat, kata realisme dipakai dalam arti yang lebih teknis.
    Dalam arti flsafat yang sempit, realism bearti anggapan bahwa obyek indra kita adalah real; benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita presepsikan atau ada hubungannya dengan pikiran kita.
2.    Jenis-jenis Realisme
    Realisme adalah suatu istilah yang meliputi bermacam-macam aliran filsafat yang mempunyai dasar-dasar yang sama. Ada tiga aliran dalam realisme modern yaitu :
•    Kecendrungan kepada materialisme dalam bentuknya modern, contahnya materialisme mekanik adalah realisme tetapi juga materialisme.
•    Kecendrungan  terhadap idealisme
•    Terdapat kelompok realis yang mengangap bahwa realitas itu prulalistik dan terdiri atas berbagai macam jenis; jiwa dan materi hanya merupakan dua dari beberapa jenis lainnya.
B.    Idealisme
1.    Pengertian
Kata idealis dalam filsafat mempunyai arti yang sangat berbeda dari artinya dalam bahasa sehari-hari. Secara umum, kata itu bearti : (1) seorang yang menerima ukuran moral yang tiggi, estitika dan agama serta menghayatinya. (2) orang yang dapat  melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum ada. Kata idealis dapat dipakai sebagai pujian atau olok-olok. Seorang yang memperjuangkan tujuan-tujuan mungkin dicapai, atau seorang yang menganggap sepi fakta-fakta dan kondisi-kondisi sesuatu situasi, serig dinamakan : mere idealist (idealis semata-mata).
Arti filsafat dari kata idelisme ditentukan lebih banyak oleh arti biasa dari kata ide daripada ideal. W.E. Hocking, seorang idealis mengatakan bahwa kata-kata “idea-ism” adalah lebih tepat daripada “idealism”. Denga ringkas, idealism mengatakan bahwa realitas terdiri atas ide-ide,  fikiran-fikiran, akal (mind) atau jiwa (selves) dan bukan benda material atau kekuatan. Idealism menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu daripada materi. Jika materialism mengatakan bahwa materi adalah riil dan akal (mind) adalah fenomena yang menyertainya, maka idealisme mengatakan bahwa akal itulah yang riil dan materi adalah produk sampingan. Maka idealisme mengandung pengingkaran bahwa dunia ini pada dasarnya adalah sebuah mesin besar dan harus ditafsirkan sebagai materi, mekanisme atau kekuatan saja.
Idealisme adalah suatu pandangan dunia atau metafisik yang mengatakan bahwa realitas dasar terdiri atas, atau sangat erat hubungannya dengan ide, fikiran atau jiwa.
2.    Jenis-jenis Idealisme
Sejarah idealisme adalah berbelit-belit karena istilah idealisme itu cukup luas untuk mencakup bermacam-macam teori yang berlainan meskipun berkaitan. Ada ahli filsafat yang mengunakan istilah tersebut dalam arti yang luas sehingga mencakup semua filsafat yang mengatakan bahwa kekuatan-kekuatan spiritual ( non material)menentukan proses alam.

3.    Idealisme Obyektif
Banyak filosof ideali, dari Plato melalui Hegel sampai filsafat masa kini menolak subyektivisme yang ekstrim atau mentalisme, dan menolak juga pandangan bahwa dunia luar itu adalah buatan manusia. Mereka berpendapat bahwa peraturan dan bentuk dunia, begitu juga pengetahuan, adalah ditentukan oleh watak dunia itu sendiri. Akal menemukan peraturan alam. Mereka itu idealis dalam member interprestasi kepada alam sebagai suatu bidang yang dapat dipahami, yang bentuk sistematikanya menunjukkan susunan yang rasional dan nilai.
C.    Monisme
1.    Pengertian
Monisme adalah teori yang menolak anggapan bahwa badan dan jiwa merupakan dua hal yang berbeda atau dua hal terpisah yang harus dihubungkan satu dengan yang lainnya. Diantaranya monisme mempunyai bermacam-macam bentuk, sebagai berikut :
a.    Materialisme Ekstrem
Teori tertua mengenai badan-jiwa adalah suatu bentuk ekstrem dari materialisme. Materialisme mempunyai macam-macam varian, tetapi semuanya memegang bahwa materia merupakan dasar dari sesuatu yang ada dan semua hal lain tergantung dari materia ini. Materialisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa apapun yang ada  tentulah bersifat fisik atau materiil. Jadi dapat disimpulkan bahwa semua ungkapan mengenai peristiwa mental adalah pernyataan yang tanpa makna atau kalau bermakna pastilah sinonim dengan ungkapan mengenai benda-benda fisik. Aliran ini didukung oleh anggota-anggota lingkungan Wina yaitu aliran positivisme logis (logical positivism), yang dipengaruhi oleh suksesnya sains. Tetapi pandangan ini tidak dipegang oleh pendiri Wina sendiri, yaitu Moritz Schlick. Aliran ini tidak banyak memiliki pengikut lagi, karena para pendukungnya tidak bisa mewujudkan cita-cita mereka untuk menerjemahkan pengalaman mental. Seperti contoh mereka tidak bisa menerjemahkan ungkapan yang paling sederhana sekalipun, seperti “saya sakit” yang berbentuk ungkapan fisikalistis.
b.    Teori identitas
Teori identitas adalah suatu bentuk materiaisme yang cukup banyak dibicarakan dewasa ini. Teori ini dipertahankan oleh J.J. Smart dan H. Feigh. Mereka membedakan secara filosofis antara arti dan referensi, mereka menyatakan bahwa pernyataan mental dan fisik berbeda hanya didalam arti, tetapi secara empiris menunjukkan kepada gejala atau objek yang sama. Misalnya, ‘bintang pagi’ dan ‘bintang sore’.  Pengertian atau arti istilah-istilah itu tidak sama, tetapi benda yang ditunjuk, yaitu bintangnya sendiri,sama. Demikian juga halnya dengan ‘air’ dan ‘H2O’ maka menuut mereka perbedaan antara jiwa dan badan hanyalah perbedaan didalam arti, tetapi didalam hal referensi kedua hal tersebut adalah sama.
c.    Teori Idealisme
Dikemukakan oleh Descartes yang menemukan satu kenyataan yang tidak dapat diragukan atau pasti kebenarannya, yaitu bahwa dirinya sendiri ada (“cogito, ergo sum”). Cogito dimengerti sebagai diri berpikir. Discartes membedakan 2 macam benda, yaitu benda yang berpikir (“res cogitans”) dan benda berkeluasan (“res extensa”). Dari pengertian itu menjadi jelas bahwa Descartes merangkul dualisme. Tetapi akibat dari dualisme Descartes tersebut tidak selalu sesuai dengan pendirian Descartes. Sebagaimana dirumuskan oleh Uskup Berkeley. Dia menyatakan bahwa pernytaan mengenai objek fisik hanya dapat dimengerti dan dipahami artinya sejauh pernyataan itu dapat ditafsirkan sebagai pernyataan mengenai persepsi orang yang menangkapnya.
d.    Teori Double-Aspect
Beberapa filsuf  berpendapat bahwa yang mental dan yang fisik merupakan dua aspek yang berbeda tapi dari kenyataan yang sama. Spinoza merupakan contoh pendukung setia pendapat ini. Ia berpendapat bahwa manusia dapat dimengerti sebagai benda yang mempunyai leluasan, jadi bersifat jasmani, tetapi juga dapat dimengerti sebagai benda yang dapat berpikir jadi bersifat rohani. Tetapi pernyataan-pernyataan ini masing-masing atau bersama-sama tidak dapat menggambarkan secara jelas dan lengkap apa dan siapakah manusia itu.
e.    Monisme Netral
Menurut pandangan ini jiwa maupun badan merupakan kumpulan yang terdiri dari unsur-unsur sejenis. Perbedaan antara badan dan jiwatidak terletak pada perbedaan kodrat dari unsur-unsur atomiknya, melainkan pada susunan unsur-unsurnya berbeda, sedangkan unsure-unsur pembentuknya sendiri sama.
Bermacam-macam teori dualistik umumnya mempertahankan bahwa pernyataan-pernyataan menta dan fisik sungguh-sungguh berbeda.
D.    Dualisme
      Mereka tidak hanya berbeda dalam pengertian tetapi juga dalam hal objek yang dimaksudkan. Jadi perbedaan antara kedua pernyataan bukan hanya terletak pada arti tetapi juga berbeda dalam referensi.

1.    Interaksionalisme
Bahwa peristiwa-peristiwa mental kadang-kadang menyebabkan peristiwa-peristiwa badani. Dan juga bahwa peristiwa-peristiwa badani dapat menyebabkan peristiwa-peristiwa mental. Misalnya, ketakutan menyebabkan badan gemetar dan sebaliknya
2.    Occasionalisme
Banyak filsuf menerima pembagian dunia alami sebagai mana dijalankan oleh Descartes, menjadi yang bersifat mental (“res cogitans”) dan yang bersifat fisik (“res extensa”). Tetapi berbeda dengan Descartes, mereka menolak adanya interaksi berdasar sebab-akibat (hubungan kausal) antara keduanya. Sejumlah filsuf, misalnya Arnold Guelincx dan Nicolas de Malebrenche, mengusulkan sebuah teori bahwa Allah merupakan satu-satunya penguhubung antara yang mental dan yang fisik. Allah selalu menemukan kesempatan untuk menyesuaikan antara yang mental dan yang fisik. Misalnya, saya takut. Rasa takut saya ini merupakan kesempatan bagi Allah untuk membuat badan saya gemetar. Atau, ada objek dalam jangkauan jarak pandang saya.
3.    Paralisme
Teori ini menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa mental dan fisik dihubungkan dalam hal biasa, tetapi tanpa ada hubungan sebab-akibat. Menurut Leibniz, peristiwa fisik telah disetel oleh tuhan sedemikian rupa, sehingga, bagaikan dua jam yang disetel bersamaan waktunya, terjadi mekanisme yang sempurna antara perisriwa mental dan peristiwa fisik itu sehingga keduanya terjadi secara serentak, meskipun tidak ada hubungan penyebab antara yang satu dengan yang lain. Misalnya,rasa manis dan menempenya gula pada lidah saya.Terjadi rasa manis pada lidah itu bukan dikarnakan oleh gula yang menempel pada nya,tetapi dua peristiwa itu sudah disetel dari awalnya untuk tejadi bersamaan.
4.    Epiphenomenalisme
Menurut teori ini, hubungan kausal yang berlaku dari yang fisik ke yang mental, dan tidak berlaku sebaliknya. Menurut Cabanis, sudah merupakan kodaratnya bahwa otak mengeluarkan ide dan gagasan, sebagaimana badan mengeluarkan keringat, atau seperti asap yang keluar dari mesin uap, atau film yang tampak pada layar.

TES STANDAR DAN TIDAK STANDAR SERTA CARA MENGANALISISNYA

1.    Pengertian Tes Standar
Tes kemampuan pada dasarnya terbagi menjadi 2 macam, yaitu:
1.    Aptitude test (tes bakat)
2.    Achievement test (tes prestasi)
Perbedaan antara kedua tes ini sebenarnya tidak tegas, soal-soal mengenai kedua tes tersebut seringkali saling melengkupi (overlap). Untuk kedua macam tes ini biasanya menggunakan hitungan-hitungan dan perbendaharaan kata-kata dan sekelompok tes dari kedua macam tes ini biasanya juga menguji tentang keterampilan membaca. Kesamaan yang lain adalah bahwa keduanya telah digunakan untuk meramalkan hasil untuk masa yang akan datang, walaupun pada umumnya jika kita menggunakan tes prestasi penilai melihat apa yang telah diperoleh setelah siswa (tercoba) itu di beri suatu pelajaran.
Prosedur yang digunakan untuk menentukan isi dari tes prestasi juga sedikit berbeda dengan yang digunakan pada waktu penyusunan tes bakat. Di dalam penyusunan tes prestasi belajar usaha-usaha digunakan untuk menentukan pengetahuan dan keterampilan yang sudah di ajarkan di berbagai tingkat pendidikan dan butir-butir tes di peruntukkan bagi penilaian materi-materi ini.
2.    Tes Prestasi Standar
Di antara tes prestasi yang digunakan di sekolah ada yang dinamakan tes prestasi standar. Dalam salah satu kamus, arti kata “standar” adalah:

A degree of level of requirement, excellence, or attainment
(Scarvia B. Anderson)
Standar untuk siswa dapat dimaksudkan sebagai suatu tingkat kemampuan yang harus dimiliki bagi suatu program tertentu. Mungkin standar bagi suatu kursus A berbeda dengan kursus B. Jadi standar ini dapat dibuat “keras” maupun “lunak” tergantung dari yang mempunyai kebijaksanaan.
Suatu tes standar dengan demikian berbeda dengan tes prestasi biasa.
Prosedur yang digunakan untuk menyusun tes standar untuk tes prestasi melalui cara langsung yang ditumbuhkan dari tes yang digunakan di kelas. Sedangkan spesifikasi yang digunakan untuk menentukan isi dalam tes bakat biasanya didasarkan atas analisis job (jabatan) atau analisis tugas yang merupakan tuntutan calon pekerjaannya. Disamping itu juga mempertimbangkan sifat-sifat yang ada pada manusia. Analisis jabatan analisis tugas yang dilakukan biasanya tidak didasarkan atas salah satu kurikulum, tetapi di ambil dari masyarakat.
Istilah “standar” dalam tes di maksudkan bahwa semua siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sama dari sejumlah besar pertanyaan dikerjakan dengan mengikuti petunjuk yang sama dan dalam batasan waktu yang sama pula. Dengan demikian maka seolah-olah ada suatu standar atau ukuran sehingga diperoleh satu standar penampilan (performance) dan penampilan kelompok lain dapat dibandingkan dengan penampilan kelompok standar tersebut.
Istilah “standar” tidak mengandung arti bahwa tes itu mengukur apa yang harus dan dapat di ajarkan pada suatu tingkat tertentu atau bahwa tes itu menyiapkan suatu tingkat tertentu. Sekali lagi, tes standar dipolakan untuk penampilan prestasi sekarang (yang ada) yang dilaksanakan secara seragam, di usahakan dalam kondisi yang seragam, baik itu di berikan kepada siswa dalam pelaksanaan perseorangan maupun siswa sebagai anggota dari suatu kelompok.
Penyusun tes standar selalu mengusahakan agar sistem skoringnya sangat objektif sehingga dapat diperoleh reliabilitas yang tinggi. Apabila mungkin, dilakukan dengan mesin, hal ini tidak berarti bahwa bentuk tes standar harus selalu pilihan berganda. Tetapi untuk skoringnya di usahakan agar tidak kena bias faktor-faktor lain. Usaha lain adalah penggunaan skala skor dan norma yang relevan. Skala skor di gunakan untuk menyesuaikan antara bentuk paralel dan bentuk aslinya. Di samping itu juga diperlukan penjelasan terinci tentang tes itu. Tentang keterangan ini akan dibicarakan pada bagian kelengkapan tes standar.
3.    Perbandingan antara Tes Standar dengan Tes Buatan Guru
Setelah mempelajari uraian terdahulu dapat disimpulkan bahwa tes standar sebenarnya bukanlah suatu yang istimewa dalam tes prestasi belajar. Tes ini disusun dalam tipe-tipe soal yang sama dan meliputi bahan atau pengetahuan yang sama banyak dengan bahan atau pengetahuan yang dicakup oleh tes buatan guru.
Tes Standar    Tes Buatan Guru
1)    Di dasarkan atas bahan dan tujuan umum dari sekolah-sekolah diseluruh negara.

2)    Mencakup aspek yang luas dan pengetahuan atau keterampilan dengan hanya sedikit butir tes untuk setiap keterampilan atau topik.
3)    Disusun dengan kelengkapan staf profesor, pembahas, editor, butir tes.
4)    Menggunakan butir-butir tes yang sudah di ujicobakan (try out), di analisis dan di revisi sebelum menjadi sebuah tes.
5)    Mempunyai reliabilitas yang tinggi.
6)    Dimungkinkan menggunakan norma untuk seluruh negara.    1)    Di dasarkan atas bahan dan tujuan khusus yang dirumuskan oleh guru untuk kelasnya sendiri.

2)    Dapat terjadi hanya mencakup pengetahuan atau keterampilan yang sempit.


3)    Biasanya disusun sendiri oleh guru dengan sedikit atau tanpa bantuan orang lain/tenaga ahli.
4)    Jarang-jarang menggunakan butir-butir tes yang sudah di ujicobakan, dianalisis, dan di revisi.

5)    Mempunyai reliabilitas sedang dan rendah.
6)    Norma kelompok terbatas kelas tertentu.

Untuk menyusun tes standar, di butuhkan waktu yang lama. Seperti disebutkan bahwa untuk memperoleh sebuah tes standar melalui prosedur:
-    Penyusunan;
-    Uji coba;
-    Analisis;
-    Revisi;
-    Edit.
4.    Kegunaan Tes Standar
Secara singkat dapat dikemukakan bahwa kegunaan tes standar adalah:
a.    Jika ingin membuat perbandingan,
b.    Jika banyak orang yang akan memasuki suatu sekolah tetapi tidak tersedia data tentang calon ini.
Walaupun sangat luas, namun secara garis besar, kegunaan tes standar adalah:
1)    Membandingkan prestasi belajar dengan pembawaan individu atau kelompok.
2)    Membandingkan tingkat prestasi siswa dalam keterampilan di berbagai bidang studi untuk individu atau kelompok.
3)    Membandingkan prestasi siswa antara berbagai sekolah atau kelas.
4)    Mempelajari perkembangan siswa dalam suatu periode waktu tertentu.
5.    Kegunaan Tes Buatan Guru
a.    Untuk menentukan seberapa baik siswa telah menguasai bahan pelajaran yang di berikan dalam waktu tertentu.
b.    Untuk menentukan apakah sesuatu tujuan telah tercapai.
c.    Untuk memperoleh suatu nilai.
Selanjutnya baik tes standar dan tes buatan guru di anjurkan dipakai jika hasilnya akan digunakan untuk:
1)    Mengadakan diagnosis terhadap ketidakmampuan siswa.
2)    Menentukan tempat siswa dalam suatu kelas atau kelompok.
3)    Memberikan bimbingan kepada siswa dalam pendidikan dan pemilihan jurusan.
4)    Memilih siswa untuk program-program khusus.
6.    Kelengkapan Tes Standar
Sebuah tes yang sudah distandardisasikan dan sudah dapat disebut sebagai tes standar, biasanya dilengkapi dengan sebuah manual. Manual ini memuat keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk yang perlu terutama yang menjelaskan tentang pelaksanaan, menskor, dan mengadakan interpretasi.
Secara garis besar manual tes standar ini memuat:
1)    Ciri-ciri mengenai tes
2)    Tujuan serta keuntungan-keuntungan dari tes
3)    Proses standardisasi tes
4)    Petunjuk-petunjuk tentang cara pelaksanaan test.
5)    Petunjuk-petunjuk bagaimana cara menskor
6)    Petunjuk-petunjuk untuk menginterpretasikan hasil
7)    Saran-saran lain
7.    Menganalisis Hasil Tes

Tes sebagai Alat Penilaian Hasil Belajar
1.    Tes Uraian
Tes uraian , yang dalam literature disebut juga essay examination, merupakan alat penilaian hasil belajar yang paling tua. Secara umum tes uraian ini merupakan alat penilaian hasil belajar yang paling tua. Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan,menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alas an, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Berikut ini kelebihaan atau keunggulan tes uraian antara lain adalah:
a)    Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi;
b)    Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.
c)    Dapat melatih kemampuan berfikir teratur atau penalaran, yakni berfikir logis, analitis, dan sistematis;
d)    Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving)
e)    Adanya keuntungan teknis seperti mudahnya membuat soal sehingga tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berfikir siswa.
Dilain pihak kelemahan atau kekurangan yang terdapat dalam tes ini antara lain adalah :
a)    Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat menguji semua bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan;
b)    Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya. Guru bias bertanya tentang hal-hal yang menarik baginya, dan jawabannya berdasarkan apa yang dikehendakinya;
c)    Tes ini juga biasanya kurang realibel, mengungkap aspek yang terbatas , pemeriksaanya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relative besar.
a.    Jenis-jenis tes uraian
(a)    Uraian bebas (free essay)
(b)    Uraian terbatas dan uraian terstruktur
Melihat karakteristiknya, pertanyaan bentuk uraian bebas ini tepat digunakan apabila bertujuan untuk :
1)    Mengungkapkan para pandangan siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui luas dan intensitasnya.
2)    Mengupas suatu persoalan yang kemungkinan jawabannya beraneka ragam sehingga tidak ada satu pun jawaban yang pasti.
3)    Mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi dan dimensinya.
Kelemahan tes ini adalah sukar menilainya karena jawaban siswa bias bervariasi, sulit menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena bergantung pada guru sebagai penilainya.
Bentuk kedua dari tes uraian adalah uraian terbatas. Dalam bentuk pertanyaan  telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu. Pembatasan bias dari segi : (a) ruang lingkupnya, (b) sudut pandang menjawabnya (c) indikator-indikatornya.
b.    Menyusun soal bentuk uraian
1)    Dari segi isi yang diukur
Segi yang hendak diukur hendaknya ditentukan secara jelas abiliasnya, misalnya pemahaman konsep, aplikasi suatu konsep, analisis suatu permasalahan, dan aspek kognitif lainnya. Dengan kejelasan apa yang akan diungkapkan maka soal atau pertanyaan yang dibuat hendaknya mengungkapkan kemampuan siswa dalam abilitas tersebut.
2)    Dari segi bahasa
Gunakan bahasa yang baik dan benar sehingga mudah diketahui makna yang terkandung dalam rumusan pertanyaan.
3)    Dari segi teknis penyajian  soal.
Hendaknya jangan mengulang-ulang pertanyaan terhadap materi yang sama sekalipun untuk abilitas yang berbeda sehingga soal atau pertanyaan yang diajukan lebih komperhensif daripada segi lingkup materinya.
4)    Dari segi jawaban
Setiap pertanyaan yang hendak diajukan sebaikmya telah ditentukan jawaban yang diharapkan, minimal pokok-pokoknya. Tentukan pula besarnya skor maksimal untuk setiap soal yang dijawab benar dan skor minimal bila jawaban diaangap salah atau kurang memadai.

c.    Pemeriksaan, skoring, dan penilaian tes uraian.
Ada dua cara pemeriksaan jawaban soal uraian. Cara pertama ialah diperiksa seorang demi seseorang untuk semua soal, kemudian diberi skor. Cara kedua adalah diperiksa nomor demi nomor untuk semua siswa. Artinya diperiksa terlebih dahulu omor satu untuk semua siswa. Kemudian diberi skor , dan setelah selesai baru soal nomor dua.

2.    Tes Objektif
Soal-soal bentuk objektif banyak digunakan dalam menilai hasil belajar. Hal ini disebabkan antara lain oleh luasnya bahan pelajaran yang dapat dicakup dalam tes dan mudahnya menilai jawaban yang diberikan. 
a.    Bentuk soal jawaban singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau symbol dan jawaban hanya dapat bernilai benar atau salah. Ada dua bentuk soal jawaban singkat, yaitu bentuk pertanyaan langsung dan bentuk pertanyaan tidak lengkap.
Contoh :
-    Berapakah luas daerah segitiga yang panjang alasnya 8 cm dan tingginya 6 cm.
b.    Bentuk soal benar-salah
Bentuk soal benar adalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa pertanyaan. Sebagian dari pertanyaan itu merupakan pernyataan yang benar dan sebagian lagi meupakan pernyataan salah. Pada umumnya bentuk soal benar-benar dapat dipakai untuk mengukur pengetahuan siswa tentang fakta, definisi, dan prinsip.
Contoh :
(B)-S    1. Danau Toba di sumatera Utara dari segi pembentukannya merupakan danau tektonik.
B-(S)     2. Berat satu liter air adalah 100 gram.
c.    Bentuk soal menjodohkan
Bentuk soal menjodohkan terdiri atas dua kelompok pernyataan yang parallel. Kedua kelompok pernyataan ini berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang berisi soal-soal yang harus dicari jawabannya.
Contoh :
Kelompok A    Kelompok B
b
f
e
a
d    1.    Kekurangan vitamin C
2.    Kekurangan vitamin B kompleks
3.    Kekurangan vitamin B1
4.    Kekurangan vitamin A
5.    Kekurangan vitamin D    a.    Penyakit rabun ayam
b.    seriawan
c.    Penyakit gondok
d.    Penyakit rakhitis
e.    Penyakit beri-beri
f.     Pertumbuhan badan lambat
d.    Bentuk soal pilihan ganda
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling cepat. Dilihat dari strukturnya, bentuk soal pilihan ganda terdiri atas :
- steam     - pertanyaan atau pernyataan yang berisi permasalahan yang akan dinyatakan
- option    - sejumlah pilihan atau alternative jawaban
- kunci    - jawaban yang benar atau paling tepat
- distractor    - jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban

Contoh :
Mahkamah International Perserikatan Bangsa-bangsa berkedudukan di kota …….                            Steam
a.    Jenewa                Kunci
b.    Den Haag
c.    London       Distarctor (pengecoh)        Option
d.    New York

DAFTAR PUSTAKA
•    Mudjijo. 1995. Tes Hasil Belajar. Jakarta. PT Bumi Aksara
•    Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung. Penerbit : PT Remaja Rosdakarya.
•    Sudijono, Anas. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada
•    Arikunto, Suharsimi. 1986. “Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan”. Jakarta. PT Bina Aksara.