Motto

Hidup adalah pembelajaran tak kenal henti....

Wednesday, April 12, 2017

IDENTIFIKASI MASALAH-MASALAH DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA.


1.    Kemampuan Pemecahan Masalah.
Pemecahan masalah adalah suatu proses kognitif yang membuka peluang pemecah masalah untuk bergerak dari suatu keadaan yang tidak diketahui bagaimana pemecahannya ke suatu keadaan tetapi tidak mengetahui bagaimana cara memecahkannya.
2.    Kemampuan Penalaran.
Kemampuan penalaran adalah sebagian hasil dari cara kita berfikir, penalaran biasanya berhubungan dengan logika.
3.    Kemampuan Komunikasi Matematis.
Kemampuan komunikasi matematis dalam pemecahan masalah adalah kemampuan menganalisis, menilai pemikiran dan strategi matematis orang lain dan menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide matematika dengan tepat.
4.    Kemampuan Koneksi Matematis
Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan menghubungkan suatu materi yang satu dengan materi yang lain atau dengan kehidupan sehari-hari.
5.    Kemampuan Representasi Matematis.
Kemampuan representasi matematis merupakan penggambaran, penerjemahan, pengungkapan, penunjukkan kembali, pelambangan, atau permodelan, gagasan konsep dalam matematika, dan hubungan diantara yang termasuk dalam suatu konfigurasi, konstruksi, atau situasi tertentu yang ditampilkan siswa dalam berbagai bentuk sebagai upaya memperoleh kejelasan makna, menunjukkkan pemahamannya atau mencari solusi dari masalah yang dihadapinya.
6.    Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.
Berpikir kritis adalah proses terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan dan menganalisis asumsi.
7.    Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis.
Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah tingkat kemampuan berpikir matematik yang meliputi komponen-komponen keaslian, elaborasi, kelancaran dan keluwesan.
8.    Kemampuan Literasi Matematika.
Literasi matematika adalah kemampuan individu, untuk merumuskan, mempekerjakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks.
9.    Kecerdasan Majemuk Siswa (Multiple Intelligences).
Kecerdasan majemuk adalah teori kecerdasan yang dikemukakan oleh Howard Gardner. Ia menyebutkan tujuh jenis kecerdasan yaitu kecerdasan verbal/linguistik, kecerdasan visual/spasial, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan musik, kecerdasan tubuh/kinestetik, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal, dan dalam buku terakhirnya, Gardner menambahkan dua jenis kecerdasan lain yaitu kecerdasan naturalis dan kecerdasan eksistensial.
10.    Gaya Kognitif Field Dependent-Independent.
Gaya kognitif adalah cara mempersepsi informasi yang berasal dari lingkungan sekitar. Salah satu perbedaan individu dalam gaya kognitif adalah dalam hal kebergantungan lapangan (field dependent) dan ketidakbergantungan lapangan (field independent).
11.    Gaya Belajar Siswa.
Gaya belajar merupakan kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Gaya belajar dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu visual, auditorial, dan kinestetik.
12.    Pendidikan Karakter Pada Pembelajaran Matematika.
Pendidikan karakter terintegrasi dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitas yang diperolehnya secara sadar akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran.
13.    Sikap Siswa Terhadap Matematika.
Sikap memainkan peranan yang sangat penting dalam belajar matematika. Pertama, suatu sikap dianggap sebagai tujuan dalam pembel-ajaran matematika. Kedua, sikap positif terhadap matematika menyebabkan siswa mau belajar matematika.
14.    Kemampuan Spasial.
Kemampuan spasial merupakan daya ingat/daya pikir seseorang terhadap keruangan.
15.    Kemampuan Awal Siswa.
Kemampuan awal siswa adalah kemampuan pengetahuan dan pengalaman individu yang diperoleh sepanjang perjalanan hidup mereka, yang akan ia bawa kesuatu pengalaman belajar baru.
16.    Adversity Quotients (AQ) siswa.
AQ adalah suatu potensi/kemampuan atau suatu bentuk kecerdasan yang melatarbelakangi seseorang dapat mengubah hambatan atau kesulitan menjadi sebuah peluang.
17.    Tipe Kepribadian Extrovert-Introvert Siswa.
Secara umum, tipe orang extrovert mempunyai pikiran, perasaan, dan tindakan yang terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Atau dengan kata lain orang extrovert pikirannya tertuju ke luar sedangkan tipe orang introvert, pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh faktor subjektif dan penyesuaian dengan dunia luar kurang baik.
18.    Hambatan Belajar Siswa
Siswa secara alamiah mengalami situasi yang dinamakan hambatan belajar (learning obstacle) dengan faktor penyebab: hambatan ontogeni (kesiapan mental belajar), didaktik (akibat pengajaran guru) dan epistimologi (pengetahuan siswa yang memiliki konteks aplikasi yang terbatas).
19.    Proses mengamati siswa.
Mengamati adalah tahap awal dari serangkaian tahapan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Kegiatan mengamati siswa ini meliputi kemampuan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca yang diformulasikan pada skenario proses pembelajaran.
20.  Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika.
     Kesalahan dalam menyelesaikan soal matematika diantaranya meliputi kurangnya memahami dan      menguasai konsep matematika, kurangnya ketelitian dalam menghitung, dan salah menghitung 
     suatu bentuk operasi matematika (perkalian, pembagian, pengurangan, dan penambahan).

Sisi Lain Masalah-masalah dalam Pendidikan Matematika
    1.      Siswa memiliki kelemahan dalam kecerdasan emosional karena terfokus pada pengembangan kognitif saja.
Siswa memiliki perilaku yang menyimpang karena pendidikan yang berjalan cenderung sekedar transfer ilmu (transfer of knowledge) tidak diikuti dengan transfer nilai (transfer of value) yang memadai. Sementara itu pengembangan kecerdasan emosional dan spiritual saat ini lebih banyak dibebankan pada mata pelajaran agama dan pendidikan kewarganegaraan, perhatian terhadap kecerdasan emosional dan spiritual dalam penyusunan KTSP tersebut tentu tidak hanya berlaku untuk beberapa mata pelajaran saja, akan tetapi berlaku untuk semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran matematika.

Sumber: M. Syawahid & Heri Retnawati, (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Terintegrasi dengan Pengembangan Kecerdasan Emosional dan Spiritual. (jurnal). Diakses 25 September 2015.

     2.      Terdapat siswa yang mampu memahami materi dengan baik namun tidak mampu mengaplikasikan materi tersebut pada masalah yang lebih kompleks.
Salah satu penyebab permasalahan tersebut adalah siswa mengalami masalah yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis. Pada dasarnya proses komunikasi membantu siswa dalam membangun pemahaman dan keyakinan atas suatu ide.
Sumber: Djuwita Amin Mahmud & Hartono, (2014). Keefektifan Model Pembelajaran Isk Dan Di Ditinjau Dari Motivasi, Sikap, Dan Kemampuan Komunikasi Matematis. (jurnal) Diakses 25 September 2015.
    3.      Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika di Indonesia.
Berdasarkan hasil studi TIMSS dan PISA di bidang matematika, siswa Indonesia belum mampu menyelesaikan soal yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti kemampuan pemecahan masalah.

Sumber: Raden Heri Setiawan & Idris Harta, (2014). Pengaruh Pendekatan Open-Ended Dan Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Sikap Siswa Terhadap Matematika. (jurnal) Diakses 25 September 2015.

    4.      Guru hanya menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional, dimana guru menerangkan materi sedangkan siswa hanya mendengarkan dan mencatat sehingga siswa menjadi pasif dan kurang kreatif.
Dalam mengajar guru harus menggunakan teknik yang memukau dan mudah dipahami siswa serta bisa mempertahankan perhatian dan konsentrasi siswa terhadap guru.

Sumber: Hafidh Jauhari, Tri Atmojo Kusmayadi, dan Mardiyana. (2014).  Eksperimentasi Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia dan Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme Menggunakan Teknik Hypnosis In Teaching Pada Materi Geometri Siswa Kelas Vii MTs Di Kabupaten Ponorogo. (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id

    5.      Dikalangan siswa, banyak yang memandang bahwa matematika adalah mata pelajaran yang menakutkan dan membosankan.
Dalam hal ini tugas seorang guru adalah bagaimana merubah paradigma dikalangan siswa agar matematika di pembelajaran selanjutnya merupakan mata pelajaran yang asyik dan menyenangkan.

Sumber: Eka Nur Azizah, Budi Usodo, Riyadi, (2014). Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (Nht) Dengan Pendekatan Open-Ended Pada Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Adversity Quotients (Aq) Siswa SMA Negeri Di Kota Mataram.  (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id

6.      Kemampuan komunikasi matematis siswa dinilai masih rendah terutama keterampilan dan ketelitian dalam mencermati atau mengenali sebuah persoalan matematika.
Ketika diminta mengemukakan alasan logis tentang pemahamannya, siswa kadang-kadang hanya tertuju pada bagian kecil dari teks dan menyatakan bahwa bagian ini (permasalahan yang memuat simbol-simbol) tidak mengerti, tetapi tidak memberikan alasan atas pernyataannya tersebut.

Sumber: Dona Dinda Pratiwi, Imam Sujadi, Pangadi, (2014). Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pemecahan Masalah Matematika Sesuai Dengan Gaya Kognitif Pada Siswa Kelas IX Smp Negeri 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013. (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id

7.      Keterlibatan siswa yang kurang intensif dalam pembelajaran matematika dapat mengakibatkan siswa cepat lupa dengan apa yang telah dipelajarinya.
Guru harus membimbing siswa secara intensif guna menjaga ingatan dan pemahaman siswa yang telah diajarkan, serta tetap kreatif menyajikan pembelajaran agar anak tidak bosan.

Sumber: Aulia Musla Mustika, Budiyono, Riyadi, (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Desain Didaktik untuk Mengurangi Hambatan Belajar Siswa pada Topik Segiempat Dalam Pembelajaran Matematika SMP. (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id

8.      Ketidakmampuan guru dalam memahami proses berpikir siswa sesuai karakteristik siswanya.
Guru hendaknya dapat memahami karakteristik dan gaya belajar siswanya agar dapat melakukan penyesuaian terhadap siswa demi mengoptimalkan belajarnya.

Sumber: Atik Fitriya Nurul Fajari, Tri Atmojo Kusmayadi, Gatut Iswahyudi. (2014) Profil Poses Berpikir Kritis Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematika Kontekstual Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Dependent-Independent dan Gender. (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id


9.      Siswa masih mengalami kesulitan dalam mempelajari dan memecahkan soal-soal geometri.
Soal-soal geometri adalah salah satu materi yang di ujikan dalam Ujian Nasional pada mata pelajaran matematika, dalam materi ini penggunaan media menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi geometri.

Sumber: Nur’aini Muhassanah, Imam Sujadi, Riyadi, (2014). Analisis Keterampilan Geometri Siswa dalam Memecahkan Masalah Geometri Berdasarkan Tingkat Berpikir Van Hiele. (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id

10.  Banyak guru dan siswa belum memanfaatkan sarana pembelajaran sekolah secara maksimal, serta proses pembelajaran matematika yang hanya dengan kegiatan membahas tugas, menambah materi baru kemudian siswa diberi tugas lagi demikian seterusnya, namun guru tidak mengetahui bagaimana proses menyelesaikan soal.
Perlunya pendidik untuk melakukan pembelajaran dengan kreatif merupakan sebuah tuntutan dalam proses pembelajaran. Pada saat siswa menyelesaikan persoalan matematika, ada baiknya guru mencermati terhadap apa yang dikerjakan dan ditulis siswa. Sehingga guru dapat mengetahui dan melihat proses penyelesaian soal yang dikerjakan siswa tersebut.

Sumber: Mardi, Mardiyana, dan Triyanto, (2014). Eksperimentasi Pembelajaran STAD dengan Media Power Point dan Model Bangun Ruang Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung Ditinjau dari Gaya Belajar. (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id

11.  Masih banyak guru yang kesulitan dalam mengimplementasikan sikap dalam pembelajaran matematika.
Kurikulum yang baru menjadikan guru harus belajar kembali tentang bagaimana melaksanakan dan mengintegrasikannya dalam proses pembelajaran.

Sumber: Sulaiman, Imam Sujadi, Riyadi, (2014). Proses Integrasi Sikap dalam Pembelajaran Matematika SMP Berdasarkan Kurikulum 2013(Studi Kasus Pada Proses Pembelajaran Kelas VII SMP Al Azhar Syifa Budi Solo Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014).  (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id

12.  Daya serap siswa pada materi peluang yang dipelajari di kelas IX semester ganjil masuk pada lima terbawah dari seluruh daya serap kemampuan uji yang diujikan.
Perlu adanya metode agar ingatan dalam mempelajari materi peluang mempunyai kesan yang mendalam, salah satu metode pembelajaran Berbasis Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan daya serap siswa terhadap materi ini.

Sumber: Yusnita Rahmawati1, Mardiyana2, Sri Subanti, (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) dengan Pendekatan Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (Savi) Pada Materi Pokok Peluang Kelas IX SMP Tahun Pelajaran 2013/2014. (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id

13.  Guru matematika lebih banyak melibatkan kecerdasan logis-matematis daripada kecerdasan lain dalam mengajarkan suatu konsep dan keterampilan matematika.
Berdasarkan teori Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) seorang siswa akan dapat mempelajari suatu materi dengan baik apabila materi itu disampaikan sesuai dengan kecerdasan yang sesuai dengan kecerdasan yang menonjol pada siswa tersebut, beberapa siswa mungkin akan membutuhkan kenyamanan dengan diagram dan demonstrasi fisik karena mereka memiliki kecerdasan visual yang kuat, siswa lain yang memiliki kecerdasan intrapersonal yang kuat mungkin akan melakukan interaksi yang lebih sehingga pembelajaran mereka akan menjadi efektif.

Sumber: Dian Panji Wicaksono, Tri Atmojo Kusmayadi, dan Budi Usodo, (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berbahasa Inggris Berdasarkan Teori Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) Pada Materi Balok Dan Kubus Untuk Kelas VIII SMP. (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id

14.  Pembelajaran matematika masih terkonsentrasi untuk mengejar nilai hasil ujian setinggi mungkin.
Ini adalah masalah umum dalam pendidikan sekarang, karena tuntutan ada pada materi ujian, banyak guru yang mengabaikan materi lainnya, adakalanya materi tersebut disampaikan secara asal-asalan, bahkan ada juga yang sama sekali tidak dibahas. Untuk itu guru perlu menyikapinya secara arif dan tetap memberikan materi secara menyeluruh agar siswa mempunyai pengetahuan yang luas.

Sumber: Danar Supriadi, Mardiyana, dan Sri Subanti, (2014). Analisis  Proses Berpikir Siswa Dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah Polya Ditinjau Dari Kecerdasan Emosional Siswa Kelas VIII SMP Al Azhar Syifa Budi Tahun Pelajaran 2013/2014. (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id

15.  Pemanfaatan teknologi dalam bidang pembelajaran belum maksimal.
Banyak siswa yang kurang memanfaatkan fasilitas teknologi seperti komputer dalam proses pembelajaran, mereka sering menggunakan komputer untuk kesenangan saja, contohnya adalah untuk melihat film yang disukai, memutar musik, facebook, game dan aktifitas entertainment lainnya.

Sumber:  Edwin Latif Hardiyanto, Budiyono, dan Budi Usodo, (2014). Pengembangan Multimedia Interaktif Untuk Pembelajaran Materi Pokok Balok Siswa SMP Kelas VIII., Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika. (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id

16.  Siswa sering kali menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan rumus atau aturan yang umum, kadang-kadang siswa tidak dapat berpikir kritis dalam menyelesaikan suatu permasalahan karena siswa sudah terpaku dengan rumus yang ada.
Dalam proses pembelajaran sebaiknya guru memberikan kebebasan kepada siswa dalam menyelesaikan program pembelajaran sesuai dengan pengalaman mereka masing-masing sehingga setiap kelas mempunyai kemampuan berpikir yang berbeda-beda dan proses yang berbeda pula. Sehingga siswa tidak harus selalu terpaku pada rumus yang ada.

Sumber: Harmei Mahar’ Aini, Mardiyana, dan Dewi Retno Sari S, (2014).  Eksperimentasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau Dari Kreativitas Siswa Kelas VIII SMP Negeri Se-Kabupaten Pacitan Tahun Pelajaran 2013/2014. (jurnal) Diakses 26 September 2015 dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id

17.  Proses pembelajaran matematika yang berlangsung di Indonesia pada umumnya adalah pembelajaran matematika lebih difokuskan pada aspek komputasi yang bersifat algoritmik.
Berdasarkan berbagai studi menunjukan bahwa siswa pada umumnya dapat melakukan berbagai perhitungan matematik, tetapi kurang menunjukan hasil yang menggembirakan terkait penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika hendaknya tidak hanya mencangkup berbagai penguasaan konsep matematika, melaikan juga terkait dengan aplikasinya dalam kehidupan nyata seperti mengoleksi, menyajikan, menganalisis dan menginterpretasikan data, serta mengkomunikasikannya sangat perlu untuk dikuasai siswa.

Sumber: Djuwita Amin Mahmud, Hartono, (2014). Keefektifan Model Pembelajaran Isk dan Di Ditinjau dari Motivasi, Sikap, dan Kemampuan Komunikasi Matematis. (jurnal) Diakses 26 September 2015

18.  Proses pembelajaran lebih diarahkan pada pemberian tuntunan bagi siswa, agar bisa menyelesaikan latihan soal yang diberikan sesuai dengan prosedur yang telah diajarkan.
Kualitas pendidikan yang guru berikan kepada siswa sangat tergantung pada apa yang guru  lakukan di dalam kelas. Dengan demikian dalam mempersiapkan siswa untuk menjadi individu yang sukses di masa depan, guru matematika perlu yakin bahwa pembelajaran mereka yang dilaksanakan efektif.

Sumber: Djuwita Amin Mahmud dan Hartono, (2014). Keefektifan Model Pembelajaran Isk dan Di Ditinjau dari Motivasi, Sikap, dan Kemampuan Komunikasi Matematis. (jurnal) Diakses 26 September 2015

1 9.  Permasalahan pencapaian prestasi belajar siswa yang masih relatif rendah khususnya pada materi teorema Pythagoras dan pentingnya meningkatkan skor mathematics self-efficacy.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah menghasilkan perangkat pembelajaran matematika dengan media berbantuan komputer pada materi teorema Pythagoras yang valid, praktis, dan efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika dan Mathematics self-efficacy siswa. Mathematics self-efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap kompetensinya masing-masing untuk menyelesaikan masalah dan tugas matematika dengan sukses.

Sumber : Erni Ayda, Djamilah Bondan Widjajanti, (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Teorema Pythagoras Dengan Media Berbantuan Komputer. (jurnal) Diakses 26 September 2015

 20.  Ketidakmampuan guru menyesuaikan wawasan dan kompetensi dengan tuntutan perkembangan lingkungan profesinya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), baik sebagai substansi materi ajar maupun piranti penyelenggaraan pembelajaran, terus berkembang. Dinamika ini menuntut guru untuk selalu meningkatkan dan menyesuaikan kompetensinya agar mampu mengembangkan dan menyajikan materi pelajaran yang aktual dengan menggunakan berbagai pendekatan, metode, dan teknologi pembelajaran terkini.

Sumber: Zuhdy Tafqihan dan Suryanto, (2014). Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Komitmen Profesional dan Dampaknya pada Kinerja Serta Kepuasan Kerja Guru Matematika SMP dan MTs. (jurnal) Diakses 26 September 2015

1 comment: