Motto

Hidup adalah pembelajaran tak kenal henti....

Tuesday, June 26, 2012

PROSES TERPILIHNYA UMAR IBN KHATTHAB SEBAGAI KHALIFAH

Berbeda dengan proses pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah. Abu Bakar terpilih secara demokratis melalui proses perdebatan yang cukup panjang, hingga akhirnya ia terpilih sebagai khalifah yang sah. Sementara Umar Bin Khatthab diangkat melalui penunjukan yang dilakukan khalifah Abu Bakar setelah mendapatkan persetujuan dari para sahabat besar. Hal itu dilakukan khalifah guna menghindari pertikaian politik antara umat Islam sendiri. Beliau khawatir kalau pengangkatan itu dilakukan melalui proses pemilihan seperti pada masanya, maka situasinya akan menjadi keruh karena kemungkinan terdapat banyak kepentingan yang ada diantara mereka yang membuat negara menjadi tidak stabil, sehingga pelaksanaan pembangunan dan pengembangan Islam akan terhambat.[1]

Dan beberapa hari sebelum Abu Bakar wafat, balatentara Islam sedang bertempur dalam peperangan yang paling sengit yang pernah dikenal dalam sejarah masa itu. Kita katakan paling sengit karena peperangan itu ialah antara kaum Muslimin di satu pihak, melawan tentara Persia dan Romawi di lain pihak.

Pada saat itu Abu Bakar sudah terpikir, bahwa yang akan timbul perselisihan di kalangan kaum Muslimin, kalau mereka ditinggalkan demikian saja, tiada dengan khalifah yang akan menggantikannya. Sekiranya suatu kegoncangan terjadi pula di ibu kota, tak dapat tidak akan menimbulkan kekalahan bagi balatentara yang sedang bertempur itu. Bahkan tidak mustahil pula bahwa kegoncangan di pusat pemertintahan akan mengakibatkan perpecahan dalam laskar Islam sendiri. Ada panglima yang akan mendukung seorang calon khalifah, sedang panglima yang lain mendukung calon yang lain. dengan demikian balatentara Islam sedang berperang dengan bangsa Persia dan Romawi akan pecah dua yang masing-masing akan memerangi saudaranya sendiri. Kalau yang demikian terjadi, balatentara Islam itu akan dapat dikalahkan dan dihancurkan oleh bangsa Persia dan Romawi.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang di sebutkan, inginlah Abu Bakar hendak menunjuk penggantinya, sesudah memusyawarahkan hal itu dengan kaum muslimin. Dalam musyawarah itu dinyatakan bahwa dia akan menunjuk penggantinya siapa yang mereka sukai.

Abu Bakar mengemukakan Umar ibnul Khatthab sebagai calon. Dan beliau pulalah calon yang dikemukakan oleh kaum Muslimin. Tak ada orang yang akan menempati kedudukan ini, selain Umar.[2]

Abu Bakar jatuh sakit dalam musim panas tahun 634 M, dan selama 15 hari dia berbaring ditemapat tidur. Khalifah ingin sekali menyelsaikan masalah peggantian dan mencalonkan seorang pengganti, kalau-kalau hal itu akan melibatkan rakyatnya ke dalam suatu perang saudara. Meskipun dari pengalamannya Abu Bakar benar-benar yakin bahwa tidak ada seorang pun kecuali Umar bin khatthab yang dapat mengambil tanggungjawab kekhalifahan yang berat itu, karena masih ingin mengambil pendapat umum, dia bermusyawarah dengan para sahabat yang terpandang. Thabari menulis bahwa Abu Bakar naik ke atas balkon umahnya dan berbicara kepada orang banyak yang berkerumunan di bawah : ”apakah kalian akan menerima orang yang saya calonkan sebagai pengganti saya?” kata khalifah. “saya bersumpah bahwa saya melakukan yang terbaik dalam menentukan hal ini, dan saya telah memilih Umar bin Khathab sebagi pengganti saya. Dengarkanlah saya, dan ikutilah keinginan-keinginan saya.” Mereka semua berkata serempak “kami telah mendengar Anda dan kami akan menaati Anda.”

Kemudian dia memanggil Usman dan mendiktikan teks perintah yang menunjuk Umar sebagai penggantinya.[3]

Cerita lain dikemukakan sebagai berikut :

Sewaktu masih terbaring sakit, menjelang beliau wafat, Khalifah Abu Bakar secara diam-diam melakukan tinjau pendapat terhadapat tokoh-tokoh terkemuka dali kalangan Al Shahabi mengenai pribadi yang layak untuk menggantikannya kelak. Pilihannya jatuh kepada Umar ibn Khatthab akan tetapi ia ingin mendengarkan pendapat tokoh-tokoh lainnya.

Terlebih dahulu diundangnya Abrdurraman ibn ‘Auf dan berlangsung tinjau pendapat sebagai berikut :

“Bagaimana pendapat anda tetang Umar?”

“Dia itu, demi Allah, terlebih utama dari siapapun yang berada di dalam pemikiran anda. Cuma sikapnya keras.”

“Hal itu disebabkan dia menampakku terlalu lembut. Jikalau pimpinan diserahkan kepadanya niscaya sikapnya itu akan berubah. Coba perhatikan, hai Abu Muhammad, jikalau aku marah kepada seseorang maka dia membela orang itu. Sebaliknya jikalau aku bersikap lunak terhadap seseorang maka dia sengaja bersikap keras terhdap orang itu. Nah, saya minta rundingan kita ini antara kita berdua saja buat sementara.”

“Baiklah.”

Pada hari berikutnya diundangnya Utsman ibn Affan dan berlangsung tinjau pendapat sebagai berikut :

“ Bagaimana pendapat anda, hai Aba Abdillah, tentang Umar?”

“Anda lebih arif dalam hal itu”

“Benar, hai Aba Abdirrahman, tapi saya meminta pendapat anda.”

“Pengetahuanku tetang Umar ialah hatinya baik sekalipun sikapnya tampak keras. Tiada seorangpun serupa dia dalam lingkungan kita.”

“ Baiklah, saya minta rundingan kita ini antara kita berdua saja buat sementara.”

Berikutnya iapun mengundang Thulhah ibn Ubaidillah dan berlangsung tinjau pendapat dan tokoh ini menyatakan pendapatnya sebagai berikut :

“Anda menunjuknya pengganti anda. Anda menyaksikan apa yang diperbuatnya terhadap orang banyak, sedangkan anda masih hidup. Apalagi jikalau sudah terpegang pimpinan seorang diri, dan anda berngakat ke dalam haribaan Tuhan. Sebaliknya anda tanyakan pendapat orang banyak.”

Khalifah Abu Bakar saat itu tengah terbaring. Ia meminta didudukkan dan dibantu mendudukkannya oleh Thulhah, dan iapun berkata :

“Apakah anda mengkhawatirkan tanggungjawabku terhadap Allah? Jikalau ajalku sampai dan Allah bertanyakan tanggungjawabku maka aku akan berkata :”aku telah menunjuk penggantiku, bagi kepentingan hamba-Mu, seseorang yang terbaik dari hamba-Mu itu.”

Pada hari berikutnya, sesuai dengan anjuran Thulhah ibn Ubaidillah, iapun mengundang orangg banyak. Ia didudukkan oleh isterinya Asmak binti ‘Umais dan berada dalam pelukannya. Pembicaraan khalifah Abu Bakar singkat di antara lainnya berbunyi :

“Sudilah mengemukakan pendapat kamu semuanya mengenai orang yang akan aku tunjuk untuk penggantiku. Demi Allah, penunjukkan itu bukan tanpa memikirkannya sungguh-sungguh dan bukan pula aku menunjuk lingkungan keluargaku. Aku menunjuk penggantiku itu Umar ibn Khatthab. Sudilah menerimanya dan mematuhinya.”

Jawaban serentak ketika itu berbunyi ; “Sami’na wa Atha’na.” Yang bermakna :kami dengar dan kami patuhi.”

Abu Abdillah Muhammad Al-Waqidi (130-207H/747-822M), ahli sejarah terkenal itu, di dalam karyanya Al-Maghazi mencatat bahwa Khalifah Abu Bakar, setelah dibawa masuk kembali dan dibaringkan, mengundang Utsman ibn ‘Affan dan memintanya menuliskan Amanatnya berbunyi :”Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Inilah perjanjian yang diikat Abu Bakar ibn Abi Kahafah terhadap kaum Muslimin. Adapun kemudian ......”

Ia mendiktekannya berupa kata demi kata, akan tetapi sampai di situ, iapun tak sadrkan dirinya. Utsman melanjutkan bunyi amanat itu berbunyi :”adapun kemudian, aku menunjuk Umar ibn Khatthab untuk penggantiku, dan hal itu untuk kebaikan semuanya.”

Belakangan iapun sadar kembali, meminta dibacakan kalimat yang sudah di diktekannya, dan ternyata Utsman ibn ‘Affan membaca keseluruhannya. Khalifah Abu Bakar mendadak Takbir sehabis mendengarkan isi keseluruhan amanat itu dan berkata kepada Utsaman : “tampakku anda khawatir bahwa orang banyak akan berbeda pendapat kembali andaikan ajalku tiba pada saat tak sadar tadi.”

“Benar”

“Semoga Allah akan memberikan imbalannya terhadap anda atas niat baik anda terhadap agama Islam dan pemelukknya.”

Ia pun mengundang Umar ibn Khatthab, dan menyampaikan amanatnya, yang amat tercatat dalam sejarah, berbunyi :

“Hai Umar ibn Khatthab : Allah memikulkan tanggungjawab pada malam hari dan jangan tangguhkan kepada siang hari, Allah memikulkan tanggungjawab pada siang hari dan jangan tangguhkan kepada malam hari.”

“Allah akan menerima amal sunat sebelum amal fardhu dilaksanakan. Bukankah anda tahu, hai Umar, bahwa daun neraca seseorang itu akan berat pada Hari Kemudian disebabkan melaksanakan Kebenaran. Bukankah anda tahu, hai Umar, bahwa daun neraca seseorang itu akan ringan pada Hari Kemudian disebabkan membela Kepalsuan.”

“Bukankah anda saksikan, hai Umar, Bahwa ayat-ayat Sukaria itu senantiasa didampingi ayat-ayat Ancaman, dan ayat-ayat Ancaman itu senantiasa didampingi ayat-ayat Sukaria. Tujuannya suapaya manusia itu gembira disertai gentar. Bergembira dengan penuh harap akan tetapi bukan terhdap hal-hal yang tidak diridhoi oleh Allah, hingga akan tidak gentar menghadap Allah kelak.”

“Bukankah anda saksikan, hai Umar, bahwa Allah bercerita tentang penderitaan penduduk Neraka. Jika anda mengingatnya maka ucapkanlah di dalam diri : janganlah aku termasuk pihak itu.”

“Bukankah anda saksikan, hai Umar, bahwa Allah bercerita tentang kebahagiaan penduduk Sorga. Jikalau anda mengingatnya maka ucapkanlah di dalam diri : aku akan beramal seperti amal mereka itu.”

“Itulah amanatku kepada anda. Jikalau anda memperpegangi amanatku itu maka mudah-mudahan anda akan tidak lebih mencintai yang tak tampak daripada yang tampak.”[4]

Setelah Abu Bakar bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian, mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan Umat Islam. Kebijakan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar.[5]


[1] http://www.scribd.com/doc/66400945/umar-1
[2] Prof. Dr.A.Syalabi, pnerjemah Prof.DR.H.Mukhtar Yahya, 2007, sejarah & kebudayaan Islam, Jakarta : PT. Pustaka Al-Husna Baru, cet ke-7.hlm.204
[3] Syed Mahmudunnasir, 2005, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset, 145
[4] Joesoef sou’yb, 1979, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Jakarta: Bulan Bintang, cet ke-1, hlm 136-139
[5] Dr. Badri Yatim, M.A, 2011. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, cet ke-23, hlm 37

Tuesday, June 12, 2012

Guru Sebagai Orang Tua, teman dan Konsuler

BAB I
PENDAHULUAN

Dewasa ini sering  sekali kita menghadapi bermacam-macam perilaku anak didik. Bermacam-macam tingkah laku itu, ada yang baik dan ada juga yang tidak baik. Semua tergantung seberapa besar pengawasn dari pendidik itu sendiri. Memang kita tidak dapat menyalahkan sepenuhnya kepada pendidik jika anak didiknya berperilaku kurang baik. Banyak hal yang mempengaruhinya seperti pergaulan, media, dan lain-lain.
Untuk itu diharapkan ada suatu usaha untuk menghilangkan masalah itu, minimal bisa menguranginya. Agar usaha ini berhasil ada beberpa cara yang bisa dilakukan. Namun pada makalah ini saya akan mencoba menerangkan mengenai bagaimana peran guru yang seharusnya dalam mendidik anak didiknya.
Bagaimana guru itu bisa menjadi figur pembawa perubahan terhadap perkembangan anak didiknya. Sehingga anak didiknya itu bisa menghindarkan diri dari hal-hal negatif itu. Bahkan guru bisa menjadikan peserta didiknya lebih giat dalam belajar dan berprestasi.

BAB II
PEMBAHASAN

Di dalam masyarakat, dari yang paling belakang sampai yang paling maju sekalipun, guru memegang peran penting dalam membangun masyarakat. Hampir tanpa kecuali, guru merupakan satu di antara  pembentuk-pembentuk utama calon warga negara. Ada masyarakat yang mengakui peranan guru itu dengan cara yang lebih konkret daripada masyarakat lain. Namun demikian, ada juga masyarakat yang menyangsikan besarnya tanggung jawab seorang guru, banyak orang tua kadang-kadang cemas akan kemampuan guru anak-anak mereka sewaktu menyaksikan anak-anak mereka berangkat sekolah.
Begitu besarnya peran guru yang dalam membina murid-muridnya sehingga meraka menjadi orang yang bisa berguna bagi agama, masyarakat, dan negaranya. Namun apa yang dilakukan guru itu tidak akan dapat berjalan maksimal, selama dia belum bisa memahami anak didiknya itu secara lebih maksimalis. Untuk bisa mengerti keadaan muridnya itu, guru harus bisa menjadi orang terdekatnya, harus bisa menjadi pendampingnya, bisa meluangkan waktu saat mereka membutuhkan.
Seorang guru harus bisa mengenal murid-muridnya itu. Dalam pasal ini akan diberikan beberapa petunjuk untuk membantu beberapa calon guru bekerja dengan murid-murid secara individual dalam kelas. Para guru dapat melakukan banyak hal untuk membimbing perkembangan dan pertumbuhan setiap murid, apabila murid-murid telah dikenal dengan sebaik-baiknya. Karena itu, perlu diperlihatkan bahwa saudara mengenal diri mereka dengan mempelajari minat, kebutuhan, masalah pribadi mereka secara individual. Dan usahakanlah agar mereka mengetahui, bahwa antara saudara dan murid-murid itu telah terjalin hubungan akrab.

A.    Guru sebagai Orang Tua
Di sekolah, guru adalah orang tua kedua dari anak didik. Sebagai orang tua, guru harus menganggapnya sebagai anak didik, bukan menganggapnya sebagai “peserta didik”. Istilah peserta didik lebih pantas kepada mereka yang mengikuti kegiatan-kegiatan latihan dan pendidikan yang waktunya relatif singkat, yakni sebulan atau tiga bulan atau bahkan seminggu. Misalnya seperti kursus –kursus kilat, kursus menjahit, kursus montir, kursus mengetik, latihan kepemimpinan, kursus tata rias pengantin, penataran P-4, dan lain-lain.

Penyebutan istilah anak didik lebih pas digunakan sebagai mitra guru di sekolah. Guru adalah orang tua. Anak didik adalah anak. Orang tua dan anak dua sosok insani yang diikat oleh tali jiwa. Belaian kasih sayang adalah naluri jiwa orang tua yang sangat diharapkan oleh anak, sama halnya belaian kasih dan sayang seorang guru kepada anak didiknya. Ketika guru hadir bersama-sama anak didik di sekolah, di dalam dirinyaseharusnya sudah tertanam niat untuk mendidik anak didik agar menjadi anak yang berilmu pengetahuan, mempunyai sikap dan watak yang baik, yang cakap dan terampil, bersusila dan berakhlak mulia.

Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa kebaikan seorang guru tercermin dari kepribadiannya dalam bersikap dan berbuat tidak saja ketika di sekolah. Guru memang harus menyadari bahwa dirinya adalah figur yang diteladani oleh semua pihak, terutama oleh anak didiknya. Kebaikan rohani anak didik tergantung dari pembinaan dan bimbingan guru. Di sini tugas dan tanggung jawab guru adalah meluruskan tingkah laku dan perbuatan anak didik yang kurang baik yang dibawa dari lingungan keluarga dan masyarakat. Pendidikan rohani untuk membentuk kepribadian anak didik lebih dipentingkan. Anak didik yang berilmu dan berketerampilan belum tentu berakhlak mulia. Cukup banyak orang yang berilmu dan  berketerampilan, tetapi karena tidak memiliki akhlak yang mulia mereka terkadang menggunakannya untuk hal-hal yang negatif.

Peran seorang guru dalam proses pendidikan anak didik sangat penting, kalau orang tua anak itu bertanggung jawab terhadap keadaan anak ketika di rumah, maka yang bertanggung jawab terhadap keadaan anak tersebut di sekolah adalah guru. Guru mempunyai andil terhadap perkembangan perilaku dan pendidikan anak. Jadi untuk mengahasilkan anak didik yang perilaku yang baik dan terdidik itu diperlukan adanya peran guru yang intensif. Guru harus menjadikan dirinya dekat dengan anak didiknya. Jika orang tuanya di rumah memberikan kasih sayang, maka guru juga harus memberikan kasih sayang kepada anak ketika ia di sekolah.

Moh. Uzer Usman mengatakan bahwa tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus bisa menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola siswanya. Pelajaran apapun yang diberikan hendaknya menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama seorang guru adalah ia tidak dapat menanamkan benih pengajaran itu kepada para siswanya. Para siswa akan enggan menghadapi guru yang kurang menarik.

Keberadaan guru cenderung dianggap sebagai sesuatu yang lebih, sikap guru terkadang menjadi acuan anak didiknya.

B.    Guru sebagai Teman
Guru yang ideal adalah sosok yang mengabdikan diri berdasarkan penggilan jiwa, panggilan hati nurani, yang selalu ingin bersama anak didiknya di dalam dan di luar sekolah seperti seorang sahabat atau teman. Bila melihat anak didiknya menunjukkan sikap seperti sedih, murung, suka berkelahi, malas belajar, jarang turun ke sekolah, sakit, dan sebagainya. Guru sebagai teman atau sahabat dari anak didiknya tadi tentu akan merasa prihatin dan tidak jarang pada waktu tertentu guru harus menghabiskan waktu untuk memikirkan perkembangan pribadi anak didiknya.

Seorang guru dalam melaksanakan tugasnya selalu saja melakukan pendekatan individu, seperti layaknya seorang teman terhadap temannya sendiri agar kesulitan belajar anak didik lebih mudah dipecahkan dengan menggunakan pendekatan individu atau guru sebagai teman anak didiknya.

Guru sebagai teman sejawat, sebagai pasangan untuk berbagai pengalaman dan beradu argumentasi dalam diskusi secara informal. Guru tidak merasa direndahkan jika murid tidak sependapat, atau memang pendapat murid yang benar, dan menerima saran murid yang masuk akal. Hubungan guru dan murid mengutamakan nilai-nilai demokratis dalam proses pembelajaran.


C.    Guru sebagai Konsuler
Pendidikan pada umumnya selalu berintikan bimbingan. Sebab pendidikan bertujuan agar anak didik menjadi kreatif, produktif, dan mandiri. Artinya pendidikan berupaya untuk mengembangan pribadi anak. Segala aspek diri anak didik harus dikembangkan seperti intelektual, moral, sosial, kognitf, dan emosional. Bimbingan dan konseling adalah upaya untuk membantu perkembangkan aspek-aspek tersebut menjadi optimal, harmonis, dan wajar.

Manusia adalah makhluk sosial. Ia senantiasa membutuhkan bantuan orang lain. Dalam masalah pendidikan, bantuan ini disebut bimbingan atau guidance.

Menurut Jear Book of Education,1995, bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahnya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial. Menurut Stopps, bimbingan adalah suatu proses yang terus menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya, baik bagi dirinya maupun masyarakat.  Menurut Wingkel yang dikutip dari Program Akta Belajar VB( 1983, 14), bimbingan berarti pemberian bantuan kepada orang atau sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan hidup. Bantuan ini bersifat psikis (kejiwaan), bukan pertolongan finansial, medis, dan sebagainya.


Relasi pendidikan antara pendidik dengan anak didik merupakan hubungan yang membantu karena selalu diupayakan agar ada mootivasi pendidik untuk mengembangkan potensi anak didik dan membantu anak didik dalam menyelesaikan masalah.

Bimbingan belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan yang terpenting diselenggarakan di sekolah. Pengalaman menunjukan bahwa kegagalan yang dialami siswa dalam belajar tidak terlalu disebabkan oleh kebodohan atau rendahnya intelegensi. Sering kegagalan itu terjadi disebabkan mereka tidak mendapat layanan bimbingan yang memadai.

Siswa yang mengalami masalah belajar perlu mendapat bantuan agar masalahnya tidak berlarut-larut yang nantinya dapat mempengaruhi proses perkembangan siswa. Beberapa upaya yang dilakukan adalah dengan  (a) pengajaran perbaikan, (b) kegiatan pengayaan, (c) peningkatan motivasi belajar, (d) pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif.
a.    Pengajaran perbaikan
Pengajaran perbaikan merupakan bentuk bantuan yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok siswa yang mengahadapi masalah belajar dengan maksud untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam proses belajar dan hasil belajar mereka.
b.    Kegiatan pengayaan
Kegiatan pengayaan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada seseorang atau beberapa siswa yang sangat cepat belajar. Mereka memerlukan tugas tambahan yang terencana untuk menambah memperluas pengetahuan dan keterampilan yang telah dimilikinya dalam kegiatan belajar sebelumnya.

c.    Peningkatan motivasi belajar
Guru, konselor dan staf sekolah lainnya berkewajiban membantu siswa meningkatkan motivasi dalam belajar, prosedur-prosedur yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a)    Memperjelas tujuan belajar.
b)    Menyesuaikan pengajaran dengan bakat, kemampuan, dan minat siswa.
c)    Menciptakan suasana pelajaran yang menyenangkan.
d)    Melengkapi sumber dan perlengkapan belajar
d.     Pengembangan sikap dan cara belajar yang baik
Sikap dan kebiasaan cara belajar yang  baik tidak tumbuh secara kebetulan, melainkan sering sekali perlu ditumbuhkan melalui bantuan yang terencana, terutama oleh guru-guru konselor, dan orang tua siswa. Untuk itu siswa hendaklah dibantu dalam hal:
1)    Memelihara kondisi kesehatan yang baik
2)    Mengatur waktu belajar baik di sekolah maupun di rumah.
3)    Memilih tempat belajar yang baik
Dr. Sofyan S. Willis mengatakan bahwa bimbingan adalah alat yang ampuh dalam pendidikan. Artinya betapun baiknya sistem pendidikan tanpa dijalankan bimbingan dan konseling yang baik, maka program yang baik itu tidak ada gunanya. Dengan perkataan lain, bimbingan dan konseling adalah bagian yang integral  dalam pendidikan.

Di dalam bimbingan dan koseling, individu itu diarahkan kepada pemahaman terhadap potensi-potensi dirinya yang berguna serta memahami kekurangan-kekurangan dirinya. Dengan pemahaman itu individu berusaha mengatasi masalahnya dengan cara sendiri. Kemampuan untuk menentukan pilihan sendiri yang  tepat bukanlah sesuatu yang diwarisi sejak lahir. Akan tetapi hasil yang harus dikembangkan dan dibina dalam diri individu melalui pendidikan. 

Di dalam sebuah sekolah, ada beberapa kemungkinan yang menjadi pembimbing, yang pertama adalah oleh orang khusus yang dididik menjadi konselor. Yang kedua pembimbing disekolah dipegang oleh guru, yaitu di samping menjadi guru juga menjadi pembimbing di sekolah.

Pada bagian ini saya akan memabahas tentang guru sebagai pembimbing. Peran guru yang merangkap sebagai pembimbing ini tentu ada kelebihan dan kekurangannya.

Kelebihan-kelebihannya:
a.    Guru mempunyai alat yang praktis untuk mengadakan pendekatan kepada anak-anak, dengan demikian dapat melihat keadaan anak-anak dengan lebih saksama.
b.    Situasi menjadi luwes, tidak kaku, dan guru dapat bertindak sebagai pembimbing.
c.    Kebutuhan akan tenaga pembimbingsegera dapat dipenuhi. Hal ini dapat ditempuh dengan job training guru-guru.
Kekurangan-kekurangan:
a.    Karena guru berhungan dengan mata pelajaran dan berhubungan dengan niai langsung, maka anak-anak akan kurang terbuka untuk menyatakan problemnya, lebih-lebih kalau mengenai staf pengajar.
b.    Tanpa disadari adanya kemungkinan guru pembimbing lebih menekankan pada kelas-kelas yang diajarnya, melebihi kelas-kelas lainnya.
c.    Menambah beban pertanggungjawaban dari  guru.


BAB III
PENUTUP
Jadi jelaslah bagaimana peran guru itu yang seharusnya. Sehingga guru itu bisa mengayomi anak didiknya dari pengaruh yang buruk.
Guru harus bisa menjadikan dirinya sebagai  “orang tua” dari anak didiknya. Sehingga dia dapat merasakan bagaimana keadaan anak didiknya, karena orang tua dengan anaknya itu mempunyai hubungan jiwa yang kuat.
Guru itu harus bisa menjadi “teman” yang bisa mengerti keadaan anak didiknya. Bisa menjadi tempat berbagi saat mereka membutuhkan teman untuk berbagi.
Guru harus bisa menjadi konselor (pembimbing). Kehidupan sekolah itu tidak selamanya berjalan dengan mulus. Pada suatu saat anak didik akan menemui suatu masalah, baik dalam hal pelajaran, pengaruh kerasnya pergaulan, dan lain-lain. Disaat masalh ini terjadi seorang guru harus bisa menjdi pembimbing mereka dan memberikan solusi terhadap masalah itu sehingga mereka bisa mengontrol diri mereka lagi.

Daftar Pustaka
Popham, W. James,dkk. 2003.Teknik Mengajar Secara Sistematis. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djaramah, Syaiful Bahri. 2005.Guru dan Anak Didik.  Jakarta: PT. Renika Cipta.
Usman,Moh. Uzer. 2006.Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Djamarah Syaiful Bahri.2005.  Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukati. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Umar, M, Sartono. 2001. Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Wiilis, Sofyan S. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek.Bandung:Alfabeta.


 

(¯`*•.¸♥ 13 Aurat Wanita ♥¸.•*´¯)

Assalamu'allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ

Wanita dalam keseluruhan jasad (bodinya) bahkan suaranya adalah aurat atau hiasan yang hanya halal dan yang berhak menikmati adalah muhrimnya atau suaminya yang sah. Batasan aurat yang boleh kelihatan (nampak) hanyalah telapak tangan dan wajah (referensi : Al-Quran + Hadist). Apabila seorang wanita keluar rumah dengan di hias-hiasi, maka sebenarnya wanita tersebut telah menarik perhatian syaiton. Oleh karena itu Islam mengajarkan wanita apabila keluar rumah agar aurat tertutup rapi serta keluar atas dasar keperluan rumah tangga semata, boleh berdandan tapi dalam batas sewajarnya.

♥ 13 Aurat Wanita ♥

1-Bulu kening – Menurut Bukhari, Rasullulah melaknati perempuan yang mencukur atau menipiskan bulu kening atau meminta supaya dicukurkan bulu kening – Petikan dari (Hadis Riwayat Abu Daud Fi Fathil Bari)

2-Kaki memakai gelang kaki berloceng – Dan janganlah mereka (perempuan) menghentakkan kaki (atau mengangkatnya) agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan – Petikan dari (Surah An-Nur Ayat 31.) Keterangan : Menampakkan kaki dan menghayunkan/ melenggokkan badan mengikut hentakan kaki terutamanya pada mereka yang mengikatnya dengan loceng sama juga seperti pelacur dizaman jahiliyah.

3-Wangi-wangian atau parfum – Siapa sahaja wanita yang memakai wangi-wangian kemudian melewati suatu kaum supaya mereka itu mencium baunya, maka wanita itu telah dianggap melakukan zina dan tiap-tiap mata ada zinanya terutamanya hidung yang berserombong kapal kata orang sekarang hidong belang – Petikan dari (Hadis Riwayat Nasaii, Ibn Khuzaimah dan Hibban)

4-Dada – Hendaklah mereka (perempuan) melabuhkan kain tudung hingga menutupi bahagian hadapan dada-dada mereka – Petikan dari (Surah An-Nur Ayat 31.)

5-Gigi – Rasullulah melaknat perempuan yang mengikir gigi atau meminta supaya dikikirkan giginya – Petikan dari Hadis Riwayat At-Thabrani, Dilaknat perempuan yang menjarangkan giginya supaya menjadi cantik, yang merubah ciptaan Allah – Petikan dari Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim.

6-Muka dan leher – Dan tinggallah kamu (perempuan) di rumah kamu dan janganlah kamu menampakkan perhiasan mu seperti orang jahilliah yang dahulu. Keterangan : Bersolek (make-up) dan menurut Maqatil sengaja membiarkan ikatan tudung yang menampakkan leher seperti orang Jahilliyah.

7-Muka dan Tangan – Asma binti Abu Bakar telah menemui Rasullulah dengan memakai pakaian yang tipis. Sabda Rasullulah: Wahai Asma! Sesungguhnya seorang gadis yang telah berhaid tidak boleh baginya menzahirkan anggota badan kecuali pergelangan tangan dan wajah saja – Petikan dari (Hadis Riwayat Muslim dan Bukhari.)

8-Tangan – Sesungguhnya kepala yang ditusuk dengan besi itu lebih baik daripada menyentuh kaum yang bukan sejenis yang tidak halal baginya – Petikan dari (Hadis Riwayat At Tabrani dan Baihaqi.)

9-Mata – Dan katakanlah kepada perempuan mukmin hendaklah mereka menundukkan sebahagian dari pemandangannya – Petikan dari( Surah An Nur Ayat 31.)

-Sabda Nabi Muhamad SAW, Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pandangan yang pertama sahaja manakala pandangan seterusnya tidak dibenarkan hukumnya haram – Petikan dari (Hadis Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi.)

10-Mulut (suara) – Janganlah perempuan-perempuan itu terlalu lunak dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada perasaan serong dalam hatinya, tetapi ucapkanlah perkataan-perkataan yang baik – Petikan dari (Surah Al Ahzab Ayat 32.)

Sabda SAW, Sesungguhnya akan ada umat ku yang minum arak yang mereka namakan dengan yang lain, iaitu kepala mereka dilalaikan oleh bunyi-bunyian (muzik) dan penyanyi perempuan, maka Allah akan tenggelamkan mereka itu dalam bumi – Petikan dari (Hadis Riwayat Ibn Majah.)

11-Kemaluan – Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan mukmin, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kehormatan mereka – Petikan dari (Surah An Nur Ayat 31).Apabila seorang perempuan itu solat lima waktu, puasa di bulan Ramadan, menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya, maka masuklah ia ke dalam Syurga daripada pintu-pintu yang ia kehendakinya – (Hadis Riwayat Riwayat Al Bazzar.)

Tiada seorang perempuanpun yang membuka pakaiannya bukan di rumah suaminya, melainkan dia telah membinasakan tabir antaranya dengan Allah – Petikan dari (Hadis Riwayat Tirmidzi, Abu Daud dan Ibn Majah.)

12-Pakaian – Barangsiapa memakai pakaian yang berlebih-lebihan terutama yang menjolok mata , maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan di hari akhirat nanti – Petikan dari (Hadis Riwayat Ahmad, Abu Daud, An Nasaii dan Ibn Majah.)

Petikan dari (Surah Al Ahzab Ayat 59. )Bermaksud : Hai nabi-nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka memakai baju jilbab (baju labuh dan longgar) yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali . Lantaran itu mereka tidak diganggu. Allah maha pengampun lagi maha penyayang.

Sesungguhnya sebilangan ahli Neraka ialah perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang yang condong pada maksiat dan menarik orang lain untuk melakukan maksiat. Mereka tidak akan masuk Syurga dan tidak akan mencium baunya - Petikan dari (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim.) Keterangan : Wanita yang berpakaian tipis/jarang, ketat/ membentuk dan berbelah/membuka bahagian-bahagian tertentu.

13-Rambut – Wahai anakku Fatimah! Adapun perempuan-perempuan yang akan digantung rambutnya hingga mendidih otaknya dalam Neraka adalah mereka itu di dunia tidak mahu menutup rambutnya daripada dilihat oleh lelaki yang bukan mahramnya – Petikan dari (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim.)

Saturday, June 9, 2012

TAUHID RUBUBIYAH

Tauhid adalah meyakini keesaan Allah Ta’ala dalam rububiyah, ikhlas beribadah kepada-Nya, serta menetapkan bagiNya nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dengan demikian, tauhid itu mencakup dalam tiga macam: tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah serta tauhid asma’ wa sifat. Setiap macam dari ketiga tauhid tersebut sebagai seorang muslim haruslah mengerti dan ini harus pula dijelaskan agar menjadi terang perbedaan antara ketiganya. Islam merupakan agama yang telah disempurnakan oleh Allah Ta’ala seperti ternukil di dalam firman-Nya, “…Pada hari ini telah Ku sempurnakan bagimu agamamu, dan telah Ku cukupkan bagi kalian nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai bagimu islam sebagai agamamu…”.(Al-Maidah:3).
Dalam ayat ini mengandung pengertian bahwa islam itu telah sempurna dan tidak lagi membutuhkan tambahan sedikitpun. Karena itu di dalam kita mempelajari segala sesuatu tentang islam ini maka kita harus merujuk kepada para sahabat Radhiyallahu ‘Anhu yang mana mereka mendapat pelajaran langsung dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Secara etimologis kata “Rabb” sebenarnya mempunyai banyak arti, antara lain menumbuhkan, mengembangkan, mendidik, memelihara, memperbaiki, menanggung, mengumpulkan, mempersiapkan, memimpin, mengepalai, menyelesaikan suatu perkara, memiliki dan lain-lain, namun untuk lebih sederhana dalam hubungannya dengan Rububiyatullah (Tauhid Rububiyah) kita mengambil beberapa arti saja yaitu mencipta, member rezeki, memelihara, mengelola, dan memiliki (kata-kata mencipta, member rezeki dan mengelola disimpulkan dari beberapa pengertian etimologis diatas),dan sebagian arti Rabb kita masukkan secara khusus ke dalam pengertian Mulkiyatullah (tauhid mulkiyah) seperti memimpin, mengepalai dan menyelasaikan suatu perkara.  Dengan pengertian di atas ayat Allah SWT: “Alhamdu lillahi rabbil’alamin” bisa kita fahami bahwa segala puja dan puji hanyalah untuk Allah Yang Mencipta, Memberi rezki, memelihara, Mengelola dan memiliki alam semesta. Begitu juga ayat :”Qull a’uzubirabbinnas”, bisa kita fahami : katakanlah (Hai Muhammad), aku berlindung dengan yang Maha Pencipta, Memberi Rezki, Memelihara, Mengelola (kehidupan) dan memiliki manusia. Pengertian bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Zat Yang mencipta, Memberi rezki, Memelihara, Mengelola dan memiliki, banyak kita dapati, di dalam kitab suci Al-Qur’an, antara lain dalam ayat-ayat berikut ini.

 ••            

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, (Al-Baqarah 2; 21)
              •            
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah Padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah 2; 22)

Tauhid rububiyah ialah suatu kepercayaan, bahwa yang menciptakan alam dunia beserta seisinya ini, hanya Allah sendiri tanpa bantuan siapa pun. Dunia ini ada, tidak berada dengan sendirinya tetapi ada yang menciptakan dan ada pula yang menjadikan yaitu Allah SWT. Allah Maha Kuat, tiada kekuatan yang menyamai af’al Allah SWT. Maka timbullah kesabaran bagi makhluk, untuk meng-agungkan Allah, makhluk harus bertuhan hanya kepada Allah, tidak kepada yang lain. Maka keyakinan inilah yang disebut Tauhid rububiyah. Jadi tauhid rububiyah ialah tauhid yang berhubungan dengan soal-soal ketuhanan.
Allah adalah pencipta alam semesta beserta seisinya, seperti firman-Nya Al-Qur’an :

             
“(yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah Dia”

                                                   
Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah". Katakanlah: "Maka Patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, Padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa". (Ar-Rad 13;16)
Dan bahwasanya Dia adalah penguasa alam dan Pengatur semesta, Dia yang mengangkat dan menurunkan, Dia yang memuliakan dan menghinakan, Mahakuasa atas segala sesuatunya. Pengatur rotasi siang dan malam, Yang menghidupkan dan Yang mematikan. Yang Allah telah jelaskan dalam firman-Nya:
                      •           •  •                    

”Katakanlah: ‘WahaiRabb Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Kau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab(batas).”(Ali Imran: 26-27).
Allah Ta’ala telah menafikan (menghilangkan) sekutu baginya dalam kekuasaan-Nya, sebagaimana Dia menafikan adanya sekutu dalam penciptaan dan pemberian rizki. Allah berfirman:
                 
”Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah…”(Luqman:11)

Allah menyatakan pula tentang keesaanNya dalam RububiyahNya atas segala Nya,
                •                    
”Sesungguhnya Rabb kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakanNya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintahNya. Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Rabb semesta alam.”(Al-A’raf:54).
Allah menciptakan semua makhluk-Nya di atas fitrah pengakuan terhadap rububiyah-Nya.
    Bentuk tauhid semacam ini tidak ada yang mengingkari selain penganut faham materialis-atheis yang mengingkari wujud Allah SWT, seperti kaum Dahriyyun pada masa lalu dan komunisme pada masa sekarang. Termasuk pengikut faham materialis adalah penganut ajaran Dualisme, yaitu orang-orang yang meyakini bahwa alam memmiliki dua tuhan, tuhan cahaya dan tuhan kegelapan.


    Adapun umumnya orang-orang yang menyekutukan Allah (musyrikin), seperti bangsa Arab, mereka mengikuti tauhid ini dan tidak mengingkarinya, sebagaimana diceritakan dalam al-qur’an :
  •              
“Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).” (al-Ankabut : 61)

                                                                 
84. Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"
85. mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka Apakah kamu tidak ingat?"
86. Katakanlah: "Siapakah yang Empunya langit yang tujuh dan yang Empunya 'Arsy yang besar?"
87. mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka Apakah kamu tidak bertakwa?"
88. Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?"
89. mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka dari jalan manakah kamu ditipu?" (Al-mu’minun 23;84-89)

    Beriman kepada Rububiyah Allah tidaklah cukup bagi seorang hamba untuk menjadikannya sebagai seorang muslim, tetapi untuk itu ia harus beriman kepada Uluhiyyah Allah. Sebab Nabi SAW tetap memerangi orang musyrik arab, padahal mereka mengakui Rububiyah Allah.

Seluruh makhluk, baik yang berbicara maupun yang tidak, yang hidup maupun yang mati, semuanya tunduk kepada perintah kauniyah Allah. Semuanya menyucikan Allah dari segala kekurangan dan kelemahan, baik secara keadaan maupun ucapan. Orang yang beakal pasti semakin merenungkan makhluk-makhluk ini, semakin yakin itu semua diciptakan dengan hak dan untuk yang hak. Bahwasannya ia diatur dan tidak ada pengaturan yang keluar dari aturan Pengaturnya. Semua meyakini Sang Pencipta dengan fitrahnya.
Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata, “Mereka tunduk menyerah, pasrah dan terpaksa dari berbagai segi, diantaranya:
1. Keyakinan bahwa mereka sangat membutuhkanNya.
2. Kepatuhan mereka kepada Qadha’, qadar dan kehendak Allah yang ditulis atas mereka.
3. Permohonan mereka kepadaNya ketika dalam keadaan daruran dan terjepit.
    Seorang mukmin tunduk kepada perintah Allah secara ridha dan ikhlas. Begitu pula ketika mendapatkan cobaan, ia sabar menerimanya. Jadi ia tunduk dan patuh dengan ridha dan ikhlas.”(Majmu’ Fatawa,I). Sedangkan orang kafir, maka ia tunduk kepada perintah Allah yang bersifat kauni (sunnatullah).
Adapun maksud dari sujudnya alam dan benda-benda adalah ketundukan mereka kepada Allah. Dan masing-masing benda bersujud menurut kesesuaiannya, yaitu suatu sujud yang sesuai denga kondisinya serta mengandung makna tunduk kepada Ar-Rabb.
Tidak satupun dari makhluk ini yang keluar dari kehendak, takdir dan qadha’Nya. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah. Dia adalah pencipta dan penguasa alam. Semua milik-Nya. Dia bebas berbuat terhadap ciptaanNya sesuai dengan kehendakNya. Semua adalah ciptaan-Nya, diatur, diciptakan, diberi fitrah, membutuhkan dan dikendalikanNya. Dialah Yang Mahasuci, Mahaesa, Mahaperkasa, Pencipta, Pembuat dan Pembentuk.

Proses Terpilihnya Umar ibn Khatthab Sebagai Khalifah

Berbeda dengan proses pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah. Abu Bakar terpilih secara demokratis melalui proses perdebatan yang cukup panjang, hingga akhirnya ia terpilih sebagai khalifah yang sah. Sementara Umar Bin Khatthab diangkat melalui penunjukan yang dilakukan khalifah Abu Bakar setelah mendapatkan persetujuan dari para sahabat besar. Hal itu dilakukan khalifah guna menghindari pertikaian politik antara umat Islam sendiri. Beliau khawatir kalau pengangkatan itu dilakukan melalui proses pemilihan seperti pada masanya, maka situasinya akan menjadi keruh karena kemungkinan terdapat banyak kepentingan yang ada diantara mereka yang membuat negara menjadi tidak stabil, sehingga pelaksanaan pembangunan dan pengembangan Islam akan terhambat.[1]
Dan beberapa hari sebelum Abu Bakar wafat, balatentara Islam sedang bertempur dalam peperangan yang paling sengit yang pernah dikenal dalam sejarah masa itu. Kita katakan paling sengit karena peperangan itu ialah antara kaum Muslimin di satu pihak, melawan tentara Persia dan Romawi di lain pihak.
Pada saat itu Abu Bakar sudah terpikir, bahwa yang akan timbul perselisihan di kalangan kaum Muslimin, kalau mereka ditinggalkan demikian saja, tiada dengan khalifah yang akan menggantikannya. Sekiranya suatu kegoncangan terjadi pula di ibu kota, tak dapat tidak akan menimbulkan kekalahan bagi balatentara yang sedang bertempur itu. Bahkan tidak mustahil pula bahwa kegoncangan di pusat pemertintahan akan mengakibatkan perpecahan dalam laskar Islam sendiri. Ada panglima yang akan mendukung seorang calon khalifah, sedang panglima yang lain mendukung calon yang lain. dengan demikian balatentara Islam sedang berperang dengan bangsa Persia dan Romawi akan pecah dua yang masing-masing akan memerangi saudaranya sendiri. Kalau yang demikian terjadi, balatentara Islam itu akan dapat dikalahkan dan dihancurkan oleh bangsa Persia dan Romawi.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang di sebutkan, inginlah Abu Bakar hendak menunjuk penggantinya, sesudah memusyawarahkan hal itu dengan kaum muslimin. Dalam musyawarah itu dinyatakan bahwa dia akan menunjuk penggantinya siapa yang mereka sukai.
Abu Bakar mengemukakan Umar ibnul Khatthab sebagai calon. Dan beliau pulalah calon yang dikemukakan oleh kaum Muslimin. Tak ada orang yang akan menempati kedudukan ini, selain Umar.[2]
Abu Bakar jatuh sakit dalam musim panas tahun 634 M, dan selama 15 hari dia berbaring ditemapat tidur. Khalifah ingin sekali menyelsaikan masalah peggantian dan mencalonkan seorang pengganti, kalau-kalau hal itu akan melibatkan rakyatnya ke dalam suatu perang saudara. Meskipun dari pengalamannya Abu Bakar benar-benar yakin bahwa tidak ada seorang pun kecuali Umar bin khatthab yang dapat mengambil tanggungjawab kekhalifahan yang berat itu, karena masih ingin mengambil pendapat umum, dia bermusyawarah dengan para sahabat yang terpandang. Thabari menulis bahwa Abu Bakar naik ke atas balkon umahnya dan berbicara kepada orang banyak yang berkerumunan di bawah : ”apakah kalian akan menerima orang yang saya calonkan sebagai pengganti saya?” kata khalifah. “saya bersumpah bahwa saya melakukan yang terbaik dalam menentukan hal ini, dan saya telah memilih Umar bin Khathab sebagi pengganti saya. Dengarkanlah saya, dan ikutilah keinginan-keinginan saya.” Mereka semua berkata serempak “kami telah mendengar Anda dan kami akan menaati Anda.”
Kemudian dia memanggil Usman dan mendiktikan teks perintah yang menunjuk Umar sebagai penggantinya.[3]
Cerita lain dikemukakan sebagai berikut :
Sewaktu masih terbaring sakit, menjelang beliau wafat, Khalifah Abu Bakar secara diam-diam melakukan tinjau pendapat terhadapat tokoh-tokoh terkemuka dali kalangan Al Shahabi mengenai pribadi yang layak untuk menggantikannya kelak. Pilihannya jatuh kepada Umar ibn Khatthab akan tetapi ia ingin mendengarkan pendapat tokoh-tokoh lainnya.
Terlebih dahulu diundangnya Abrdurraman ibn ‘Auf dan berlangsung tinjau pendapat sebagai berikut :
“Bagaimana pendapat anda tetang Umar?”
“Dia itu, demi Allah, terlebih utama dari siapapun yang berada di dalam pemikiran anda. Cuma sikapnya keras.”
“Hal itu disebabkan dia menampakku terlalu lembut. Jikalau pimpinan diserahkan kepadanya niscaya sikapnya itu akan berubah. Coba perhatikan, hai Abu Muhammad, jikalau aku marah kepada seseorang maka dia membela orang itu. Sebaliknya jikalau aku bersikap lunak terhadap seseorang maka dia sengaja bersikap keras terhdap orang itu. Nah, saya minta rundingan kita ini antara kita berdua saja buat sementara.”
“Baiklah.”
Pada hari berikutnya diundangnya Utsman ibn Affan dan berlangsung tinjau pendapat sebagai berikut :
“ Bagaimana pendapat anda, hai Aba Abdillah, tentang Umar?”
“Anda lebih arif dalam hal itu”
“Benar, hai Aba Abdirrahman, tapi saya meminta pendapat anda.”
“Pengetahuanku tetang Umar ialah hatinya baik sekalipun sikapnya tampak keras. Tiada seorangpun serupa dia dalam lingkungan kita.”
“ Baiklah, saya minta rundingan kita ini antara kita berdua saja buat sementara.”
Berikutnya iapun mengundang Thulhah ibn Ubaidillah dan berlangsung tinjau pendapat dan tokoh ini menyatakan pendapatnya sebagai berikut :
“Anda menunjuknya pengganti anda. Anda menyaksikan apa yang diperbuatnya terhadap orang banyak, sedangkan anda masih hidup. Apalagi jikalau sudah terpegang pimpinan seorang diri, dan anda berngakat ke dalam haribaan Tuhan. Sebaliknya anda tanyakan pendapat orang banyak.”
Khalifah Abu Bakar saat itu tengah terbaring. Ia meminta didudukkan dan dibantu mendudukkannya oleh Thulhah, dan iapun berkata :
“Apakah anda mengkhawatirkan tanggungjawabku terhadap Allah? Jikalau ajalku sampai dan Allah bertanyakan tanggungjawabku maka aku akan berkata :”aku telah menunjuk penggantiku, bagi kepentingan hamba-Mu, seseorang yang terbaik dari hamba-Mu itu.”
Pada hari berikutnya, sesuai dengan anjuran Thulhah ibn Ubaidillah, iapun mengundang orangg banyak. Ia didudukkan oleh isterinya Asmak binti ‘Umais dan berada dalam pelukannya. Pembicaraan khalifah Abu Bakar singkat di antara lainnya berbunyi :
“Sudilah mengemukakan pendapat kamu semuanya mengenai orang yang akan aku tunjuk untuk penggantiku. Demi Allah, penunjukkan itu bukan tanpa memikirkannya sungguh-sungguh dan bukan pula aku menunjuk lingkungan keluargaku. Aku menunjuk penggantiku itu Umar ibn Khatthab. Sudilah menerimanya dan mematuhinya.”
Jawaban serentak ketika itu berbunyi ; “Sami’na wa Atha’na.” Yang bermakna :kami dengar dan kami patuhi.
Abu Abdillah Muhammad Al-Waqidi (130-207H/747-822M), ahli sejarah terkenal itu, di dalam karyanya Al-Maghazi mencatat bahwa Khalifah Abu Bakar, setelah dibawa masuk kembali dan dibaringkan, mengundang Utsman ibn ‘Affan dan memintanya menuliskan Amanatnya berbunyi :”Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Inilah perjanjian yang diikat Abu Bakar ibn Abi Kahafah terhadap kaum Muslimin. Adapun kemudian ......”
Ia mendiktekannya berupa kata demi kata, akan tetapi sampai di situ, iapun tak sadrkan dirinya. Utsman melanjutkan bunyi amanat itu berbunyi :”adapun kemudian, aku menunjuk Umar ibn Khatthab untuk penggantiku, dan hal itu untuk kebaikan semuanya.”


Belakangan iapun sadar kembali, meminta dibacakan kalimat yang sudah di diktekannya, dan ternyata Utsman ibn ‘Affan membaca keseluruhannya. Khalifah Abu Bakar mendadak Takbir sehabis mendengarkan isi keseluruhan amanat itu dan berkata kepada Utsaman : “tampakku anda khawatir bahwa orang banyak akan berbeda pendapat kembali andaikan ajalku tiba pada saat tak sadar tadi.”
“Benar”
“Semoga Allah akan memberikan imbalannya terhadap anda atas niat baik anda terhadap agama Islam dan pemelukknya.”
Ia pun mengundang Umar ibn Khatthab, dan menyampaikan amanatnya, yang amat tercatat dalam sejarah, berbunyi :
“Hai Umar ibn Khatthab : Allah memikulkan tanggungjawab pada malam hari dan jangan tangguhkan kepada siang hari, Allah memikulkan tanggungjawab pada siang hari dan jangan tangguhkan kepada malam hari.”
“Allah akan menerima amal sunat sebelum amal fardhu dilaksanakan. Bukankah anda tahu, hai Umar, bahwa daun neraca seseorang itu akan berat pada Hari Kemudian disebabkan melaksanakan Kebenaran. Bukankah anda tahu, hai Umar, bahwa daun neraca seseorang itu akan ringan pada Hari Kemudian disebabkan membela Kepalsuan.”
“Bukankah anda saksikan, hai Umar, Bahwa ayat-ayat Sukaria itu senantiasa didampingi ayat-ayat Ancaman, dan ayat-ayat Ancaman itu senantiasa didampingi ayat-ayat Sukaria. Tujuannya suapaya manusia itu gembira disertai gentar. Bergembira dengan penuh harap akan tetapi bukan terhdap hal-hal yang tidak diridhoi oleh Allah, hingga akan tidak gentar menghadap Allah kelak.”
“Bukankah anda saksikan, hai Umar, bahwa Allah bercerita tentang penderitaan penduduk Neraka. Jika anda mengingatnya maka ucapkanlah di dalam diri : janganlah aku termasuk pihak itu.”
“Bukankah anda saksikan, hai Umar, bahwa Allah bercerita tentang kebahagiaan penduduk Sorga. Jikalau anda mengingatnya maka ucapkanlah di dalam diri : aku akan beramal seperti amal mereka itu.”
“Itulah amanatku kepada anda. Jikalau anda memperpegangi amanatku itu maka mudah-mudahan anda akan tidak lebih mencintai yang tak tampak daripada yang tampak.”[4]
Setelah Abu Bakar bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian, mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan Umat Islam. Kebijakan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar.[5]


[2] Prof. Dr.A.Syalabi, pnerjemah Prof.DR.H.Mukhtar Yahya, 2007, sejarah & kebudayaan Islam, Jakarta : PT. Pustaka Al-Husna Baru, cet ke-7.hlm.204
[3] Syed Mahmudunnasir, 2005, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset, 145
[4] Joesoef sou’yb, 1979, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Jakarta: Bulan Bintang, cet ke-1, hlm 136-139
[5] Dr. Badri Yatim, M.A, 2011. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, cet ke-23, hlm 37