I.
PENGERTIAN
PENDIDIKAN DAN ILMU PENDIDIKAN
1. Pengertian
Secara Etemologis Pedagogi/Pedagogik
Istilah pendidikan/pedagogis,
berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki, dan “agogos”
artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah berarti pembantu
anak laki-laki (pada jaman Yunani kuno,
pekerjaan ybs mengantarkan anak majikannya ke sekolah). Kemudian secara kiasan
pedagogik ialah seorang ahli, yang membimbing anak kearah tujuan hidup
tertentu.
Pedagogi berarti
pendidikan yang lebih menekankan kepada praktek, menyangkut kegiatan mendidik,
kegiatan membimbing anak.
Pedagogik diartikan
dengan ilmu pendidikan yang lebih menitikberatkan kepada pemikiran dan
perenungan tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak,
mendidik anak.
Langeveld
mengemukakan bahwa paedagogi/ pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh
orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya.
Menurut Prof.
Dr. J. Hoogveld (Belanda) pedagogik /ilmu pendidikan adalah ilmu yang
mempelajari masalah membimbing anak kearah tujuan tertentu, yaitu supaya ia
kelak “mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”. Jadi Pedagogik
adalah Ilmu Pendidikan Anak.
2. Pengertian
umum istilah Pendidikan
a. Menurut
Prof. Hoogeveld, mendidik adalah membantu anak supaya anak itu kelak cakap menyelesaikan tugas
hidupnya atas tanggung jawab sendiri.
b. Menurut
Prof. S. Brojonegoro, mendidik berarti memberi tuntutan kepada manusia yang
belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai tercapainya kedewasaan
dalam arti rohani dan jasmani.
c. Menurut
Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya.
3. Pengertian
pendidikan dalam arti Luas
Pendidikan dalam
arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya,
yang berlangsung sepanjang hayat. Henderson (1959 : 44)
Menurut
Henderson, pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan,
sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik,
berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial merupakan
bagian dari lingkungan masyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk
pengembangan manusia yang terbaik dan inteligen, untuk meningkatkan kesejah-
teraan hidupnya.
Pendidikan dalam
arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya,
yang berlangsung sepanjang hayat. Henderson (1959 : 44)
Tujuan Mendidik,
Mengajar, melatih
Tujuan mendidik
ialah untuk mencapai kedewasaan. Tetapi apa arti kedewasaan itu, dan lebih umum
lagi, apa tujuan pendidikan itu dalam arti yang sebenarnya, memerlukan
pembahasan yang khusus (dibahas dalam tujuan pendidikan), karena masalahnya
tidak semudah seperti kita duga.
Tujuan
pengajaran yang menggarap kehidupan intelek anak ialah supaya anak kelak
sebagai orang dewasa memiliki kemampuan berpikir seperti yang diharapkan dari
orang dewasa secara ideal, yaitu diantaranya mampu berpikir abstrak logis,
obyektif, kritis, sistimatis analitis, sintetis, integratif, dan inovatif. Apa
arti hal-hal itu sebenarnya, akan dapat kita temukan dalam bab mengenai
pendidikan sekolah.
Tujuan latihan
ialah untuk memperoleh keterampilan tentang sesuatu. Keterampilan adalah
sesuatu perbuatan yang berlangsung secara mekanis, yang mempermudah kehidupan
sehari-hari dan dapat pula membantu proses belajar, seperti kemampuan
berhitung, membaca, mempergunakan bahasa, dsb. Baik keterampilan maupun
kemampuan berpikir akan membantu proses pendidikan, yang menyangkut pembangunan
seluruh kepribadian seseorang. (Slide Prof. Dr. Saifuddin Sabda.M.Ag.)
II.
ILMU PENDIDIKAN SEBAGAI TEORI
1. Pentingnya
Teori Pendidikan
Pendidikan
membutuhkan teori pendidikan, yang mengkaji pendidikan secara akademik, baik
secara empirik (pengalaman), yang bersumber dari pengalaman-pengalaman
pendidikannya, maupun dengan renungan- renungan, yang mecoba melihat makna
pendidikan dalam suatu lingkup yang lebih luas.
Ilmu pendidikan
harus dipelajari, karena yang akan dihadapi adalah manusia, menyangkut nasib
kehidupan dan hidup manusia, akan menyangkut harkat derajat manusia serta hak
asasinya. Perbuatan mendidik bukan perbuatan yang semberono, melainkan suatu
perbuatan yang harus betul-betul disadarinya, dalam rangka membimbing anak
kepada suatu tujuan yang akan dituju. Karena itu pendidikan membutuhkan teori
pendidikan.
Teori pendidikan
diperlukan untuk menghindari dari kesalahan-kesalahan perbuatan mendidik, yang
dapat dikategorikan kepada kesalahan teknis, kesalahan yang bersumber dari
struktur kepribadian pendidik, dan kesalahan konseptual
Kesalahan-kesalahan
teknis dalam mendidik dengan akibat-akibat yang merugikan, tidak sukar
dibetulkan atau dikoreksi. Kesalahan yang bersumber pada kepribadain pendidik
sendiri tidak mudah dibetulkan, karena mengoreksi struktur kepribadian
seseorang tidaklah mudah, dan untuk memperbaiki kepribadiannya dan prilakunya
pertama-tama memerlukan kesediaan dan kerelaan yang bersangkutan serta memakan
waktu yang lama. Dalam kesalahan mendidik secara konseptual, yaitu dalam
menjalankan proses pendidikan, pendidik kurang menyadari, bahwa kesalahannya
dapat mempunyai akibat yang mendalam pada anak didik
2. Lingkup
Kajian Ilmu Pendidikan
Pendidikan
merupakan suatu kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh manusia, memliki
lapangan yang sangat luas. Ruang lingkup lapangan pendidikan mencakup semua
pengalaman dan pemikiran manusia tentang pendidikan.
Pendidikan
sebagai suatu kegiatan manusia, dapat kita amati sebagai suatu praktek dalam
kehidupannya, seperti halnya dengan kegiatan manusia yang lain, seperti
kegiatan dalam ekonomi, kegiatan dalam hokum, beragama, dan sebagainya.
Disamping itu pula kita dapat mengkaji pendidikan secara akademik, baik secara
empirik (pengalaman), yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendi-dikannya,
maupun dengan renungan-renungan, yang mecoba melihat makna pendi-dikan dalam
suatu lingkup yang lebih luas. Yang pertama dapat disebut praktek pendidikan,
sedangkan yang kedua disebut teori pendidikan.
Antara teori dan
praktek pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, memiliki
hubungan komplementer (saling melengkapi), saling mengisi satu sama lainnya.
Seperti misalnya pelaksanaan pelaksanaan pendidikan dalam keluarga, pendidikan
di sekolah, pendidikan di masyarakat, dapat dijadikan sumber dalam menyusun
teori pendidikan, Begitu sebaliknya suatu teori pendidikan sangat bermanfaat
sebagai suatu pedoman dalam melaksanakan praktek pendidikan.
3. Manfaat
Mempelajari Teori Pendidikan
Dapat dijadikan
sebagai pedoman untuk mengetahui arah serta tujuan mana yang akan dicapai
Untuk
menghindari atau sekurang-kurangnya mengurangi kesalahan-kesalahan dalam
praktek, karena dengan memahami teori pendidikan, seseorang akanm mengetahui
mana yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, walaupun teori tersebut bukan
suatu resep yang jitu.
Dapat dijadikan
sebagai tolok ukur, sampai di mana seseorang telah berhasil melaksanakan telah
melaksanakan tugas dalam pendidikan.
III.
SISTEM
PENDIDIKAN
1.
Pengertian
Sistem Pendidikan
Sistem (Suatu
perangkat yang saling bertautan, yang tergabung menjadi suatu keseluruhan.). Pendidikan
(Suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan.)
Pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD negara republik Indonesia
tahun 1945 yang berakar pada pada nilai – nilai agama , kebudayaan nasional Indonesia
dan tanggap terhadap tuntutan zaman.
Undang – undang
dasar 1945 :
Pasal 31 ayat 1,
bahwa setiap warga berhak mendapatkan pendidikan.
Pasal 31 ayat 2, bahwa setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
Sistem
Pendidikan Nasional : Satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh yang saling
bertautan dan berhubungan dalam suatu sistem untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional secara umum.
2.
Komponen Sistem
Pendidikan
Philiph
H. Coombs
1. Tujuan
dan prioritas. Fungsinya adalah memberikan arah kegiatan sistem.
2. Peserta
didik (siswa). Fungsinya adalah belajar hingga mencapai tujuan pendidikan.
3. Pengelolaan.
Fungsinya adalah merencanakan, mengkoordinasikan, mengarahkan, dan menilai
sistem.
4. Struktur
dan jadwal. Fungsinya adalah mengatur waktu dan mengelompokan peserta didik
berdasarkan tujuan tertentu.
5. Isi
atau kurikulum. Fungsinya adalah sebagai bahan yang harus dipelajari peserta
didik.
6. Pendidik
(guru). Fungsinya adalah menyediakan bahan, menciptakan kondisi belajar dan
menyelenggarakan pendidikan.
7. Alat
bantu belajar. Fungsinya memungkinkan proses belajar-mengajar sehingga menarik,
lengkap, bervariasi, dan mudah.
8. Fasilitas.
fungsinya sebagai tempat terselenggaranya pendidikan.
9. Pengawasan
mutu. Fungsinya membina peraturan-peraturan dan standar pendidikan (peraturan
penerimaan peserta didik, pemberian nilai ujian, kriteria baku.
10. Teknologi.
Fungsinya mempermudah atau memperlancar pendidikan.
11. Penelitian.
Fungsinya mengembangkan pengetahuan, penampilan sistem dan hasil kerja sistem.
12. Biaya
(ongkos pendidikan). Merupakan satuan biaya untuk memperlancar proses
pendidikan. Fungsinya sebagai petunjuk tingkat efisiensi sistem.
3.
Sistem
Pendidikan Nasional
Di
dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional pada Pasal 13
ayat (1) disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non
formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
·
Pendidikan formal
Pendidikan
formal yang disebut juga dengan Pendidikan pesekolahan, yang sudah tidak asing
lagi kita degar yaitu ;
Pendidikan Dasar
§ Sekolah
dasar (SD), Madrasah ibtidaiyah ( MI )
§ Sekolah
menegah pertama ( SMP ), Madrasah Tsanawiyah ( Mts )
Pendidikan
Menegah
§ Sekolah
menegah atas ( SMA )
§ Madrasah
Aliyah ( MA )
§ Sekolah
Menegah Kejuruan ( SMK )
§ Madrasah
Aliyah Kejuruan ( MAK )
·
Pendidikan Nonformal
Pendidikan
nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Contoh
pendidikan nonformal yaitu :
1. Lembaga
kursus
2. Lembaga
penelitian
3. Kelompok
belajar
4. Pusat
kegiatan belajar masyarakat
Hasil
pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian peyetaraan oleh lembaga yang
ditunjukan oleh pemerintah atau pemerintahan daerah dengan mengacu pada
setandar nasional pendidikan.
·
Pendidikan Informal
Kegiatan
pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar mandiri.
Hasil pendidikan
informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta
didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
IV.
DASAR-DASAR
PENDIDIKAN
1.
Azaz Agama
Berdasarkan keyakinan kita, agama
merupakan wahyu Allah SWT, yang diturunkan untuk menjadi landasan hidup manusia
sampai akhir zaman. Oleh karena itu, agama harus menjadi landasan pendidikan.
Melalui pendidikan sebagai proses pemberdayaan SDM yang berlandaskan agama
bangsa Indonesia dapat menikmati hidup yang damai, sejahtera, adil dan makmur.[1]
2.
Azas Filosofis
Azas filosofis
sebagai salah satu fondasi dalam pelaksanaan pendidikan berhubungan dengan
sistem nilai. Sistem nilai merupakan pandangan seseorang tentang “sesuatu” yang
berkaitan dengan arti kehidupan (pandangan hidup). Bagi bangsa Indonesia,
pandangan hidupnya adalah Pancasila. Pancasila sebagai landasan filosofis
pendidikan mempunyai makna:
· Dalam merumuskan pendidikan harus dijiwai dan
didasarkan pada Pancasila
· Sistem pendidikan nasional haruslah berlandaskan
Pancasila
· Hakikat manusia haruslah diwujudkan melalui
pendidikan, sehingga tercipta manusia Indonesia yang dicita-citakan Pancasila.[2]
3.
Azas Psikologis
Dasar psikologis
berkaitan dengan prinsip-prinsip belajar dan perkembangan anak. Pemahaman
terhadap peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan
salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan
penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan.
Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap
peserta didik, sekalipun mereka memiliki kesamaan. Penyusunan kurikulum perlu
berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan
garis-garis besar pengajaran serta tingkat kerincian bahan belajar yang
digariskan.
4.
Azas Sosiologis
Dasar sosiologis
berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masayarakat. Sosiologi
pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola
interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh
sosiologi pendidikan meliputi empat bidang:
·
Hubungan
sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
·
Hubungan
kemanusiaan.
·
Pengaruh
sekolah pada perilaku anggotanya.
·
Sekolah
dalam komunitas,yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok
sosial lain di dalam komunitasnya.[3]
5.
Azas Politis (UU)
Berkaitan
erat dengan asas sosial terutama mengenai sistem pendidikan, sebelum adanya
undang-undang yang mengatur tentang otonomi daerah, sistem pendidikan di Indonesia
masih bersifat sentralistik, semua menunggu dari aturan dan kebijakan pusat
baik dari segi anggaran maupun pengelolaan kurikulumnya. Namun setelah
terbitnya undang-undang mengenai otonomi daerah, semua diserahkan sepenuhnya
pada pihak lembaga pendidikan masing-masing tanpa menunggu komando dari pusat
(desentralistik). Hal ini akan memberika keleluasaan secara adminstratif kepada masing-masing lembaga pendidikan untuk
mengatur roda birokrasinya sesuai dengan kondisi daerahnya. Adapun asas politik
sama dengan aspek ideologi seperti yang bisa kita ketahui bersama pada
negara-negara kapitalis dan negara-negara komunis. Dengan kata lain, ideologi
itulah yang ingin diterapkan di dalam negara melalui pendidikan, tetapi
pelaksanaannya harus memperhitungkan aspek administratif supaya bisa berjalan
dengan baik.
V.
VISI, MISI
PENDIDIKAN, DAN TUJUAN PENDIDIKAN
1.
Visi dan Misi Pendidikan menurut Agama
a.
Visi
"Terbentuknya Peserta Didik yang
Cerdas, Rukun, dan Muttafaqqih fi al-Din dalam Rangka Mewujudkan Masyarakat
yang Bermutu, Mandiri, dan Islami".[4]
b.
Misi
2.
Visi dan Misi Pendidikan menurut Negara
a.
Visi
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
b.
Misi
Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional
mempunyai misi sebagai berikut:
1)
Mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi
seluruh rakyat Indonesia;
2)
Membantu dan
memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini
sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3)
Meningkatkan
kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan
pembentukan kepribadian yang bermoral;
4)
Meningkatkan
keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan
ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan
standar nasional dan global; dan
5)
Memberdayakan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip
otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.[5]
3.
Tujuan pendidikan
Tujuan
Pendidikan Nasional Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa; Melalui
pendidikanlah bangsa akan tegak mampu menjaga martabat. Dalam UU 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab[6].
VI.
ANAK DIDIK
1.
Pengertian Anak
Didik
Anak
didik merupakan seseorang yang sedang berkembang, memiliki potensi tertentu,
dan dengan bantuan pendidik ia mengembangkan potensinya tersebut secara
optimal.
Pandangan
Tentang Kondisi Anak Didik
1)
Teori Imperisme (anak lahir
seperti kertas kosong (tabularasa)
2)
Teori Nativisme (anak lahir telah
membawa pembawaan masing-masing)
3)
Konvergensi
4)
Konsep Islam (Teori Fitrah)
Anak
Didik
1)
Kelemahan dan ketidakberdayaan
2)
Anak didik adalah makhluk yang
ingin berkembang
3)
Anak didik yang ingin menjadi
diri sendiri
2.
Karakteristik
Anak Didik
Karaktaeristik
Anak Didik
1)
Individu yang memiliki potensi
fisik dan psikis yang khas, sehinga merupakan makhluk yang unik.
2)
Individu yang sedang berkembang
3)
Individu yang membutuhkan
bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
4)
Individu yang memiliki kemampuan
untuk mandiri.
Fase
Perkembangan Anak Didik
1)
Bayi (0 – 2 tahun
2)
Kanak-kanak ( 3 - 7 tahun )
Petama usia 3 – 4 tahun, merupakan masa
otonomi, rasa malu dan ragu. Kedua usia 4 – 7 tahun adalah masa eksplorasi (
penyelidikan ).
3)
Anak-anak ( 7 - 12 tahun )
4)
Puber ( 12 – 14 tahun)
3.
Potensi Anak Didik
a.
Potensi Fisik
Kondisi kesehatan fisik dan
keberfungsian anggota tubuh diperoleh melalui pemeriksaan medis yang dilakukan
oleh tenaga medis dan observasi perilaku dalam mengikuti aktivitas
pembelajaran oleh guru.[7]
b.
Potensi Intelektual.
Potensi intelektual terbagi lima
kelompok, yaitu:
1)
Prestasi akademik.
2)
Kecerdasan umum, meliputi hal –
hal :
a)
kemampuan menghadapi dan
menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan tepat.
b)
memecahkan masalah;
c)
menciptkan produk di lingkungan
yang kondusif dan alamiah;
d)
kecenderungan untuk menetapkan
dan mempertahankan tujuan tertentu;
e)
kemampuan mengkritik diri
sendiri.
3)
Kemampuan Khusus / Bakat
Kemampuan
khusus atau bakat meliputi
a)
Kemampuan verbal-kebahasaan
b)
Kemampuan logis-matematis
c)
Kemampuan seni
d)
Kemampuan tilikan ruang
e)
Kemampuan badaniah-kinestetik
f)
Kemampuan musik
g)
Kemampuan antarpibadi
h)
Kemampuan kealaman
4)
Kreativitas
Kreativitas meliputi beberapa hal
a)
memiliki dorongan ingin tahu yang
besar
b)
sering mengajukan pertanyaan
c)
memiliki banyak gagasan
d)
bebas dalam menyatakan pendapat
e)
memiliki rasa keindahan
f)
menonjol dalam salah satu bidang
seni
g)
memiliki pendapat sendiri dan
mampu mengungkapkannya
h)
memiliki rasa humor tinggi
i)
daya imajinasi yang kuat
j)
orisinalitas
k)
dapat bekerja sendiri
l)
senang mencoba hal-hal baru
m)
mampu mengembangkan dan memerinci
gagasan
5)
Kepribadian
Kepribadian meliputi hal :
a)
kemampuan mengelola emosi,
b)
Kemampuan mengembangkan dan
menjaga motivasi belajar berprestasi,
c)
Kepemimpinan,
d)
Kemampuan menyesuaikan diri,
e)
Kemampuan berinteraksi dan
berkomunikasi,
f)
Responsibilitas,
g)
Orientasi nilai, moral dan
religi,
h)
Kecenderungan kebutuhan,
i)
Sikap,
j)
Kebiasaan, dan sebagainya.[8]
VII.
PENDIDIK
1.
Definisi Pendidik
Secara bahasa pendidik
adalah orang yang mendidik. Sedangkan secara istilah pendidik ialah orang
dewasa yang mempunyai rasa tanggung jawab memberikan bimbingan atau bantuan
kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohani, agar mencapai
tingkat kedewasaannya. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1991, guru diartikan sebagai orang
yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Dalam Undang-undang Guru dan
Dosen No 14 Tahun 2005 Pasal 2, guru dikatakan sebagai tenaga profesional yang
mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang
mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai
dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.[9]
2.
Hakekat Pendidik
Seorang
guru hendaklah memahami hakikat pendidik sebagai landasan berpijak dalam
melaksanakan pendidikan. Dengan demikian guru dapat melaksanakan peransebagai
pendidik yang baik.
Adapun hakikat pendidik menurut T. Raka Joni, sebagai
berikut:
·
Pendidik
sebagai agen pembaharuan, artinya ide – ide pembaharuan itu dapat
disebarluaskan oleh pendidik dan lebih jauh lagi pendidik adalah sumber dari
ide – ide pembaharuan.
·
Pendidik
adalah pimpinan dan pendukung nilai – nilai masyarat, makasudnya pendidik itu
harus lebih dahulu menjadi orang yang menghayati dan mengamalkan nilai – nilai
masyarakat. Lebih lauh lagi pendidik diharapkan dapat melanjutkan nilai – nilai
tersebut kepada subjek didiknya, dan masyarakat pada umumnya.
·
Pendidik
sebagai fasilitator memungkinkan terciptannya kondisi yang baik bagi peserta
didik untuk belajar. Misalnya dalam proses belajar mengajarpeserta didiklah
yang aktif belajar, peranan pendidik menyediakan sumber, bahan dan media yang
diperlukan dalam kegiatan tersebut.
·
Pendidik
bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik.
·
Pendidik
dituntut untuk menjadi contoh dalam pengelolaan proses belajar mengajar khususya bagi calon guru yang
menjadi peserta didik.
·
Pendidik
bertanggung jawab secara profesional untuk terus menerus meningkatkan
kemampuan. Ini berarti bahwa pendidik adalah pribadi yang harus selalu belajar.
·
Pendidik
menjunjung tinggi kode etik profesional. Bahwa guru sebagai jabatan
profesioanal tentunya mempunyai kode etik yang harus dipedomi dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.[10]
3.
Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik
Tugas-tugas dari
seorang pendidik adalah :
· Membimbing
peserta didik, dalam artian mencari pengenalan terhadap anak didik mengenai
kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya.
· Menciptakan
situasi untuk pendidikan, yaitu ; suatu keadaan dimana tindakan-tindakan
pendidik dapat berlangsung dengan baik dan hasil yang memuaskan.
· Seorang
pendidik harus memiliki pengetahuan yang diperlukan, seperti pengetahuan
keagamaan, dan lain sebagainya.
Seperti
yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali, bahwa tugas pendidik adalah
menyempurnakan, membersihkan, menyempurnakan serta membaha hati manusia untuk
Taqarrub kepada Allah SWT.
Sedangkan
tanggung jawab dari seorang pendidik adalah :
· Bertanggung
moral.
· Bertanggung
jawab dalam bidang pedidikan.
· Tanggung
jawab kemasyarakatan.
· Bertanggung
jawab dalam bidang keilmuan.
4.
Syarat-syarat
Pendidik
Syarat-syarat
umum bagi seorang pendidik adalah :
Sehat Jasmani
dan Sehat Rohani. Menurut H. Mubangit, syarat untuk menjadi seorang pendidik
yaitu :
1)
Harus beragama.
2)
Mampu bertanggung jawab atas
kesejahteraan agama.
3)
Tidak kalah dengan guru-guru umum
lainnya dalam membentuk Negara yang demokratis.
4)
Harus memiliki perasaan panggilan
murni.
Sedangkan
sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pendidik adalah :
a.
Integritas peribadi, peribadi
yang segala aspeknya berkembang secara harmonis.
b.
Integritas sosial, yaitu peribadi
yang merupakan satuan dengan masyarakat.
c.
Integritas susila, yaitu peribadi
yang telah menyatukan diri dengan norma-norma susila yang dipilihnya.
Adapun menurut
Prof. Dr. Moh. Athiyah al-Abrasyi, seorang pendidik harus memiliki sifat-sifat
tertentu agar ia dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik, seperti yang
diungkapkan oleh beliau adalah :
1)
Memiliki sifat Zuhud, dalam
artian tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari ridha Allah.
2)
Seorang guru harus jauh dari dosa
besar.
3)
Ikhlas dalam pekerjaan.
4)
Bersifat pemaaf.
5)
Harus mencintai peserta didiknya.
VIII. LINGKUNGAN
PENDIDIKAN
1.
Pengertian
Lingkungan Pendidikan
Lingkungan
adalah merupakan tempat berlangsungnya pendidikan.
Dalam Sistem
Pendidikan Nasional dikenal tiga lingkungan pendidikan, yaitu:
1)
lingkungan keluarga,
2)
lingkungan pendidikan sekolah,
dan
3)
lingkungan masyarakat.
Ketiga
lingkungan pendidikan tersebut berfungsi
sebagai wahana yang dilalui anak didik untuk mengembangkan potensi diri
dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan, dan
sekaligus untuk mencapainya.
2.
Macam-Macam
Lingkungan Pendidikan
a. Keluarga
Keluarga
merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama
dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua
bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar
tumbuh dan berkembang dengan baik.
Karakteristik
pendidikan di dalam keluarga:
·
Pendidikan di dalam keluarga lebih menekankan pada pengembangan karakter
· Peserta
didiknya bersifat heterogen
·
Isi pendidikannya tidak terprogram secara formal/tidak ada kurikulum
tertulis
· Tidak
berjenjang
·
Waktu pendidika tidak terjadwal secara ketat, relative lama.
· Cara
pelaksanaan pendidikan bersifat wajar
· Evaluasi pendidikan tidak sistematis dan incidental
· Credentials tidak ada dan tidak penting.
Pendidikan di dalam keluarga berfungsi:
·
Sebagai pengalaman pertama masa
kanak-kanak
· Menjamin
kehidupan emosional anak
· Menanamkan
dasar pendidikan moral
· Memberikan
dasar pendidikan social
· Meletakkan
dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
b.
Sekolah
Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja
dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat semakin
penting peran sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam
proses pembangunan masyarakat. Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan
anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya.
Komponen utama sekolah ialah guru,
siswa, dan kurikulum.
Karakteristik pendidikan di
sekolah:
·
Secara faktual, pendidikan di sekolah lebih menekankan kepada
pengembangan kemampuan intelektual
· Peserta
didiknya bersifat homogen
·
Isi pendidiknya terprogram secara formal/kurikulumnya tertulis
· Berjenjang
dan berkesinambungan
·
Waktu pendidikan terjadwal secara ketat, relatif lama.
·
Cara pelaksanaan pendidikan bersifat formal
· Evaluasi
pendidikan dilaksanakan secara sistematis
· Credentials
ada dan penting.
Fungsi pendidikan di sekolah:
1)
Fungsi transmisi (konservasi)
kebudayaan masyarakat
2)
Fungsi sosialisasi (memilih dan mengajarkan peranan sosial)
3)
Fungsi integrasi sosial
4)
Fungsi mengembangkan kepribadian
anak didik
5)
fungsi mempersiapkan anak didik untuk suatu pekerjaan
6)
Fungsi inovasi/mentransformasi masyarakat dan kebudayaannya.
c.
Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang
terintegrasi, menempati daerah tertentu, dan mengikuti suatu cara hidup atau
budaya tertentu. Masyarakat dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : masyarakat
pedesaan dan masyarakat perkotaan.
Ruang lingkup lingkungan pendidikan di masyarakat
melingkupi pendidikan nonformal (kursus,
pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, dan
sebagainya) dan pendidikan informal (contohnya: adat kebiasaan, pergaulan anak sebaya, upacara adat, pergaulan di
lingkungan kerja, permainan, pagelaran kesenian, dan lain-lain).
Karakteristik pendidikan di masyarakat:
· Secara
faktual tujuan pendidikannya lebih menekankan pada pengembangan keterampilan
praktis
· Peserta
didiknya bersifat heterogen
· Isi
pendidikannya ada yang terprogram secara tertulis, ada pula yang tidak
terprogram secara tidak tertulis.
· Dapat
berjenjang dan berkesinambungan dan dapat pula tidak berjenjang dan tidak
berkesinambungan.
· Waktu
pendidikan terjadwal secara ketat atau tidak terjadwal, lama pendidikannya
relative singkat
· Cara
pelaksanaan pendidikan mungkin bersifat artifisial mungkin pula bersifat wajar.
· Evaluasi
pendidikan mungkin dilaksanakan secara sistematis dapat pula tidak sistematis
· Credentials
mungkin ada dan mungkin pula tidak ada.
Adapun fungsi
masyarakat sebagai lingkungan pendidikan sebagai tempat bagi anak untuk
memperoleh pengalaman dalam berbagai hal. Anak memperoleh pengalaman dengan
lingkungan alam, pengalaman bergaul dengan orang lain (selain di rumah dan di
sekolah), dan anak juga belajar tentang nilai dan peranan apa yang seharusnya
mereka lakukan di masyarakat.
3.
Pengaruh
Lingkungan Pendidikan Terhadap Proses Dan Hasil Pendidikan
Pendidikan
merupakan sebuah proses, bukan hanya sekedar mengembangkan aspek intelektual
semata atau hanya sebagai transfer pengetahuan dari satu orang ke orang lain
saja, tapi juga sebagai proses transformasi nilai dan pembentukan karakter
dalam segala aspeknya. Dengan kata lain, pendidikan juga ikut berperan dalam
membangun peradaban dan membangun masa depan bangsa.
Peran
pendidikan bagi suatu bangsa sangat penting. Dan itu tidak bisa di pungkiri
lagi, sehingga pendidikan dan pengajaran mutlak diperlukan bukan hanya untuk
membangun suatu peradaban yang lebih bagus tapi itu merupakan kewajiban bagi
setiap orang. Sebagian orang menjadikan ta’lim dan ta’allum (belajar dan
mengajarkan ilmu) bukan sebagai kewajiban, tapi sebagai kebutuhan, dalam arti
bahwa ta’lim dan ta’allum merupakan thariqah (jalan hidup). Bukan hanya sekedar
konsepsi tapi sudah menjadi tradisi.
Sebagaimana
Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad SAW mengandung implikasi
kependidikan yang bertujuan untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin (rahmat
bagi sekalian alam). Di dalamnya terkandung suatu potensi yang mengacu kepada
dua fenomena perkembangan, yaitu :
1.
Potensi psikologis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi sosok pribadi yang
berkualitas bijak dan menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk
lainnya.
2.
Potensi perkembangan kehidupan manusia sebagai ‘khalifah’ di muka bumi yang
dinamis dan kreatif serta responsif terhadap lingkungan sekitarnya, baik yang
alamiah maupun yang ijtima’iyah dimana Tuhan menjadi potensi sentral
perkembangannya.
IX.
ALAT DAN MEDIA
PENDIDIKAN
1.
Pengertian Alat
Dan Sarana Pendidikan
Secara umum,
alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan
Menurut
Langeveld (1971), alat pendidikan adalah suatu perbuatan atau situasi yang
dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
Menurut Crow dan
Craw alat-alat pendidikan sama dengan alat-alat pengajaran, seperti : Rencana
pelajaran, Tempat duduk anak, Ruangan-ruangan kelas, dsb
2.
Jenis-Jenis Alat
Dan Sarana Pendidikan
Menurut Umar
Tirtoharjo (1994), alat-alat pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi : Alat
pendidikan preventif, dimaksudkan untuk mencegah anak sebelum ia berbuat
sesuatu yang tidak baik; Alat pendidikan kuratif, dimaksudkan untuk
memperbaiki, karena anak didik telah melakukan pelanggaran sesuatu atau telah
berbuat sesuatu yang buruk.
Ahmad
D. Marimba membagi alat pendidikan ke dalam tiga bagian :
1) Alat-alat
yang memberikan perlengkapan berupa kecakapan berbuat dan pengertian hafalan.
Alat-alat ini dapat pula disebut alat-alat pembiasaan.
2) Alat-alat
untuk memberi pengertian, membentuk sikap, minat dan cara berfikir.
3) Alat-alat
yang membawa ke arah keheningan batin, kepercayaan dan pengarahan diri
sepenuhnya kepada-Nya.
Disamping
pembagian di atas, D. Marimba juga membagi alat pendidikan ke dalam dua bagian
yaitu :
Ala-alat
langsung, yaitu alat-alat bersifat menganjurkan sejalan dengan maksud usaha
(alat-alat positif).
Alat-alat
tidak langsung, yaitu alat-alat yang bersifat pencegahan dan pembasmian hal-hal
yang bertentangan dengan maksud usaha.
Macam-Macam
Alat Dan Penggunaannya
a)
Pembiasaan
Anak-anak dapat menurut dan taat kepada
peraturan-peraturan dengan jalan membiasakannya dengan perbuatan-perbuatan yang
baik, di dalam rumah tangga atau keluarga, di sekolah dan juga di tempat lain.
Supaya pembiasaan itu dapat lekas tercapai dan baik
hasilnya, harus memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain :
a. Mulai membiasaan itu
sebelum terlambat, jadi sebelum anak itu mempunyai
kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan.
b. Pembiasaan itu hendaklah terus menerus (berulang-ulang)
dijalankan secara teratur sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang
otomatis. Untuk itu dibutuhkan pengawasan.
c. Pembiasaan hendaklah konsekuen, bersikap tegas dan tetap teguh
terhadap pendiriannya yang telah diambilnya.
d. Pembiasaan yang mula-mulanya mekanistis itu harus makin
menjadi pembiasaan yang disertai kata hati anak itu sendiri
b)
Pengawasan
Pengawasan itu penting sekali dalam mendidik anak. Tanpa
pengawasan berarti membiarkan anak berbuat sekehendaknya anak tidak akan dapat
membedakan yang baik dan yang buruk, tidak mengetahui mana yang seharusnya
dihindari atau tidak senonoh dan mana yang boleh dan harus dilaksanakan, mana
yang membahayakan dan mana yang tidak.
Tetapi pendapat para ahli didik sekarang umumnya, sependapat
bahwa pengawasan adalah alat pendidikan yang penting dan harus dilaksanakan,
biarkan secara berangsur-angsur anak itu harus diberi kebebasan. Pendapat yang
akhir ini mengatakan bukankah kebebasan itu yang dijadikan pangkal atau
permulaan pendidikan, melainkan kebebasan itu yang hendak diperoleh pada
akhirnya.
c)
Perintah
bukan hanya apa yang keluar dari mulut seseorang yang
harus dikerjakan oleh orang lain. Melinkan dalam hal ini termasuk pula
peraturan-peraturan umum yang harus ditaati oleh anak-anak. Tiap-tiap perintah
dan peraturan dalam pendidikan mengandung norma-norma kesusilaan, jadi bersifat
memberi arah ke
yang lebih baik.
Syarat-syarat memberi perintah antara lain :
a. Perintah hendaknya terang dan singkat, jangan terlalu
banyak komentar, sehingga mudah dimengerti oleh anak.
b.
Perintah hendaknya disesuaikan dengan keadaan dan umur anak sehingga jangan
sampai memberi perintah yang tidak mungkin dikerjakan oleh anak itu. Tiap-tiap
perintah hendaknya disesuaikan dengan kesanggupan anak.
c. Kadang-kadang perlu pula kita mengubah perintah itu
menjadi suatu peritah yang lebih bersifat permintaan sehingga tidak terlalu
keras kedengarannya. Hal ini berlaku lebih-lebih terhadap anak yang sudah
besar.
d. Janganlah terlalu banyak dan berlebihlebihan memberi
perintah,sebab dapat mengakibatkan anak itu tidak patuh, tetapi menentang,
pendidik hendaklah hemat akan perintah. Pendidik hendaklah konsekuen terhadap apa yang telah diperintahkannya,
suatu perintah yang harus ditaati oleh seorang anak, berlaku pula bagi anak
lain.
e. Suatu perintah yang bersifat mengajak, sipendidik turut
melakukannya, umumnya lebih ditaati oleh anak-anak dan dikerjakannya dengan
gembira.
d)
Larangan
Di samping memberi perintah, sering pula kita harus
melarang perbuatan anak-anak. Larangan itu biasanya kita keluarkan jika anak
melakukan sesuatu yang tidak baik, yang merugikan, atau dapat membahayakan
dirinya.
Seorang ayah dan ibu yang sering melarang perbuatan
anaknya, dapat mengakibatkan bermacam-macam sifat atau sikap yang kurang baik
pada anak itu, seperti : Keras kepala atau melawan, Pemalu dan penakut, Perasaan
kurang harga diri,
Kurang mempunyai perasaan tanggung jawab, Pemurung atau pesimis, Acuh tak
acuh terhadap sesuatu (apatis) dan sebagainya.
Syarat-syarat yang harus diperintahkan dalam melakukan
larangan diantaranya :
a. Sama halnya dengan perintah, larangan itu harus diberikan
dengan singkat, supaya dimengerti maksud larangan itu.
b. Jangan terlalu sering melarang, akibatnya tidak baik bagi
anak-anak yang masih kecil, larangan dapat dicegah dengan membolehkan perhatian
anak kepada sesuatu yang lain, yang menarik minatnya.
e)
Ganjaran
Ganjaran adalah salah satu alat pendidikan yang untuk
mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa senang karena perbuatan atau
pekerjaannya mendapat penghargaan. Pendidik bermaksud suapaya dengan ganjaran
itu anak menjadi lebih giat lagi usahanya untuk mempertinggi prestasi yang
telah dicapainya untuk bekerja atau berbuat lebih lagi.
Beberapa macam perbuatan atau sikap pendidik yang dapat
merupakan ganjaran bagi anak didiknya.
a. Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan suatu
jawaban yang diberikan oleh seorang anak.
b. Guru memberi kata-kata yang menggembirakan (pujian)
seperti, ”Rupanya sudah baik pula tulisanmu, mun, kalau kamu terus berlatih,
tentu akan lebih baik lagi”.
c.
pekerjaan dapat juga menjadi suatu ganjaran. Contoh ”Engkau akan segera
saya beri soal yang lebih sukar sedikit, Ali, karena yang nomor 3 ini
rupa-rupanya agak terlalu baik engkau kerjakan.
d. ganjaran dapat juga berupa benda-benda yang menyenangkan
dan berguna bagi anak-anak. Misalnya pensil, buku tulis, gula-gula atau makanan
yang lain.
f)
Hukuman
Hukuman adalah alat pendidikan yang tidak lepas dari
sistem kemasyarakatan serta kenegaraan yang berlaku pada waktu itu, dengan kata
lain hukuman adalah penderitaan yang diberikan atai di timbulkan dengan sengaja
oleh seseorang.
3. Pengaruh Alat Dan Media Pendidikan Bagi Proses
Dan Hasil Pendidikan
X.
SARANA DAN
PRASARANA PENDIDIKAN
1. Pengertian
sarana dan prasarana pendidikan
Sarana pendidikan adalah semua
perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan
dalam proses pendidikan di sekolah. Adapun prasarana pendidikan adalah
semua komponen perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung
menunjang pelaksanaan proses pendidikan.
Jadi, sarana dan prasarana pendidikan
adalah semua komponen yang sacara langsung maupun tidak langsung menunjang
jalannya proses pendidikan untuk mencapai tujuan dalam pendidikan itu sendiri.
Menurut keputusan menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 079/ 1975, sarana
pendididkan terdiri dari 3 kelompok besar yaitu:
a)
Bangunan dan perabot sekolah
b)
Alat-alat pelajaran, yang terdiri
dari alat-alat peraga, laboratorium, dan pembukuan
c)
Media pendidikan yang dapat di
kelompokkan menjadi audiovisual yang menggunakan alat penampil dan media yang
tidak menggunaakan alat penampil.[11]
2. Jenis-jenis sarana dan prasarana pendidikan
Sarana pendidikan diklasifikasikan
menjadi:
a)
Habis tidaknya dipakai
Yaitu sarana pendidikan yang habis dipakai
(kapur tulis, bahan praktikum, dsb) dan sarana pendidikan yang tahan lama
(contoh: bangku, papan tulis, globe, dan lain-lain)
b)
Bergerak tidaknya saat dipakai
Terbagi menjadi (1) sarana pendidkan
yang dapat digerakan, seperti bangku, meja, dan lain-lain (2) sarana pendidikan
yang tidak bisa atau relatif sulit untuk digerakan, misalnya saluran PDAM.
c)
Hubungannya dengan proses belajar
mengajar
Ditinjau dari hubungannya dengan proses
belajar mengajar, sarana pendidikan dibagi menjadi alat pelajaran, alat peraga,
dan media pelajaran.
Sedangkan prasarana pendidikan di
sekolah dapat diklasifikasikan menjadi:
· Prasarana
pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar.
Seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktek keterampilan dan ruang
laboratorium
· Prasarana
sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar-mengajar,
tetapi secara langsung sangat menunjang proses belajar-mengajar. Misalmya ruang
kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang UKS,
dan parkir kendaraan.[12].
3.
Peran sarana dan prasarana pendidikan bagi proses dan hasil pendidikan
Peran Sarana
Pendidikan
Sebagai Alat kesenangan anak dalam belajar yaitu, alat
pelajaran, adalah alat yang digunakan secara langsung dalam proses belajar
mengajar, misalnya buku, alat tulis, dan
alat praktik.
Sebagai alat peraga, yaitu alat bantu pendidikan dan
pengajaran, dapat berupa perbuatan-perbuatan, atau benda-benda yang mudah
memberi pengertian kepada anak didik berturut-turut dari yang abstrak sampai
yang konkret.
Sebagai media pengajaran, yaitu sarana pendidikan yang
digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar, untuk lebih
mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan. Ada tiga jenis media, yaitu audio, visual, dan audio
visual.
Peran Prasarana
Pendidikan
Adapun peran prasarana
pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu :
a.
Prasarana pendidikan sebagai
proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik
ketrampilan, dan ruang laboratorium.
b.
Prasarana sekolah yang
keberadaannya tidak digunakan sebagai proses belajar mengajar, tetapi secara
langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar, misalnya, ruang
kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kmar kecil, ruang usaha
kesehatan sekolah, uang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir
kendaraan.
XI.
EVALUASI
PENDIDIKAN
1.
Pengertian evaluasi pendidikan
Ralp Tyler (1950) mengungkapkan bahwa evaluasi
merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam
hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagaimana
yang belum dan apa sebabnya. Definisi yang lebih luas dikembangkan oleh dua
orang ahli lain , yakni Cronbach dan Stufflebeam. Tambahan
definisi tersebut adalah bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh
mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan. (Suharsimi
Arikunto, 1999)
2.
Model-model evaluasi pendidikan
Stufflebeam membagi evaluasi
pendidikan menjadi empat ruang lingkup yaitu:
a)
Evaluasi Masukan (input)
Adalah evaluasi yang berkaitan dengan
kualitas masukan yang berupa calon peserta didik, baik menyangkut faktor
kemampuan intelektualnya maupun aspek kepribadian yang bersifat nonintelektif.
b)
Evaluasi proses
Merupakan evaluasi yang sasarannya
adalah proses belajar-mengajar, termasuk faktor instrumentalnya. Seperti
evaluasi terhadap kemampuan guru dalam mengajar, kesesuaian metode yang
digunakan oleh guru, evaluasi kurikulum, evaluasi terhadap media pendidikan,
dan evaluasi kelembagaan pendidikan.
c)
Evaluasi Produk
Adalah penilaian pendidikan yang
sasarannya hasil akhir suatu proses pendidikan, yakni peserta didik. Hal-hal
yang perlu dilakukan penilaian secara umum dikelompokan dalam dua aspek,
intelektif dan nonintelektif. Dalam prakteknya di sekolah, penilaian aspek
nonintelektif tersebut masih dijumpai banyak kesulitan, baik dalam evaluasinya,
maupun dalam penyusunan tes yang memenuhi syarat valoid dan reliabel. Oleh
karena itu kebanyakan evaluasi hanya dibatasi pada aspek intelektif dan aspek achievment
saja.
d)
Evaluasi konteks
Yakni evaluasi yang berkaitan dengan
masalah-masalah kompleks yang melibatkan masalah-masalah di luar proses
pendidikan tetapi ia secara langsung mempengaruhi proses maupun hasil pendidikan.
Evaluasi konteks ini dibatasi pada aspek environmental seperti pengaruh lingkungan sosial, budaya,
keluarga, iklim terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan. Tetapi dapat pula
meluas seperti melakukan penilaian terhadap hasil pendidikan dengan menggunakan
kriteria eksternal, contonhya mengaitkan hasil pendidikan dengan tuntutan
masyarakat kerja, tuntutan masyarakat politik, tuntutan masyarakat agama, dan
sebagainya.
Dasar pemikiran yang digunakan untuk
melakukan evaluasi konteks ini adalah bahwa sistem pendidikan apabila dilihat
dalam dimensi lebih luas, ia sebenarnya hanya merupakan sub sistem dari sistem
lain. Disamping itu sistem kependidikan
juga berinteraksi dengan sistem lain di luar kependidikan. Oleh karena itu
dalam melakukan penilaian pendidikan tidak hanya menggunakan kriteria internal
pendidikan, melainkan harus menggunakan kriteria lainnya. (M Chabib Thoha,
1996)
XII.
PERMASALAHAN
PENDIDIKAN
1.
Masalah
Kualitas
Masalalah kualitatif adalah masalah yang
menyangkut sumber daya manusia, agar bangsa Indonesia mampu mempertahankan
keberadaannya. Masalah ini termasuk pula masalah ketinggalan bangsa Indonesia
dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di tinjau dari segi
sistem pendidikan, masalah ini meliputi
kualitas calon peserta didik, guru dan tenaga pendidik lainnya, prasarana dan
sarana pendidikan. Dalam proses pengembangan pendidikan nasional penanganan aspek
kualitatif yang seimbang dan dinamis, sehingga dihasilkan lulusan dalam jumlah yang besar dan
berkualitas tinggi. Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas
pendidikan, khususnya di Indonesia yaitu :
a. Faktor internal, meliputi jajaran dunia
pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan
juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini, interfensi dari pihak-pihak
yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga
dengan baik.
b. Faktor eksternal, adalah masyarakat pada
umumnya. Dimana,masyarakat merupakan icon pendidikan dan merupakan
tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
2.
Masalah
Relevansi
Masalah relevansi adalah masalah yang timbul karena tidak
sesuainya sistem pendidikan dengan pembangunan nasional serta kebutuhan
perorangan, keluarga dan masyarakat, baik dalam jangka pendek maupun dalam
jangka panjang. Pendidikan merupakan faktor penunjang bagi pembangunan
ketahanan nasional, oleh karena itu, perlu keterpaduan didalam perencanann dan
pelaksanaan pendidikan dengan pembangunan
nasional tersebut. Sebagai contoh, pendidikan disekolah harus
dilaksanakan berdasarkan kebutuhan nyata dalam gerak pembangunan nasional,
serta memperhatika ciri - ciri ketenagaan yang diperlukan sesuai dengan keadaan
lingkungan di wilayah - wilayah lingkungan tertentu.
3.
Masalah
Efektifitas
Masalah efektifitas adalah masalah yang menyangkut
keampuhan pelaksanaan pendidikan nasional. Pelaksanaan pendidikan nasional
dikatakan efektif apabila tujuan pendidikan yang telah ditetapkan tercapai, baik secara kuantitas maupun
kualitas. Masalah ini berkaitan dengan kurikulum, guru, supervise/ pengawas,
dan masukan instrumental lainnya.[13]
XIII. KEWIBAWAAN
DALAM PENDIDIKAN
1. Pengertian Kewibawaan
Konsep
kewibawaan diadopsi dari bahasa Belanda yaitu ”gezaq” yang berasal dari kata
“zeggen” yang berarti “berkata”. Siapa yang perkataannya mempunyai
kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti mempunyai kewibawaan atau
gezaq terhadap orang itu. Kewibawaan itu ada pada orang dewasa, terutama
orang tua. Kewibawaan yang ada pada orang tua (ayah dan ibu) adalah asli. Orang
tua dengan langsung mendapat tugas secara natural dari Tuhan untuk mendidik
anak-anaknya, suatu hak yang tidak dapat dicabuk, karena terikat oleh
kewajiban.
2. Macam- Macam Kewibawaan
a)
Kewibawaan
Pendidikan
Orang tua
bertujuan memelihara keselamatan anak-anaknya, agar mereka dapat hidup terus,
dan selanjutnya berkembang jasmani dan rohaninya menjadi manusia dewasa.
Kewibawaan pendidkan berakhir jika anak itu sudah menjadi dewasa. Nasihat yang
diterima atau yang dimintanya dari orang tua meskipun orang yang meminta atau
menerima nasihat itu sudah dewasa, itu juga baik dan banyak yang dituruti.
b)
Kewibawaan
Keluarga
Keluarga
merupakan masyarakat kecil yang memiliki peraturan yang harus dipatuhi dan
dijalankan. Tiap anggota keluarga harus patuh terhadap peraturan tersebut. Jadi
orang tua sebagai kepala keluarga mempunyai kewibawaan terhadap anggota
keluarganya. Kewibawaan keluarga bertujuan untuk memelihara keselamatan
keluarga.
c)
Kewibawaan Guru dalam
Pendidikan
Kewibawaan
pendidikan yang ada pada orang tua, guru atau pendidik karena jabatan berkenaan
dengan jabatan sebagai pendidik, telah diserahi sebagian orang tua untuk
mendidik anak-anak. Selain itu guru atau pendidik karena jabatan menerima
kewibawaannya sebagian lagi dari pemerintah yang mengangkatnya mereka.
Kewibawaan yang ada pada guruterbatas oleh banyaknya anak-anak yang diserahkan
kepadanya dan setiap tahun berganti murid.
d)
Kewibawaan
Memerintah
Disamping
memiliki kewibawaan pendidikan, guru atau pendidik karena jabatannya juga
mempunyai kewibawaan memerintah. Mereka diberi kekuasaan (gezaq) oleh
pemerintah atau instansi yang mengangkatnya. Kekuasaan (kewibawaan) meliputi
pimpinan kelas; disitulah anak-anak telah diserahkan kepadanya. Bagi kepala sekolah
kewibawaan ini lebih luas, meliputi pimpinan sekolahnya.
3. Alat Kewibawaan
Kepercayan
Pendidik harus
percaya bahwa anak didiknya mampu berdiri sendiri, pendidik harus percaya bahwa
lambat laun anak didiknya mampu mencapai kedewasaan.Kepercayaan pendidik
terhadap anak didik semacam itu akan memberi dorongan,keberanian,keyakinan dan
keinginan pada diri anak didik untuk berusaha agar menjadi dewasa.Karena kasih
sayangnya, pendidik akan melindungi, membantu dan melakukan tindakan tindakan
lain demi anak didiknya.adapun karena pendidik percaya bahwa anak didiknya akan
mampu mencapai kedewasaan,maka pendidik juga akan memberikan kesempatan kepada
anak didiknya untuk melindungi dan membantu dirinya sendiri.pendidik akan
memberikan “pengawasan” yang wajar sehingga anak didik akan tetap bebas dan
berani mengambil keputusan atau menentukan sikap dan tindakanya sendiri.
Kedewasaan
Pendidik
seharusnya adalah orang dewasa,artinya orang yang mampu menentukan diri atas
tanggung jawab sendiri,dan turut serta secara kondtrukti dalam kehidupan masyarakat
dimana ia hidup. Kedewasaan ini merupakan bentuk yang mempunyai dua arti yaitu:
individualis, artinya
bahwa orang dewasa itu telah menjadi manusia (pribadi) tertentu sebagai
kesatuan nilai-nilai dan norma-norma yang diidentifikasikan oleh manusia
tertentu tadi Orang dewasa adalah orang yang sudah jelas siapa sesungguhnya
dirinya, memiliki kelebihan, keterampilan, sikap, nilai, dan norma dibanding
anak , adapun semua itu harus direlisasikan dalam setiap perbuatannya. dalam pergaulan
pendidikan, terintegrasinya pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, norma pada
diri pendidik sangatlah ideal. Sebab, hal ini merupakan metode mendidik dalam
mempengaruhi anak didik yang akan turut menentukan keberhasilan pencapaian
tujuan pendidikan. M.J. Langeveld mengemukakan bahwa cara mendidik itu memang
dapat dipelajari sebagai suatu cara,dan cara mendidik itu merupakan cara
pribadi seorang pendidik tertentu. Pendidik merupakan teladan bagi anak
didiknya. Berdasarkan prinsip tersebut maka jelaslah bagi kita,bagi pendidikan
susila yang oleh pendidik yang asusila, ataupun pendidikan disiplin yang
dilakukan oleh orang yang tidak disiplin, tidak akan sanggup menciptakan syarat
positip bagi perkembangan anak untuk menjadi orang yang bersusila dan disiplin.
Pengetahuan
Dalam pergaulan
pendidikan, pendidik adalah pemangku kewibawaan, pendidik harus
mengidentifikasi anak didiknya dan berdentifikasi terhadap anak didiknya
sebagai penerima kewibawaan, artinya pendidik harus mengenali siapa hakikatnya
anakl didik itu dan bertindak hendaknya dengan mempertimbangkan tentang
hakikatnya anak didiknya itu, karena dengan mengidentifikasi anak didiknya, pendidik
dapat mengenali berbagai karakeristik (seperti :tingkat kemampuan berfikir anak
didik, minat dan bakat anak didik,dsb) akan
mengetahui kepentingan anak didik dan memahami pentingnya menjaga anak didik.
Mandiri dan
Bertanggung Jawab,
Apabila
dibandingkan dengan anak, pendidik harus sudah memiliki kelebihan baik dalam
hal pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, norma dsb. Sedangkan anak didik
merupakan orang yang belum mandiri dan belum mampu bertanggung jawab,sehingga
masih tergantung pada orang dewasa.
4. Faktor-Faktor Kewibawaan
Kewibawaan tidak
semata-mata ditentukan oleh hal-hal yang bersifat lahiriah (badaniah), sebab
itu kewibawaan pendidik tidak akan muncul karena diturunkan secara genetika
dari oreang tuanya.ataupun dapat turun maupun hilang dengan sendirinya.menurut
M.J. Langeveld ( 1980:40-65) dalam hubungannya dengan anak
didik,kewibawaan pendidik akan tertentukan oleh berbagai faktor,yaitu:
§ kasih
sayang terhadap anak didik
§ kepercayaan
bahwa anak akan mampu dewas
§ kedewasaan
§ identifikasi
terhadap anak didik
§ tanggung
jawanb pendidikan
[1]
http://blog.umy.ac.id/painah/2012/01/09/asas-dan-landasan-landasan-pendidikan/ diakses tanggal 9 Des 2012
[2]
http://qym7882.blogspot.com/2009/03/asas-asas-pendidikan-dan-penerapannya.html
diakses tanggal 18 Des 2012
[3]
http://qym7882.blogspot.com/2009/03/asas-asas-pendidikan-dan-penerapannya.html
www.google.com
diakses tangaal 7 Des 2012
[4]
http://www.pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=visimisipendis
diakses tanggal 20 Des 2012
[5]
http://tunas63.wordpress.com/2008/11/07/visi-misi-dan-tujuan-pendidikan-nasional/
diakses tanggal 2 Jan 2012
[6]
http://tunas63.wordpress.com/2008/11/07/visi-misi-dan-tujuan-pendidikan-nasional/
diakses tangl 2 Des 2012
[8] http://djangkrigdjoloendo.blogspot.com/2012/03/potensi-dan-karakteristik-tingkahlaku.html diakses
tanggal 2 Jan 2012
[10] Zahara Idris dan Lisma
Jamal, pengantar pendidikan1 ,(PT. Gramedia widiasarana indonesia:
jakarta,1992).hlm 35
[11]http://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/12/administrasi-sarana-dan-prasarana-pendidikan.html
diakses tanggal 12 Jan 2013
[12] http://galerypendidikan.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-jenis-jenis-sarana.html
diakses tanggal 12 Jan 2013
[13] Zahara Idris dan Lisna Jamal, Pengantar Pendidikan 2, (PT.Gramedia
Widiasarana Indonesia: Jakarta, 1992). Hlm. 60-61
Blog ini bermanfaat sekali , Thanks gan !!
ReplyDeletebisnistiket.co.id