1. Kemampuan
Pemecahan Masalah.
Pemecahan
masalah adalah suatu proses kognitif yang membuka peluang pemecah masalah untuk
bergerak dari suatu keadaan yang tidak diketahui bagaimana pemecahannya ke
suatu keadaan tetapi tidak mengetahui bagaimana cara memecahkannya.
2. Kemampuan Penalaran.
Kemampuan penalaran
adalah sebagian hasil dari cara kita berfikir, penalaran biasanya berhubungan
dengan logika.
3. Kemampuan
Komunikasi Matematis.
Kemampuan
komunikasi matematis dalam pemecahan masalah adalah kemampuan menganalisis,
menilai pemikiran dan strategi matematis orang lain dan menggunakan bahasa
matematika untuk menyatakan ide matematika dengan tepat.
4. Kemampuan
Koneksi Matematis
Kemampuan
koneksi matematis adalah kemampuan menghubungkan suatu materi yang satu dengan
materi yang lain atau dengan kehidupan sehari-hari.
5. Kemampuan
Representasi Matematis.
Kemampuan
representasi matematis merupakan penggambaran, penerjemahan, pengungkapan,
penunjukkan kembali, pelambangan, atau permodelan, gagasan konsep dalam
matematika, dan hubungan diantara yang termasuk dalam suatu konfigurasi,
konstruksi, atau situasi tertentu yang ditampilkan siswa dalam berbagai bentuk
sebagai upaya memperoleh kejelasan makna, menunjukkkan pemahamannya atau
mencari solusi dari masalah yang dihadapinya.
6. Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa.
Berpikir kritis
adalah proses terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti
memecahkan masalah, mengambil keputusan dan menganalisis asumsi.
7. Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis.
Kemampuan berpikir
kreatif matematis adalah tingkat kemampuan berpikir matematik yang meliputi
komponen-komponen keaslian, elaborasi, kelancaran dan keluwesan.
8. Kemampuan Literasi
Matematika.
Literasi matematika
adalah kemampuan individu, untuk merumuskan, mempekerjakan, dan menafsirkan
matematika dalam berbagai konteks.
9. Kecerdasan
Majemuk Siswa (Multiple Intelligences).
Kecerdasan
majemuk adalah teori kecerdasan yang dikemukakan oleh Howard Gardner. Ia menyebutkan tujuh jenis kecerdasan yaitu
kecerdasan verbal/linguistik,
kecerdasan visual/spasial, kecerdasan
logis-matematis, kecerdasan musik,
kecerdasan tubuh/kinestetik,
kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal, dan dalam buku
terakhirnya, Gardner menambahkan dua jenis kecerdasan lain yaitu kecerdasan naturalis dan kecerdasan eksistensial.
10. Gaya
Kognitif Field Dependent-Independent.
Gaya kognitif
adalah cara mempersepsi informasi yang berasal dari lingkungan sekitar. Salah
satu perbedaan individu dalam gaya kognitif adalah dalam hal kebergantungan
lapangan (field dependent) dan
ketidakbergantungan lapangan (field
independent).
11. Gaya
Belajar Siswa.
Gaya belajar
merupakan kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta
mengolah informasi. Gaya belajar dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu visual,
auditorial, dan kinestetik.
12. Pendidikan Karakter
Pada Pembelajaran Matematika.
Pendidikan
karakter terintegrasi dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai,
fasilitas yang diperolehnya secara sadar akan pentingnya nilai-nilai, dan
penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari
melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas
pada semua mata pelajaran.
13. Sikap
Siswa Terhadap Matematika.
Sikap memainkan
peranan yang sangat penting dalam belajar matematika. Pertama, suatu sikap
dianggap sebagai tujuan dalam pembel-ajaran matematika. Kedua, sikap positif
terhadap matematika menyebabkan siswa mau belajar matematika.
14. Kemampuan Spasial.
Kemampuan spasial
merupakan daya ingat/daya pikir seseorang terhadap keruangan.
15. Kemampuan Awal Siswa.
Kemampuan awal siswa
adalah kemampuan pengetahuan dan pengalaman individu yang diperoleh sepanjang
perjalanan hidup mereka, yang akan ia bawa kesuatu pengalaman belajar baru.
16. Adversity Quotients (AQ) siswa.
AQ adalah suatu
potensi/kemampuan atau suatu bentuk kecerdasan yang melatarbelakangi seseorang
dapat mengubah hambatan atau kesulitan menjadi sebuah peluang.
17. Tipe Kepribadian Extrovert-Introvert Siswa.
Secara umum, tipe orang
extrovert mempunyai pikiran,
perasaan, dan tindakan yang terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik
lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Atau dengan kata lain orang extrovert
pikirannya tertuju ke luar sedangkan tipe orang introvert, pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan
oleh faktor subjektif dan penyesuaian dengan dunia luar kurang baik.
18. Hambatan Belajar
Siswa
Siswa secara alamiah
mengalami situasi yang dinamakan hambatan belajar (learning obstacle) dengan faktor penyebab: hambatan ontogeni
(kesiapan mental belajar), didaktik (akibat pengajaran guru) dan epistimologi
(pengetahuan siswa yang memiliki konteks aplikasi yang terbatas).
19. Proses mengamati
siswa.
Mengamati adalah
tahap awal dari serangkaian tahapan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Kegiatan
mengamati siswa ini meliputi kemampuan: melihat, menyimak, mendengar, dan
membaca yang diformulasikan pada skenario proses pembelajaran.
20. Kesalahan
dalam Menyelesaikan Soal Matematika.
Kesalahan dalam
menyelesaikan soal matematika diantaranya meliputi kurangnya memahami dan menguasai konsep matematika, kurangnya ketelitian dalam menghitung, dan salah
menghitung
suatu bentuk operasi matematika (perkalian, pembagian, pengurangan,
dan penambahan).
Sisi Lain Masalah-masalah dalam Pendidikan
Matematika
1.
Siswa memiliki kelemahan dalam
kecerdasan emosional karena terfokus pada pengembangan kognitif saja.
Siswa
memiliki perilaku yang menyimpang karena pendidikan yang berjalan cenderung
sekedar transfer ilmu (transfer of
knowledge) tidak diikuti dengan transfer nilai (transfer of value) yang memadai. Sementara itu pengembangan
kecerdasan emosional dan spiritual saat ini lebih banyak dibebankan pada mata
pelajaran agama dan pendidikan kewarganegaraan, perhatian terhadap kecerdasan
emosional dan spiritual dalam penyusunan KTSP tersebut tentu tidak hanya
berlaku untuk beberapa mata pelajaran saja, akan tetapi berlaku untuk semua
mata pelajaran termasuk mata pelajaran matematika.
Sumber: M.
Syawahid & Heri Retnawati, (2014). Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Matematika Terintegrasi dengan Pengembangan Kecerdasan
Emosional dan Spiritual. (jurnal). Diakses 25 September 2015.
2.
Terdapat siswa yang mampu memahami
materi dengan baik namun tidak mampu mengaplikasikan materi tersebut pada
masalah yang lebih kompleks.
Salah satu penyebab permasalahan
tersebut adalah siswa mengalami masalah yang berkaitan dengan kemampuan
komunikasi matematis. Pada dasarnya proses komunikasi membantu siswa dalam
membangun pemahaman dan keyakinan atas suatu ide.
Sumber: Djuwita
Amin Mahmud & Hartono, (2014). Keefektifan
Model Pembelajaran Isk Dan Di Ditinjau Dari Motivasi, Sikap, Dan Kemampuan
Komunikasi Matematis. (jurnal) Diakses 25 September 2015.
3.
Rendahnya kemampuan pemecahan masalah
matematika di Indonesia.
Berdasarkan
hasil studi TIMSS dan PISA di bidang matematika, siswa Indonesia belum mampu
menyelesaikan soal yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti
kemampuan pemecahan masalah.
Sumber: Raden
Heri Setiawan & Idris Harta, (2014). Pengaruh
Pendekatan Open-Ended Dan Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Dan Sikap Siswa Terhadap Matematika. (jurnal) Diakses 25 September
2015.
4.
Guru hanya menggunakan pendekatan
pembelajaran konvensional, dimana guru menerangkan materi sedangkan siswa hanya
mendengarkan dan mencatat sehingga siswa menjadi pasif dan kurang kreatif.
Dalam
mengajar guru harus menggunakan teknik yang memukau dan mudah dipahami siswa
serta bisa mempertahankan perhatian dan konsentrasi siswa terhadap guru.
Sumber: Hafidh
Jauhari, Tri Atmojo Kusmayadi, dan Mardiyana. (2014). Eksperimentasi
Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia dan
Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme Menggunakan Teknik Hypnosis In Teaching
Pada Materi Geometri Siswa Kelas Vii MTs Di Kabupaten Ponorogo. (jurnal) Diakses
26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id
5.
Dikalangan siswa, banyak yang memandang
bahwa matematika adalah mata pelajaran yang menakutkan dan membosankan.
Dalam
hal ini tugas seorang guru adalah bagaimana merubah paradigma dikalangan siswa
agar matematika di pembelajaran selanjutnya merupakan mata pelajaran yang asyik
dan menyenangkan.
Sumber: Eka Nur
Azizah, Budi Usodo, Riyadi, (2014). Efektivitas
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (Nht) Dengan
Pendekatan Open-Ended Pada Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Adversity
Quotients (Aq) Siswa SMA Negeri Di Kota Mataram. (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id
6.
Kemampuan komunikasi matematis siswa
dinilai masih rendah terutama keterampilan dan ketelitian dalam mencermati atau
mengenali sebuah persoalan matematika.
Ketika
diminta mengemukakan alasan logis tentang pemahamannya, siswa kadang-kadang
hanya tertuju pada bagian kecil dari teks dan menyatakan bahwa bagian ini
(permasalahan yang memuat simbol-simbol) tidak mengerti, tetapi tidak
memberikan alasan atas pernyataannya tersebut.
Sumber: Dona
Dinda Pratiwi, Imam Sujadi, Pangadi, (2014). Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pemecahan Masalah Matematika
Sesuai Dengan Gaya Kognitif Pada Siswa Kelas IX Smp Negeri 1 Surakarta Tahun
Pelajaran 2012/2013. (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id
7.
Keterlibatan siswa yang kurang intensif
dalam pembelajaran matematika dapat mengakibatkan siswa cepat lupa dengan apa
yang telah dipelajarinya.
Guru
harus membimbing siswa secara intensif guna menjaga ingatan dan pemahaman siswa
yang telah diajarkan, serta tetap kreatif menyajikan pembelajaran agar anak tidak
bosan.
Sumber: Aulia Musla
Mustika, Budiyono, Riyadi, (2014). Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Dengan Desain Didaktik untuk Mengurangi Hambatan Belajar
Siswa pada Topik Segiempat Dalam Pembelajaran Matematika SMP. (jurnal)
Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id
8.
Ketidakmampuan guru dalam memahami
proses berpikir siswa sesuai karakteristik siswanya.
Guru
hendaknya dapat memahami karakteristik dan gaya belajar siswanya agar dapat
melakukan penyesuaian terhadap siswa demi mengoptimalkan belajarnya.
Sumber: Atik
Fitriya Nurul Fajari, Tri Atmojo Kusmayadi, Gatut Iswahyudi. (2014) Profil Poses Berpikir Kritis Siswa dalam
Pemecahan Masalah Matematika Kontekstual Ditinjau dari Gaya Kognitif Field
Dependent-Independent dan Gender. (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id
9.
Siswa masih mengalami kesulitan dalam
mempelajari dan memecahkan soal-soal geometri.
Soal-soal
geometri adalah salah satu materi yang di ujikan dalam Ujian Nasional pada mata
pelajaran matematika, dalam materi ini penggunaan media menjadi salah satu
alternatif untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi geometri.
Sumber: Nur’aini
Muhassanah, Imam Sujadi, Riyadi, (2014). Analisis
Keterampilan Geometri Siswa dalam Memecahkan Masalah Geometri Berdasarkan
Tingkat Berpikir Van Hiele. (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id
10.
Banyak guru dan siswa belum memanfaatkan
sarana pembelajaran sekolah secara maksimal, serta proses pembelajaran
matematika yang hanya dengan kegiatan membahas tugas, menambah materi baru
kemudian siswa diberi tugas lagi demikian seterusnya, namun guru tidak
mengetahui bagaimana proses menyelesaikan soal.
Perlunya
pendidik untuk melakukan pembelajaran dengan kreatif merupakan sebuah tuntutan
dalam proses pembelajaran. Pada saat siswa menyelesaikan persoalan matematika,
ada baiknya guru mencermati terhadap apa yang dikerjakan dan ditulis siswa.
Sehingga guru dapat mengetahui dan melihat proses penyelesaian soal yang dikerjakan
siswa tersebut.
Sumber: Mardi,
Mardiyana, dan Triyanto, (2014). Eksperimentasi
Pembelajaran STAD dengan Media Power Point dan Model Bangun Ruang Materi Bangun
Ruang Sisi Lengkung Ditinjau dari Gaya Belajar. (jurnal) Diakses 26
September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id
11.
Masih banyak guru yang kesulitan dalam
mengimplementasikan sikap dalam pembelajaran matematika.
Kurikulum
yang baru menjadikan guru harus belajar kembali tentang bagaimana melaksanakan
dan mengintegrasikannya dalam proses pembelajaran.
Sumber:
Sulaiman, Imam Sujadi, Riyadi, (2014). Proses
Integrasi Sikap dalam Pembelajaran Matematika SMP Berdasarkan Kurikulum
2013(Studi Kasus Pada Proses Pembelajaran Kelas VII SMP Al Azhar Syifa Budi
Solo Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014). (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id
12.
Daya serap siswa pada materi peluang
yang dipelajari di kelas IX semester ganjil masuk pada lima terbawah dari
seluruh daya serap kemampuan uji yang diujikan.
Perlu
adanya metode agar ingatan dalam mempelajari materi peluang mempunyai kesan
yang mendalam, salah satu metode pembelajaran Berbasis Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) dapat menjadi salah
satu alternatif untuk meningkatkan daya serap siswa terhadap materi ini.
Sumber: Yusnita
Rahmawati1, Mardiyana2, Sri Subanti, (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Penemuan Terbimbing
(Guided Discovery) dengan Pendekatan Somatic, Auditory, Visual, Intellectual
(Savi) Pada Materi Pokok Peluang Kelas IX SMP Tahun Pelajaran 2013/2014.
(jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id
13.
Guru matematika lebih banyak melibatkan
kecerdasan logis-matematis daripada kecerdasan lain dalam mengajarkan suatu
konsep dan keterampilan matematika.
Berdasarkan
teori Kecerdasan Majemuk (Multiple
Intelligences) seorang siswa akan dapat
mempelajari suatu materi dengan baik apabila materi itu disampaikan sesuai
dengan kecerdasan yang sesuai dengan kecerdasan yang menonjol pada siswa
tersebut, beberapa siswa mungkin akan
membutuhkan kenyamanan dengan diagram dan demonstrasi fisik karena mereka
memiliki kecerdasan visual yang kuat, siswa lain yang memiliki kecerdasan
intrapersonal yang kuat mungkin akan melakukan interaksi yang lebih sehingga
pembelajaran mereka akan menjadi efektif.
Sumber: Dian
Panji Wicaksono, Tri Atmojo Kusmayadi, dan Budi Usodo, (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Matematika Berbahasa Inggris Berdasarkan Teori Kecerdasan Majemuk (Multiple
Intelligences) Pada Materi Balok Dan Kubus Untuk Kelas VIII SMP. (jurnal)
Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id
14.
Pembelajaran matematika masih
terkonsentrasi untuk mengejar nilai hasil ujian setinggi mungkin.
Ini
adalah masalah umum dalam pendidikan sekarang, karena tuntutan ada pada materi
ujian, banyak guru yang mengabaikan materi lainnya, adakalanya materi tersebut
disampaikan secara asal-asalan, bahkan ada juga yang sama sekali tidak dibahas.
Untuk itu guru perlu menyikapinya secara arif dan tetap memberikan materi
secara menyeluruh agar siswa mempunyai pengetahuan yang luas.
Sumber: Danar
Supriadi, Mardiyana, dan Sri Subanti, (2014). Analisis Proses Berpikir Siswa
Dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah Polya Ditinjau Dari
Kecerdasan Emosional Siswa Kelas VIII SMP Al Azhar Syifa Budi Tahun Pelajaran 2013/2014.
(jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id
15.
Pemanfaatan teknologi dalam bidang
pembelajaran belum maksimal.
Banyak
siswa yang kurang memanfaatkan fasilitas teknologi seperti komputer dalam
proses pembelajaran, mereka sering menggunakan komputer untuk kesenangan saja,
contohnya adalah untuk melihat film yang disukai, memutar musik, facebook, game
dan aktifitas entertainment lainnya.
Sumber: Edwin Latif Hardiyanto, Budiyono, dan Budi Usodo,
(2014). Pengembangan Multimedia
Interaktif Untuk Pembelajaran Materi Pokok Balok Siswa SMP Kelas VIII.,
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika. (jurnal) Diakses 26 September 2015
dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id
16.
Siswa sering kali menyelesaikan
permasalahan dengan menggunakan rumus atau aturan yang umum, kadang-kadang
siswa tidak dapat berpikir kritis dalam menyelesaikan suatu permasalahan karena
siswa sudah terpaku dengan rumus yang ada.
Dalam
proses pembelajaran sebaiknya guru memberikan kebebasan kepada siswa dalam
menyelesaikan program pembelajaran sesuai dengan pengalaman mereka
masing-masing sehingga setiap kelas mempunyai kemampuan berpikir yang
berbeda-beda dan proses yang berbeda pula. Sehingga siswa tidak harus selalu
terpaku pada rumus yang ada.
Sumber: Harmei
Mahar’ Aini, Mardiyana, dan Dewi Retno Sari S, (2014). Eksperimentasi
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Share Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau Dari Kreativitas Siswa Kelas
VIII SMP Negeri Se-Kabupaten Pacitan Tahun Pelajaran 2013/2014. (jurnal)
Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id
17.
Proses pembelajaran matematika yang
berlangsung di Indonesia pada umumnya adalah pembelajaran matematika lebih
difokuskan pada aspek komputasi yang bersifat algoritmik.
Berdasarkan
berbagai studi menunjukan bahwa siswa pada umumnya dapat melakukan berbagai perhitungan
matematik, tetapi kurang menunjukan hasil yang menggembirakan terkait
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika hendaknya
tidak hanya mencangkup berbagai penguasaan konsep matematika, melaikan juga
terkait dengan aplikasinya dalam kehidupan nyata seperti mengoleksi,
menyajikan, menganalisis dan menginterpretasikan data, serta
mengkomunikasikannya sangat perlu untuk dikuasai siswa.
Sumber: Djuwita
Amin Mahmud, Hartono, (2014). Keefektifan
Model Pembelajaran Isk dan Di Ditinjau dari Motivasi, Sikap, dan Kemampuan
Komunikasi Matematis. (jurnal) Diakses 26 September 2015
18.
Proses pembelajaran lebih diarahkan pada
pemberian tuntunan bagi siswa, agar bisa menyelesaikan latihan soal yang
diberikan sesuai dengan prosedur yang telah diajarkan.
Kualitas
pendidikan yang guru berikan kepada siswa sangat tergantung pada apa yang guru lakukan di dalam kelas. Dengan demikian dalam
mempersiapkan siswa untuk menjadi individu yang sukses di masa depan, guru
matematika perlu yakin bahwa pembelajaran mereka yang dilaksanakan efektif.
Sumber:
Djuwita Amin Mahmud dan Hartono, (2014). Keefektifan
Model Pembelajaran Isk dan Di Ditinjau dari Motivasi, Sikap, dan Kemampuan
Komunikasi Matematis. (jurnal) Diakses 26 September 2015
1 9.
Permasalahan pencapaian prestasi belajar
siswa yang masih relatif rendah khususnya pada materi teorema Pythagoras dan
pentingnya meningkatkan skor mathematics
self-efficacy.
Salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
menghasilkan perangkat pembelajaran matematika dengan media berbantuan komputer
pada materi teorema Pythagoras yang
valid, praktis, dan efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika dan Mathematics self-efficacy siswa. Mathematics self-efficacy adalah
keyakinan seseorang terhadap kompetensinya masing-masing untuk menyelesaikan
masalah dan tugas matematika dengan sukses.
Sumber : Erni Ayda,
Djamilah Bondan Widjajanti, (2014). Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Teorema Pythagoras Dengan Media Berbantuan Komputer. (jurnal)
Diakses 26 September 2015
20.
Ketidakmampuan guru menyesuaikan wawasan
dan kompetensi dengan tuntutan perkembangan lingkungan profesinya.
Ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK), baik sebagai substansi materi ajar maupun
piranti penyelenggaraan pembelajaran, terus berkembang. Dinamika ini menuntut
guru untuk selalu meningkatkan dan menyesuaikan kompetensinya agar mampu
mengembangkan dan menyajikan materi pelajaran yang aktual dengan menggunakan
berbagai pendekatan, metode, dan teknologi pembelajaran terkini.
Sangat membantu saya untuk penyiapan tesis.
ReplyDelete