Motto

Hidup adalah pembelajaran tak kenal henti....

Monday, February 20, 2012

Syi'ah

A.    Pengertian Syi’ah
Syi’ah dilihat dari bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok, sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk kepada keturunan Nabi Muhammad SAW. Atau orang yang disebut ahl al-bait. Point penting dalam doktrin Syi’ah  adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama bersumber  dari ahl al-bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahl-al-bait atau para pengikutnya.
Dari segi lughat, kata syi’ah berarti golongan sahabat, pengikut dan penolong. Makna yang demikian ini dapat dijumpai dalam al-qur’an, Allah berfirman:
                                           
“Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, Maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang ber- kelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).”
Syi’ah itu sebuah akar kata bermakna: pihak, kelompok.kata kerja daripadanya, yaitu syayya’a ataupun tasyayya’a menunjukkan pengertian: berpihak, memihak, bergabung, mengabungkan diri.
Menurut Thabathbai, istilah Syi’ah untuk pertama kalinya ditujukan pada para pengikut Ali (Syi’ah Ali). Pemimpin pertama ahl-bait pada masa Nabi Muhammad SAW. Abu Dzar al-Ghiffari, Miqad bin al-aswad dan Ammar bin Yasir.
 Inti mazhab Syi’ah, sebagaimana di uraikan Ibn Khaldun dalam Muqaddimah-nya, adalah sebagai berikut:
“Sesungguhnya masalah imamah bukan bagian dari kemaslahatan umum yang dapat diserahkan kepada pendapat untuk menentukan siapa yang akan memegangnya. Imamah merupakan sendi agama dan prinsip Islam. Seorang Nabi tidak boleh melalaikan dan menyerahkannya kepada umat, tetapi wajib menentukan imam untuk mereka, sedangkan imam itu sendiri bersifat ma’shum (terpelihara) dari dosa-dosa besar maupun kecil.”
Adapun dari segi istilah, yang dimaksud dengan syi’ah adalah suatu jemaah atau golongan yang menganut suatu faham atau pendirian bahwa khalifah atau imam itu bukanlah suatu masalah yang boleh dipandang sebagai suatu kemaslahatan umum yang dapat diserahkan kepada umat untuk memilih dan menentukan orang yang berhak menjadi khalifah atau imam sesudah Nabi meninggal dunia.
Syi’ah adalah mazhab politik yang pertama lahir dalam Islam. Seperti telah disinggung, mazhab mereka tampil pada akhir masa pemerintahan ‘Utsman, kemudian tumbuh dan berkembang pada masa ‘Ali. Setiap kali ‘Ali berhubungan dengan masyarakat, mereka semakin mengagumi bakat-bakat, kekuatan beragama, dan ilmunya. Karena itu, para propagandis Syi’ah mengeksplotasi kekaguman mereka terhadap ‘Ali untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka tentang dirinya. Di antara pemikiran itu ada yang menyimpang, dan ada pula yang lurus. Ketika keturunan ‘Ali, yang sekaligus keturunan Rasulullah mendapat perlakuan zalim yang semakin hebat dan banyak mengalami penyiksaan pada masa Bani Umayyah, rasa cinta mereka terhadap keturunan Ali semakin mendalam. Mereka memandang Ahlul bait ini sebagai syuhada dan korban kezaliman. Dengan demikian, semakin meluaslah daerah mazhab Syi’ah dan pendukungnya semakin banyak.
B.     Sejarah Pertumbuhan Syi’ah
Para ulama Syi’ah mengatakan bahwa Syi’ah itu telah ada dan berperan dalam masyarakat Islam sejak Nabi Muhammad SAW. masih hidup.
Pada saat terjadinya fitnah besar-besaran atas terbunuhnya Usman, kedok kesektean pun tebongkar, sehingga kelompok orang bergabung dibawah kepemimpinan Ali sedangkan sekelompok yang lain mendukung Mu’awiyah. Ali menjadi khalifah bukan atas suara bulat, namun sekelompok orang menuntutnya atas nama darah Usman karena Ali tidak serius membelanya, atau karena Ali tidak menyelidiki kasus pembunuhan itu. Kaum Amawiyyin (Bani Umayah) menghadang Bani Hasyim. Pada pertempuran siffin dan tahkim yang semakin melebar, ada yang keluar dari barisan Ali dan ada juga pihak yang mendukung dan membela Ali, mereka itulah benih-benih pertama dari aliran syi’ah.
Mengenai kemunculah syi’ah dalam sejarah terdapat perbedaan pendapat dari kalangan para ahli. Adapun pendapat dari kalangan pakar di luar syi’ah bahwa golongan ini lahir dalam masyarakat islam setelah Nabi meninggal dunia dan sebagai akibat yang timbul dari perselisihan pendapat dalam kalangan para sahabat tentang siapa yang berhak menjadi pengganti beliau sebaga khalifah. Pendapat ini dikemukakan oleh Ibn Khaldun, Ahmad Amin, dan juga oleh Bernard lewis dari kalangan orientalis. 
Mazhab Syi’ah timbul dimesir untuk pertama kali pada masa pemerintahan ‘Ustman, karena di sana para propagandis menemukan lahan yang subur. Kemudian tersebar luas di Irak yang dalam perkembangan berikutnya menjadi markas dan tempat menetapnya para penganutnya. Kalau Madinah dan Mekkah serta kota-kota lainnya di kawasan Hijaz menjadi tempat tumbuh kembangnya Sunnah dan Hadits, kemudian Syam menjadi buaian orang-orang Umawi, maka Irak menjadi tempat tinggal Syi’ah.
Menurut Abu Zahrah, syi’ah mulai muncul pada masa akhir pemerintahan Usman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan ali bin Abi Thalib. Adapun menurut Watt, syiah baru benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dalam perang siffin. Kalangan syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan syi’ah berkaitan dengan masalah pengganti (khalifah) Nabi SAW. mereka  menolak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Usman bin affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib yang berhak menggantikan Nabi. Kepemimpinan Ali dalam pandangan syi’ah tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat yang diberikan oleh Nabi SAW. pada masa hidupnya. Pada awal kenabian, ketika Muhammad SAW diperintahkan menyampaikan dakwah kepada kerabatnya, yang pertama-tama menerima adalah Ali bin Abi Thalib.
Bukti utama sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khumm. Diceritakan bahwa ketika kembali dari haji terakhir, dalam perjalanan dari Mekkah ke Madinah, disuatu padang pasir yang bernama Ghadir Khumm, Nabi memilih Ali sebagai penggantinya dihadapan massa yang penuh sesak yang menyertai beliau. Pada peristiwa itu, Nabi tidak hanya menetapkan ali sebagai pemimpin umum umat (walyat-i ‘ammali), tetapi juga menjadikan Ali sebagai Nabi sendiri, sebagai pelindung (wali) mereka. Namun realitas ternyata berbicara lain.
Perbedaan pendapat dikalangan para ahli mengenai kalangan syi’ah merupakan sesuatu yang wajar. Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah ‘perpecahan’ dalam islam yang memang mulai mencolok pada masa pemerintahan Usman bin Affan dan memperoleh momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya setelah perang shiffin. Bagi meraka, pada masa kepemimpinan khulafa urrasyiddin sekalipun, kelompok syi’ah sudah ada. Mereka bergerak dibawah permukaan untuk mengajarkan dan menyebarkan doktrin-doktrin syiah kepada masyarakat. Tampaknya, syi’ah sebagai salah satu faksi politik islam yang bergerak secara terang-terangan, memang baru muncul pada masa kekhalifan Ali bin Abi Thalib, sedangkan syi’ah sebagai doktrin yang diajarkan secara diam-diam oleh ahl al-bait muncul segera setelah wafatnya Nabi. Dalam perkembangannya, selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahl-al-bait dihadapan dinasti Amawwiyah dan Abbasiyah, Syi’ah juga mengembangkan doktrin-doktrinnya sendiri. Berkaitan dengan teologi, mereka mempunyai lima rukun iman, yakni tauhid (kepercayaan kepada keesaan allah): nubuwwahi (kepercayaan kepada kenabian): ma’ad (kepercayaan akan adanya kehidupan diakhirat): imamah (kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan ahl al-bait): dan adl (keadilan ilahi). Dalam ensiklopedi Indonesia ditulis bahwa perbedaan antara Sunni dan Syi’ah terletak pada doktrin imamah. Mekipun mempunyai landasan tentang keimanan yang sama, Syi’ah tidak dapat mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejarah, kelompok ini akhirnya terpecah menjadi beberapa sekte. Perpecahan ini terutama dipicu oleh masalah doktrin imamah. Diantara sekte-sekte Syi’ah adalah Itsna Asy’ariyah, Sab’iyah, Zaidiyah, dan Ghullat.
C.    GOLONGAN SYI’AH
Syi’ah bearti pengikut (pendukung faham). Dipakai kalimat ini untuk satu orang, dua orang atau banyak orang, baik lelaki maupun perempuan. Kemudian perkataan ini dipakai secara khusus buat orang yang mengangkat Ali dan keluarganya untuk menjadi Khalifah dan berpendapat bahwa Ali dan keluarganyalah yang berhakmenjadi Khalifah. Diantara sahabat yang membela faham Ali, ialah: Salaman Al-Farisi, Abu Dzar Al-Ghifari, Jabir Ibn ‘Abdullah.


    SYI’AH ITSNA ASYARIYAH (SYI’AH DUA BELAS/SYI’AH IMAMIAH)
1.    Asal Usul penyebutan Imamiah dan Syi’ah Itsna Asyariyah
Di namakan Syi,ah Imamiah karena yang menjadi dasar akidahnya adalah persoalan imam dalam arti pemimpin religio politik, yakni Ali berhak menjadi khalifah bukan hanya kecakapannya atau kemulian akhlaknya, akan tetapi juga karena ia telah ditunjuk nas dan pantas menjadi khalifah keturunannya untuk menduduki jabatan khalifah telah ada sejak Nabi wafat, yaitu dalam perbincangan politik di Saqifah Bani Sa’idah.
Syi’ah Itsna Asyariyah sepakat bahwa Ali adalah penerima Wasiat Nabi Muhammad seperti yang ditunjukkan nas. Adapun Al-ausiya (penerima wasiat) setelah Ali bin Abi Thalib adalah keturunan dari garis Fatimah, yaitu Hasan bin Ali kemudian Husen bin Ali sebagaimana yang disepakati. Setelah Husen adalah Ali Zaenal Abidin, kemudian secara berturut-turut; Muhammad Al-Baqir, Abdullah Ja’far Ash-Shadiq, Musa Al-Kahzim, Ali Ar-Rida, Muhammad Al-Jawwad, Ali Al-Hadi, Hasan Al-Askari dan terakhir adalah Muhammad Al-Mahdi sebagai imam kedua belas.
Nama dua belas (Itsna Asyari’ah) ini mengandung pesan penting dalam tinjauan sejarah, yaitu golongan ini terbentuk setelah lahirnya kedua belas imam yakni kira-kira pada tahun 260 H/878 M. Pengikut sekte ini menganggap bahwa imam kedua belas, Muhammad Al-Mahdi, dinyatakan ghaibah (occultation).  
2.    Doktrin-doktrin Syi’ah Itsna Asyariyah
Di dalam sekte Itsna Asyariyah dikenal konsep Usul Ad-Din. Konsep ini menjadi akar atau fondasi  pragmatisme agama. Konsep usuluddin mempunyai lima akar.
a.    Tauhid (The Devine Unity)
Tuhan adalah esa baik esensi maupun eksistensi-Nya. Keesaan Tuhan adalaah mutlak. Ia bereksistensi dengan sendiri-Nya. Tuhan adalah qadim. Maksudnya, Tuhan bereksistensi dengan sendirinya sebelum ada ruang dan waktu. Ruang dan waktu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan Mahatahu, Maha Mendengar, selalu hidup, mengerti semua bahasa, selalu benar dan bebas berkehendak. Keesaan Tuhan tiak murakkab (tersusun). Tuhan tidak membutuhkan sesuatu. Ia berdiri sendiri, tidak dibatasi oleh ciptaan-Nya. Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
b.    Keadilan (Tha Devine Justice)
Tuhan menciptakan kebaikan di alam semesta ini merupakan keadilan. Ia tidak pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan ketidakadilan. Karena ketidak adilan dan kelaliman terhadap yang lain merupakan tanda kebodohan dan ketidakmmpuan daan sifat ini jauh dari keabsolutan dan kehendak Tuhan.
c.    Nubuwwah (Apostleship)
Syi’ah Itsna Asyariyah percaya mutlak tentang ajaran tauhid dengan kerasulan sejak Adam hingga Muhammad dan tidak ada nabi atau rasul setelah Muhammad. Mereka percaya adanya kiamat. Kemurnian dan keaslian Al-Qur’an jauh dari tahrif, perubahan, atau tambahan.
d.    Ma’ad ( The Last Day)
Ma’ad adalah hari akhir (kiamat) untuk menghadap pengadilan Tuhan akhirat. Setiap Muslim harus yakin akan keberadaan kiamat dan kehidupan suci setelah dinyatakan bersih dan lurus dalam pengadilan Tuhan. Mati adalah periode transit dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat.
e.    Imamah (The Devine Guidance)
Imamah adalah institusi yang diinagurasikan Tuhan untuk memberikan petunjuk kepada ketuunan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir.


    SYI’AH SAB’IYAH (SYIAH TUJUH)
1.    Asal Usul Penyebutan Syi’ah Sab’iyah
Aliran Sab’iyyah adalah pengikut ‘Abdullah ibn Saba’, seorang Yahudi dari suku al-Hirah yang menyatakan diri masuk Islam. Ibunya seorang budak kulit hitam. Karena itu, ia dipanggil dengan Ibn al-Sauda’ (anak si waita hitam). Ia termasuk salah seorang yang paling keras menetang utsman dan para pejabatnya. Pemikiran dan kerusakan yang ditimbulkan olehnya berkembang secara bertahap. Temanya adalah mengenai ‘Ali ibn  Abi Thalib. Ia mengembangkan pemikiran di tengah-tengah masyarakat luas bahwa, sebagaimana dimuat dalam Taurat, setiap Nai mempunyai penerima wasiatnya, dan Ali adalah penerima wasiat Muhammad, bahkan penerima wasiat wasiat yang terbaik, sebagaimana halnya Muhammad adalah Nabi terbaik. Ia juga menyebarkan pemikiran bahwa Muhammad akan kembali ke dunia. Ia berkata, “Saya heran terhadap orang yang mengatakan bahwa ‘Isa akan kembali, tetapi tidak mengatakan bahwa Muhammad Muhammad akan kembali ke dunia,” Pada tahap berikutnya ia menegaskan bahwa di dalam diri ‘Ali bermaksud menghukum mati ‘Abdullah ibn Saba’, tetapi dicegah oleh ‘Abdullah ibn Abbas dengan mengatakan., jika engkau membunuhnya, pendukungmu akan menentangmu, padahal engkau telah bertekad untuk kembali guna memerangi penduduk Syam. “Karena itulah, ‘Ali hanya menghukum Abdullah ibn Saba’ dengan membuangnya ke Mada’an.
Istilah Syi’ah Sab’iyah (Syi’ah Tujuh) dianalogikan dengan Syi’ah Itsna Asyariyah. Istilah itu memberikan pengertian bahwa sekte Syi’ah Sab’iyah Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far Ash-Shadiq, dan Ismail bin Ja’far. Karena dinisbatkan pada imam ketujuh, Ismail bin Ja’far Ash-Shadiq, Syi’ah Islamiyah.
Berbeda dengan Syi’ah Sab’iyah, Syi’ah Itsna Asyariyah membatalkan Ismail bin Ja’far sebagai imam ketujuh karena disamping mendahuli ayahnya, Ja’far (w. 765). Sebagai penggantinya adalah Musa Al-Kadzim, adik Ismail. Syi’ah Sab’iyah menolak pembatalan tersebut, berdasarkan sistem pengangkatan imam dalam Syi’ah dan menganggap Ismail sebagai imam ketujuh dan sepeninggalannya diganti oleh putranya yang tertua, Muhammad bin Ismail.
2.    Doktrin Imamah dalam Pandangan Syi’ah Sab’iyah
Para pengikut Syi’ah Sab’iyah percaya bahwa Islam dibangun oleh tujuh pilar seperti  dijelaskan Al-Qadhi An-Nu’man dalam Da’aim Al-Islam. Tujuh pilar tersebut adalah iman,taharah, salat, zakat, saum, haji, dan jihad.
Dalam pandangan kelompok Syi’ah Sabi’yah, keimanan hanya dapat diterima bila sesuai dengan keyakinan mereka, yakni melalui walayah (kesetiaan) kepada imam zaman. Imam adalah seseorang yang menuntun seseorang yang menuntun umatnya kepada pengetahuan (ma’rifat). Dengan pengetahuan tersebut seorang mukmin yang sebenar-benarnya. Syarat-syarat seorang Imam dalam pandangan Syi’ah Sab’iyah adalah sebagai berikut:
•    Imam harus berasal dari keturunan Ali melalui perkawinannya dengan Fatimah yang kemudian dikenal dengan ahlul bait.
•    Berbeda dengan aliran Kaisaniyah, pengikut Mukhar Ats-Tsaqafi, mempropagandakan bahwa keimanan harus dari keturunan Ali melalui pernikahannya dengan seorang wanita dari Bani Hanifah dan mempunyai anak yang bernama Muhammad bin Al-Hanafiyah.
•    Imam harus berdasarkan penunjukan atau nas. Syi’ah Sab’iyah meyakini bahwa setelah Nabi wafat, Ali menjadi imam berdasarkan penunjukan khusus yang dilakukan Nabi sebelum beliau wafat.
•    Keimaman jatuh kepada anak tertua. Syi’ah Sab’iyah menggariskan bahwa seorang imam memperoleh keimaman dengan jalan wiratsah (heredity).
•    Imam harus maksum (immunity from sin an error). Sebagaimana sekte Syi’ah lainnya, Syi’ah Sab’iyah menggariskan bahwa seorang imam harus terjaga dari salah satu dosa.
•    Imam harus dijabat oleh seorang yang paling baik (best of man), berbeda dengan Zaidah, Syi’ah Sab’iyah dan Syi’ah Dua Belas tidak membolehka adanya imam mafdul.
•    Seorang Imam harus mempunyai sifat walayah, yaitu kemampuan esoteric untuk menuntun manusia kedalam rahasia-rahasia Tuhan.
3.    Ajaran Syi’ah Sab’iyah Lainnya
Ajaran Sab’iyah lainnya pada dasarnya sama dengan ajran sekte-sekte Syi’ah lainnya. Perbedaannya terletak pada konsep kemaksuman imam, adnya aspek batin pada setiap yang lahir, dan penolakannya terhadap Al-Mahdi Al-Muntadzar.
Menurut Sab’iyah, Al-Qur’an memiliki makna batin selain makna lahir. Dikatakan bahwa segi-segi lahir atau tersurat dari syariat iu diperuntukkan bagi orang awam yang kecerdasannya terbatas dan tidak memiliki kesempurnaan rohani. Dengan prinsip ta’wil, Sab’iyah menakwilkan, misalnya, ayat Al-Qur’an tentang puasa dengan menahan diri dari menyiarkan rahasia-rahasia iamm; dan ayat Al-Qur’an tentang haji ditakwilkan dengan mengunjungi imam.


     SYI’AH ZAIDIYAH
1.    Asal Usul Penamaan Zaidiyah
Disebut Zaidiyah karena sekte ini mengakui Zaid bin Ali sebagai imam kelima, putra imam keempat, Ali Zainal Abidin. Aliran Zaidiyah itu dibangun oleh Zaid ibn ‘Ali. Sepeninggal al-imam ke-V yang dijabat oleh Muhammad Al Baqir, yakni putra sulung ‘Ali Z Abidin ibn Alhussain ibn ‘Ali ibn Abu Thalib, maka aliran imamiyah tepecah dua. Kelompok ini berbeda dengan sekte Syi’ah lain yang mengakui Muhammad Al-Baqir, putra Zainal Abidin yang lain, sebagai imam kelima. Dari nama Zaid bin Ali inilah, nama Zaidiyah diambil. Syi’ah Zaidiyah merupakan sekte Syi’ah yang moderat. Abu Zahra menyatakan bahwa kelompok ini merupakan sekte yang paling dekat dengan sunni.
2.    Doktrin Imamah Menurut Syi’ah Zaidiyah
Imamah sebagaimana telah disebutkan, merupakan doktrin fundamental dalam Syi’ah secara umum. Berbeda dengan doktrin imamah yang dikembangkan Syi’ah lain, Syi’ah Zaidah mengembangkan doktrin imamah tipikal. Kaum Zaidiyah menolak pandangan yang menyatakan bahwa seorang imam yag mewarisi kepemimpinan Nabi SAW. Telah ditentukan nama dan orangnya oleh Nabi, tetapi hanya ditentukan sifat-sifatnya saja.
Menurut Zaidiyah seorang imam paling tidak harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: pertama, ia merupakan keturunan ahl al-bait, baik melalui garis Hasan maupun Husein. Kedua, memiliki kemampuan mengangkat senjata sebagai upaya mempertahankan diri atau menyerang. Ketiga, memiliki kecendrungan intelektualisme yang dapat dibuktikan melalui ide dan karya dalam bidang keagamaan.
3.    Doktrin-doktrin Syi’ah Zaidiyah Lainnya.
Aliran Zaidiyah itu tidak menganut ajaran tentang al-taqiyat, yakni kemestian menyembunyikan kemestian didepan lawan, dan tidak menganut ajaran tentang al-ishmat, yakni bahwa setiap al-imam itu saci dari setiap kesalahan dan dosa apapun, dan tidak menganut ajaran tentang al-istitar, yakni bahwa al-imam itu didalam peri keadilan kekuatan tempur masih lemah mestilah merahasiakan identitas diri. 
Bertolak dari doktri tentang al-imamah-al-mafdul,Syi’ah Zaidiyah berpendapt bahwa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khatab adalah sah dari sudut pandang Islam. Dalam pandangan mereka, jika ahl al-hall wa al-‘aqd telah memilih seorang imam dari kalangan kaum muslim, meskipun ia tidak memenuhi sifat-sifat keimanan yang ditetapkan oleh Zaidiyah dan telah dibaiat oleh mereka, keimananya menjadi sah dan rakyat wajib berbaiat kepadanya.
Berbeda dengan Syia’ah lain, Zaidiyah menolak nikah mut’ah (temporer). Meskipun demikian, dalam bidang ibadah, Zaidiyah tetap cenderung menunjukkan symbol dan amalan Syi’ah pada umumnya. Dalam azan misalnya, mereka member selingan ungkapan hayya ‘alakhair al-amal, takbir sebanyak lima kali dalam salat jenazah, menolak sahnya mengusap kaus kaki (maskh al-Khuffainii), menolak imam salat yang tidak saleh dan menolak binatang sembelihan bukan muslim.


    SYI’AH GHULAT
1.    Asal Usul Penamaan Syi’ah Ghulat
Istilah Ghulat berasal dari kata ghalada-yaghlu-ghuluw artinya bertanbah dan naik. Ghala bi ad-din artinya memperkuat dan menjadi ekstrim sehingga melampaui batas. Syi’ah ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih-lebihan atau ekstim (exaggeration). Abu Zahrah menjelaskan bahwa Syi’ah ekstim (ghulat) adalah kelompok yang menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi daripada Muhammad.
Mengenai dengan sekte Syi’ah Ghulat, para mutakalimin berbeda berpendapat. Syahratani membagi sekte Ghulat menjadi 11 sekte; Al-Ghurabi membaginya menjadi 15 sekte. Sekte-sekte yang terkenal antara lain: Sabahiyah, Kamaliyah, Albaiyah, Mughriyah, Mansuriyah, Khattabiyah, Kayaliyah, Hismaniyah, Nu’miyah, Yunusiyah, dan Nasyisiyah wa Ishaqiyah.
Nama-nama sekte tersebut menggunakan nama tokoh yang membawa atau memimpinnya. Sekte-sekte ini pada mulanya hanya satu, yakni faham yang dibawa oleh Abdullah bin Saba’ yang mengajarkan bahwa Ali adalah Tuhan.
2.    Doktrin-doktrin Syi’ah Ghulat
Menurut Syahrastani, ada empat doktrin yang membuat mereka ekstrim, yaitu tanashukh, bada’, Raj’ah, dan Tasbih. Moojan Momen menambahkannya denga hulul dan ghayba.
Tanashuk adalah keluarnya roh dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain. Faham ini mengambil dari falsafah haimamahnya, sehingga ada yang menyatakan seperti Abdullah bin Muawwiyah bin Abdullah bin Ja’far bahwa roh Allah berpindah kepada Adam seterusnya kepada imam-imamsecara turun-temurun.
Bada’ adalah keyakinan bahwa Allah mengubah kehendak-Nya sejalan dengan perubahan ilmua-Nya, serta dapat memerintahkan suatu perbuatan kemudian memerintahkan yang sebaliknya.
Raj’ah ada hubungannya dengan mahdiyah. Syi’ah Ghulat mempercayai bawa imam Mahdi Al-Muntazhar akan datang ke bumi. Faham Raj’ah dan mahdiyah ini merupakan ajaran seluruh Syi’ah.
Tasbih arti menyerupakan, mempersamakan. Syi’ah Ghulat menyerupaka salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau menyerupakan Tuhan dengan makhluk, Tasbih ini diambil dari faham hululiyah dan tanasukh dengan khalik.
Huul artinya Yuhan berada pada setiap tempat, berbicara   dengan semua bahasa, dan ada pada setiap individu manusia. Hulul bagi Syi’ah Ghulat bearti Tuhan menjelma dalam diri imam sehingga imam harus disembah.
Ghayba (occullation) artinya menghilangnya Imam Mahdi. Ghayba merupakan kepercayaan Syi’ah bahwa Imam Mahdi itu ada didalam negeri ini dan tidak dapat dilihat mata biasa.


DAFTAR PUSTAKA


Anwar, Rosehan dan Abdul Rozak. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka setia. 2006
As-Shiddieqy, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Kalam/Tauhid. Jakarta: Bulan Bintang. 1992
Daudi, Ahmad. Kuliah Ilmu Kalam. Jakarta: Bulan Bintang. 1997
Madkour, Ibrahim. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta: Bumi Perkasa. 1995
Sou’yb, Joesoef. Studi Tentang Aliran-aliran dan Tokoh-tokohnya. Jakarta: Al Husna Dzikra. 1997
Zahrah, Imam Muhammad Abu. Aliran Politik dan Akidah dalam Islam. Jakarta: Logos Publishing House. 1996

Duku Padang Batung (Langsat Lanbau)

Duku Padang Batung (Langsat Lanbau) Sejarah

Dunia memaang selalu berubah, seiring dengan tuntutan zaman ditengah berlangsungnya era globalisasi, kebutuhan manusia akan tagihan lidah berimbas pada seni manisnya buah, oleh karena itu orang-orang dahulu pun mengembangkan rasa jenis buah, salah satunya duku (langsat) untuk menciptakan rasa manis atau rasa yang berbeda untuk manusia.
Asal muasal duku ini masih belum dipastikan mengingat para veteran langsat ini belum banyak yang mengkonfirmasi masalah asal muasalnya, namun salah seorang pemilik kebun, Drs. H. M. Yusuf Syu’aib, berpendapat bahwa langsat ini dulunya adalah hasil karya okulasi dari petani Belanda, namun ada juga pendapat tentang, dulu ketika zaman perang salah satu penduduk desa Durian Rabung pulang dari Belanda meyelesaikan Sarjana disana, dan mengembangkan langsat jenis ini.
Entah apa namanya orang desa sering menyebutnya “langsat kabun” yang mungkin mengandung makna  “kabun” dalam istilah banjar berarti “kebun”, sedangkan di Padang Batung sendiri lebih dikenal dengan nama “Langsat Lanbau” dan setelah di resmikan di tingkat Nasional oleh Badan Holtikultura Nasional, duku ini dinamakan “Duku Padang Batung”.

Kualitas (keunggulan)
1.   Soal rasa manis sudah dijamin.
2.   Duku ini mempunyai tekstur kulit yang lebih tebal daripada duku yang lainnya.
3.   Bentuknya lebih bulat dari pada diameter duku yang lainnya di Kal-Sel, dan yang besar bentuknya hampir sebesar telor.
4.   Duku ini lebih kental sehingga sehingga terasa lebih nikmat dilidah.
5.   Tidak mudah busuk, rasa tetap sama dalam 3 hari kedepan (setelah panen).
Harga
•    Untuk harga eceran berkisar antara Rp. 13.000 – 15.0000/kg dalam setiap jangka tahun berubah-ubah tergantung situasi pemasaran.
•    Untuk harga pembalantikan (borongan) harga berkisar Rp. 10.000 -12.000 /ton), dalam setiap jangka tahun berubah-ubah tergantung situasi pemasaran.
Informasi Lebih lanjut hubungi
-    Drs. H. M. Yusuf Syu’aib (081349489399) atau (051723981)
Tersedia bibit duku Padang Batung (Langsat Lanbau)
-    Ukuran kecil
-    Ukuran sedang
-    Ukuran besar