Motto

Hidup adalah pembelajaran tak kenal henti....

Friday, February 8, 2013

ILMU PENDIDIKAN


I.     PENGERTIAN PENDIDIKAN DAN ILMU PENDIDIKAN
1.    Pengertian Secara Etemologis Pedagogi/Pedagogik
Istilah pendidikan/pedagogis, berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki, dan “agogos” artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah berarti pembantu anak laki-laki  (pada jaman Yunani kuno, pekerjaan ybs mengantarkan anak majikannya ke sekolah). Kemudian secara kiasan pedagogik ialah seorang ahli, yang membimbing anak kearah tujuan hidup tertentu.
Pedagogi berarti pendidikan yang lebih menekankan kepada praktek, menyangkut kegiatan mendidik, kegiatan membimbing anak.
Pedagogik diartikan dengan ilmu pendidikan yang lebih menitikberatkan kepada pemikiran dan perenungan tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik anak.
Langeveld mengemukakan bahwa paedagogi/ pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya.
Menurut Prof. Dr. J. Hoogveld (Belanda) pedagogik /ilmu pendidikan adalah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak kearah tujuan tertentu, yaitu supaya ia kelak “mampu secara mandiri menyelesaikan tugas hidupnya”. Jadi Pedagogik adalah Ilmu Pendidikan Anak.
2.    Pengertian umum istilah Pendidikan
a.    Menurut Prof. Hoogeveld, mendidik adalah membantu anak supaya  anak itu kelak cakap menyelesaikan tugas hidupnya atas tanggung jawab sendiri.
b.    Menurut Prof. S. Brojonegoro, mendidik berarti memberi tuntutan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani.
c.    Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya. 
3.    Pengertian pendidikan dalam arti Luas
Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat. Henderson (1959 : 44)
Menurut Henderson, pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial merupakan bagian dari lingkungan masyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk pengembangan manusia yang terbaik dan inteligen, untuk meningkatkan kesejah- teraan hidupnya.
Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat. Henderson (1959 : 44)
Tujuan Mendidik, Mengajar, melatih
Tujuan mendidik ialah untuk mencapai kedewasaan. Tetapi apa arti kedewasaan itu, dan lebih umum lagi, apa tujuan pendidikan itu dalam arti yang sebenarnya, memerlukan pembahasan yang khusus (dibahas dalam tujuan pendidikan), karena masalahnya tidak semudah seperti kita duga.
Tujuan pengajaran yang menggarap kehidupan intelek anak ialah supaya anak kelak sebagai orang dewasa memiliki kemampuan berpikir seperti yang diharapkan dari orang dewasa secara ideal, yaitu diantaranya mampu berpikir abstrak logis, obyektif, kritis, sistimatis analitis, sintetis, integratif, dan inovatif. Apa arti hal-hal itu sebenarnya, akan dapat kita temukan dalam bab mengenai pendidikan sekolah.
Tujuan latihan ialah untuk memperoleh keterampilan tentang sesuatu. Keterampilan adalah sesuatu perbuatan yang berlangsung secara mekanis, yang mempermudah kehidupan sehari-hari dan dapat pula membantu proses belajar, seperti kemampuan berhitung, membaca, mempergunakan bahasa, dsb. Baik keterampilan maupun kemampuan berpikir akan membantu proses pendidikan, yang menyangkut pembangunan seluruh kepribadian seseorang. (Slide Prof. Dr. Saifuddin Sabda.M.Ag.)

II.      ILMU  PENDIDIKAN SEBAGAI TEORI
1.    Pentingnya Teori Pendidikan
Pendidikan membutuhkan teori pendidikan, yang mengkaji pendidikan secara akademik, baik secara empirik (pengalaman), yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikannya, maupun dengan renungan- renungan, yang mecoba melihat makna pendidikan dalam suatu lingkup yang lebih luas.
Ilmu pendidikan harus dipelajari, karena yang akan dihadapi adalah manusia, menyangkut nasib kehidupan dan hidup manusia, akan menyangkut harkat derajat manusia serta hak asasinya. Perbuatan mendidik bukan perbuatan yang semberono, melainkan suatu perbuatan yang harus betul-betul disadarinya, dalam rangka membimbing anak kepada suatu tujuan yang akan dituju. Karena itu pendidikan membutuhkan teori pendidikan.
Teori pendidikan diperlukan untuk menghindari dari kesalahan-kesalahan perbuatan mendidik, yang dapat dikategorikan kepada kesalahan teknis, kesalahan yang bersumber dari struktur kepribadian pendidik, dan kesalahan konseptual
Kesalahan-kesalahan teknis dalam mendidik dengan akibat-akibat yang merugikan, tidak sukar dibetulkan atau dikoreksi. Kesalahan yang bersumber pada kepribadain pendidik sendiri tidak mudah dibetulkan, karena mengoreksi struktur kepribadian seseorang tidaklah mudah, dan untuk memperbaiki kepribadiannya dan prilakunya pertama-tama memerlukan kesediaan dan kerelaan yang bersangkutan serta memakan waktu yang lama. Dalam kesalahan mendidik secara konseptual, yaitu dalam menjalankan proses pendidikan, pendidik kurang menyadari, bahwa kesalahannya dapat mempunyai akibat yang mendalam pada anak didik
2.    Lingkup Kajian Ilmu Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh manusia, memliki lapangan yang sangat luas. Ruang lingkup lapangan pendidikan mencakup semua pengalaman dan pemikiran manusia tentang pendidikan.
Pendidikan sebagai suatu kegiatan manusia, dapat kita amati sebagai suatu praktek dalam kehidupannya, seperti halnya dengan kegiatan manusia yang lain, seperti kegiatan dalam ekonomi, kegiatan dalam hokum, beragama, dan sebagainya. Disamping itu pula kita dapat mengkaji pendidikan secara akademik, baik secara empirik (pengalaman), yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendi-dikannya, maupun dengan renungan-renungan, yang mecoba melihat makna pendi-dikan dalam suatu lingkup yang lebih luas. Yang pertama dapat disebut praktek pendidikan, sedangkan yang kedua disebut teori pendidikan.
Antara teori dan praktek pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, memiliki hubungan komplementer (saling melengkapi), saling mengisi satu sama lainnya. Seperti misalnya pelaksanaan pelaksanaan pendidikan dalam keluarga, pendidikan di sekolah, pendidikan di masyarakat, dapat dijadikan sumber dalam menyusun teori pendidikan, Begitu sebaliknya suatu teori pendidikan sangat bermanfaat sebagai suatu pedoman dalam melaksanakan praktek pendidikan.
3.    Manfaat Mempelajari Teori Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui arah serta tujuan mana yang akan dicapai
Untuk menghindari atau sekurang-kurangnya mengurangi kesalahan-kesalahan dalam praktek, karena dengan memahami teori pendidikan, seseorang akanm mengetahui mana yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, walaupun teori tersebut bukan suatu resep yang jitu.
Dapat dijadikan sebagai tolok ukur, sampai di mana seseorang telah berhasil melaksanakan telah melaksanakan tugas dalam pendidikan.

III.   SISTEM PENDIDIKAN
1.    Pengertian Sistem Pendidikan
Sistem (Suatu perangkat yang saling bertautan, yang tergabung menjadi suatu keseluruhan.). Pendidikan (Suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,  dan latihan.)
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD negara republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada pada nilai – nilai agama , kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan zaman.
Undang – undang dasar 1945 :
Pasal 31 ayat 1, bahwa setiap warga berhak mendapatkan pendidikan.
Pasal 31 ayat 2,  bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar  dan pemerintah wajib membiayainya.
Sistem Pendidikan Nasional : Satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh yang saling bertautan dan berhubungan dalam suatu sistem untuk mencapai tujuan pendidikan nasional secara umum.
2.    Komponen Sistem Pendidikan
Philiph H. Coombs
1.    Tujuan dan prioritas. Fungsinya adalah memberikan arah kegiatan sistem.
2.    Peserta didik (siswa). Fungsinya adalah belajar hingga mencapai tujuan pendidikan.
3.    Pengelolaan. Fungsinya adalah merencanakan, mengkoordinasikan, mengarahkan, dan menilai sistem.
4.    Struktur dan jadwal. Fungsinya adalah mengatur waktu dan mengelompokan peserta didik berdasarkan tujuan tertentu.
5.    Isi atau kurikulum. Fungsinya adalah sebagai bahan yang harus dipelajari peserta didik.
6.    Pendidik (guru). Fungsinya adalah menyediakan bahan, menciptakan kondisi belajar dan menyelenggarakan pendidikan.
7.    Alat bantu belajar. Fungsinya memungkinkan proses belajar-mengajar sehingga menarik, lengkap, bervariasi, dan mudah.
8.    Fasilitas. fungsinya sebagai tempat terselenggaranya pendidikan.
9.    Pengawasan mutu. Fungsinya membina peraturan-peraturan dan standar pendidikan (peraturan penerimaan peserta didik, pemberian nilai ujian, kriteria baku.
10.     Teknologi. Fungsinya mempermudah atau memperlancar pendidikan.
11.     Penelitian. Fungsinya mengembangkan pengetahuan, penampilan sistem dan hasil kerja sistem.
12.     Biaya (ongkos pendidikan). Merupakan satuan biaya untuk memperlancar proses pendidikan.  Fungsinya sebagai petunjuk tingkat efisiensi sistem.
3.    Sistem Pendidikan Nasional
Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional pada Pasal 13 ayat (1) disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
·      Pendidikan formal
Pendidikan formal yang disebut juga dengan Pendidikan pesekolahan, yang sudah tidak asing lagi kita degar yaitu ;
Pendidikan Dasar
§  Sekolah dasar  (SD), Madrasah ibtidaiyah ( MI )
§  Sekolah menegah pertama ( SMP ), Madrasah Tsanawiyah ( Mts )
Pendidikan Menegah
§  Sekolah menegah atas ( SMA )
§  Madrasah Aliyah ( MA )
§  Sekolah Menegah Kejuruan ( SMK )
§  Madrasah Aliyah Kejuruan ( MAK )
·      Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Contoh pendidikan nonformal yaitu :
1.    Lembaga kursus
2.    Lembaga penelitian
3.    Kelompok belajar
4.    Pusat kegiatan belajar masyarakat
Hasil pendidikan  nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian peyetaraan oleh lembaga yang ditunjukan oleh pemerintah atau pemerintahan daerah dengan mengacu pada setandar nasional pendidikan.
·      Pendidikan Informal
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar mandiri.
Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

IV.   DASAR-DASAR PENDIDIKAN
1.         Azaz Agama
Berdasarkan keyakinan kita, agama merupakan wahyu Allah SWT, yang diturunkan untuk menjadi landasan hidup manusia sampai akhir zaman. Oleh karena itu, agama harus menjadi landasan pendidikan. Melalui pendidikan sebagai proses pemberdayaan SDM yang berlandaskan agama bangsa Indonesia dapat menikmati hidup yang damai, sejahtera, adil dan makmur.[1]
2.         Azas Filosofis
Azas filosofis sebagai salah satu fondasi dalam pelaksanaan pendidikan berhubungan dengan sistem nilai. Sistem nilai merupakan pandangan seseorang tentang “sesuatu” yang berkaitan dengan arti kehidupan (pandangan hidup). Bagi bangsa Indonesia, pandangan hidupnya adalah Pancasila. Pancasila sebagai landasan filosofis pendidikan mempunyai makna:
·      Dalam merumuskan pendidikan harus dijiwai dan didasarkan pada Pancasila
·      Sistem pendidikan nasional haruslah berlandaskan Pancasila
·      Hakikat manusia haruslah diwujudkan melalui pendidikan, sehingga tercipta manusia Indonesia yang dicita-citakan Pancasila.[2]
3.         Azas Psikologis
Dasar psikologis berkaitan dengan prinsip-prinsip belajar dan perkembangan anak. Pemahaman terhadap peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan. Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka memiliki kesamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar pengajaran serta tingkat kerincian bahan belajar yang digariskan.
4.         Azas Sosiologis
Dasar sosiologis berkenaan dengan perkembangan, kebutuhan dan karakteristik masayarakat. Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi  pendidikan meliputi empat bidang:
·           Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
·           Hubungan kemanusiaan.
·           Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.
·           Sekolah dalam komunitas,yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya.[3]
5.         Azas Politis (UU)
Berkaitan erat dengan asas sosial terutama mengenai sistem pendidikan, sebelum adanya undang-undang yang mengatur tentang otonomi daerah, sistem pendidikan di Indonesia masih bersifat sentralistik, semua menunggu dari aturan dan kebijakan pusat baik dari segi anggaran maupun pengelolaan kurikulumnya. Namun setelah terbitnya undang-undang mengenai otonomi daerah, semua diserahkan sepenuhnya pada pihak lembaga pendidikan masing-masing tanpa menunggu komando dari pusat (desentralistik). Hal ini akan memberika keleluasaan secara adminstratif  kepada masing-masing lembaga pendidikan untuk mengatur roda birokrasinya sesuai dengan kondisi daerahnya. Adapun asas politik sama dengan aspek ideologi seperti yang bisa kita ketahui bersama pada negara-negara kapitalis dan negara-negara komunis. Dengan kata lain, ideologi itulah yang ingin diterapkan di dalam negara melalui pendidikan, tetapi pelaksanaannya harus memperhitungkan aspek administratif supaya bisa berjalan dengan baik.

V.      VISI, MISI PENDIDIKAN, DAN TUJUAN PENDIDIKAN
1.    Visi dan Misi Pendidikan menurut Agama
a.    Visi
"Terbentuknya Peserta Didik yang Cerdas, Rukun, dan Muttafaqqih fi al-Din dalam Rangka Mewujudkan Masyarakat yang Bermutu, Mandiri, dan Islami".[4]
b.    Misi
2.    Visi dan Misi Pendidikan menurut Negara
a.    Visi
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
b.    Misi
Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut:
1)        Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2)        Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3)        Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
4)        Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan
5)        Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.[5]
3.    Tujuan pendidikan
Tujuan Pendidikan Nasional Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa; Melalui pendidikanlah bangsa akan tegak mampu menjaga martabat. Dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[6].

VI.   ANAK DIDIK
1.    Pengertian Anak Didik
Anak didik merupakan seseorang yang sedang berkembang, memiliki potensi tertentu, dan dengan bantuan pendidik ia mengembangkan potensinya tersebut secara optimal.
Pandangan Tentang Kondisi Anak Didik
1)        Teori Imperisme (anak lahir seperti kertas kosong (tabularasa)
2)        Teori Nativisme (anak lahir telah membawa pembawaan masing-masing)
3)        Konvergensi
4)        Konsep Islam (Teori Fitrah)
Anak Didik
1)        Kelemahan dan ketidakberdayaan
2)        Anak didik adalah makhluk yang ingin berkembang
3)        Anak didik yang ingin menjadi diri sendiri
2.    Karakteristik Anak Didik
Karaktaeristik Anak Didik
1)   Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehinga merupakan makhluk yang unik.
2)   Individu yang sedang berkembang
3)   Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
4)   Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
Fase Perkembangan Anak Didik
1) Bayi (0 – 2 tahun
2) Kanak-kanak ( 3 - 7 tahun )
     Petama usia 3 – 4 tahun, merupakan masa otonomi, rasa malu dan ragu. Kedua usia 4 – 7 tahun adalah masa eksplorasi ( penyelidikan ).
3) Anak-anak ( 7 - 12 tahun )
4) Puber ( 12 – 14 tahun)
3. Potensi Anak Didik
a.    Potensi Fisik
Kondisi kesehatan fisik dan keberfungsian anggota tubuh diperoleh melalui pemeriksaan medis yang dilakukan oleh tenaga medis dan  observasi perilaku dalam mengikuti aktivitas pembelajaran oleh guru.[7]
b.    Potensi Intelektual.
Potensi intelektual terbagi lima kelompok, yaitu:
1)        Prestasi akademik.
2)        Kecerdasan umum, meliputi hal – hal :
a)        kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan tepat.
b)        memecahkan masalah;
c)        menciptkan produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah;
d)       kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan tujuan tertentu;
e)        kemampuan mengkritik diri sendiri.
3)        Kemampuan Khusus / Bakat
Kemampuan khusus atau bakat meliputi
a)        Kemampuan verbal-kebahasaan
b)        Kemampuan logis-matematis
c)        Kemampuan seni
d)       Kemampuan tilikan ruang
e)        Kemampuan badaniah-kinestetik
f)         Kemampuan musik
g)        Kemampuan antarpibadi
h)        Kemampuan kealaman
4)        Kreativitas
       Kreativitas meliputi beberapa hal
a)        memiliki dorongan ingin tahu yang besar
b)        sering mengajukan pertanyaan
c)        memiliki banyak gagasan
d)       bebas dalam menyatakan pendapat
e)        memiliki rasa keindahan
f)         menonjol dalam salah satu bidang seni
g)        memiliki pendapat sendiri dan mampu mengungkapkannya
h)        memiliki rasa humor tinggi
i)          daya imajinasi yang kuat
j)          orisinalitas
k)        dapat bekerja sendiri
l)          senang mencoba hal-hal baru
m)      mampu mengembangkan dan memerinci gagasan
5)        Kepribadian
            Kepribadian meliputi hal :
a)        kemampuan mengelola emosi,
b)        Kemampuan mengembangkan dan menjaga motivasi belajar berprestasi,
c)        Kepemimpinan,
d)       Kemampuan menyesuaikan diri,
e)        Kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi,
f)         Responsibilitas, 
g)        Orientasi nilai, moral dan religi,
h)        Kecenderungan kebutuhan,
i)          Sikap,
j)          Kebiasaan, dan sebagainya.[8]
VII.     PENDIDIK
1.    Definisi Pendidik
Secara bahasa pendidik adalah orang yang mendidik. Sedangkan secara istilah pendidik ialah orang dewasa yang mempunyai rasa tanggung jawab memberikan bimbingan atau bantuan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohani, agar mencapai tingkat kedewasaannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1991, guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Dalam Undang-undang Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005 Pasal 2, guru dikatakan sebagai tenaga profesional yang mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.[9]
2.    Hakekat Pendidik
Seorang guru hendaklah memahami hakikat pendidik sebagai landasan berpijak dalam melaksanakan pendidikan. Dengan demikian guru dapat melaksanakan peransebagai pendidik yang baik.
Adapun hakikat pendidik menurut T. Raka Joni, sebagai berikut:
·      Pendidik sebagai agen pembaharuan, artinya ide – ide pembaharuan itu dapat disebarluaskan oleh pendidik dan lebih jauh lagi pendidik adalah sumber dari ide – ide pembaharuan.
·      Pendidik adalah pimpinan dan pendukung nilai – nilai masyarat, makasudnya pendidik itu harus lebih dahulu menjadi orang yang menghayati dan mengamalkan nilai – nilai masyarakat. Lebih lauh lagi pendidik diharapkan dapat melanjutkan nilai – nilai tersebut kepada subjek didiknya, dan masyarakat pada umumnya.
·      Pendidik sebagai fasilitator memungkinkan terciptannya kondisi yang baik bagi peserta didik untuk belajar. Misalnya dalam proses belajar mengajarpeserta didiklah yang aktif belajar, peranan pendidik menyediakan sumber, bahan dan media yang diperlukan dalam kegiatan tersebut.
·      Pendidik bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik.
·      Pendidik dituntut untuk menjadi contoh dalam pengelolaan proses belajar  mengajar khususya bagi calon guru yang menjadi peserta didik.
·      Pendidik bertanggung jawab secara profesional untuk terus menerus meningkatkan kemampuan. Ini berarti bahwa pendidik adalah pribadi yang harus selalu belajar.
·      Pendidik menjunjung tinggi kode etik profesional. Bahwa guru sebagai jabatan profesioanal tentunya mempunyai kode etik yang harus dipedomi dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.[10]
3.    Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik
Tugas-tugas dari seorang pendidik adalah :
·      Membimbing peserta didik, dalam artian mencari pengenalan terhadap anak didik mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya.
·      Menciptakan situasi untuk pendidikan, yaitu ; suatu keadaan dimana tindakan-tindakan pendidik dapat berlangsung dengan baik dan hasil yang memuaskan.
·      Seorang pendidik harus memiliki pengetahuan yang diperlukan, seperti pengetahuan keagamaan, dan lain sebagainya.
Seperti yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali, bahwa tugas pendidik adalah menyempurnakan, membersihkan, menyempurnakan serta membaha hati manusia untuk Taqarrub kepada Allah SWT.
Sedangkan tanggung jawab dari seorang pendidik adalah :
·      Bertanggung moral.
·      Bertanggung jawab dalam bidang pedidikan.
·      Tanggung jawab kemasyarakatan.
·      Bertanggung jawab dalam bidang keilmuan.
4.    Syarat-syarat Pendidik
Syarat-syarat umum bagi seorang pendidik adalah :
Sehat Jasmani dan Sehat Rohani. Menurut H. Mubangit, syarat untuk menjadi seorang pendidik yaitu :
1)        Harus beragama.
2)        Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama.
3)        Tidak kalah dengan guru-guru umum lainnya dalam membentuk Negara yang demokratis.
4)        Harus memiliki perasaan panggilan murni.
Sedangkan sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pendidik adalah :
a.         Integritas peribadi, peribadi yang segala aspeknya berkembang secara harmonis.
b.        Integritas sosial, yaitu peribadi yang merupakan satuan dengan masyarakat.
c.         Integritas susila, yaitu peribadi yang telah menyatukan diri dengan norma-norma susila yang dipilihnya.
Adapun menurut Prof. Dr. Moh. Athiyah al-Abrasyi, seorang pendidik harus memiliki sifat-sifat tertentu agar ia dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik, seperti yang diungkapkan oleh beliau adalah :
1)   Memiliki sifat Zuhud, dalam artian tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari ridha Allah.
2)   Seorang guru harus jauh dari dosa besar.
3)   Ikhlas dalam pekerjaan.
4)   Bersifat pemaaf.
5)   Harus mencintai peserta didiknya.

VIII.  LINGKUNGAN PENDIDIKAN
1.    Pengertian Lingkungan Pendidikan
Lingkungan adalah merupakan tempat berlangsungnya pendidikan.
Dalam Sistem Pendidikan Nasional dikenal tiga lingkungan pendidikan, yaitu:
1)   lingkungan keluarga,
2)   lingkungan pendidikan sekolah, dan
3)   lingkungan masyarakat.
Ketiga lingkungan pendidikan  tersebut  berfungsi   sebagai wahana yang dilalui anak didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan, dan sekaligus untuk mencapainya.
2.    Macam-Macam Lingkungan Pendidikan
a.    Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik.
Karakteristik pendidikan di dalam keluarga:
·      Pendidikan di dalam keluarga lebih menekankan pada pengembangan karakter
·      Peserta didiknya bersifat heterogen
·      Isi pendidikannya tidak terprogram secara formal/tidak ada kurikulum tertulis
·      Tidak berjenjang
·      Waktu pendidika tidak terjadwal secara ketat, relative lama.
·      Cara pelaksanaan pendidikan bersifat wajar
·      Evaluasi pendidikan tidak sistematis dan incidental
·      Credentials tidak ada dan tidak penting.
Pendidikan di dalam keluarga berfungsi:
·       Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
·       Menjamin kehidupan emosional anak
·       Menanamkan dasar pendidikan moral
·       Memberikan dasar pendidikan social
·       Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
b.    Sekolah
Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peran sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat. Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan kepadanya.
Komponen utama sekolah ialah guru, siswa, dan kurikulum.
Karakteristik pendidikan di sekolah:
·      Secara faktual, pendidikan di sekolah lebih menekankan kepada pengembangan kemampuan intelektual
·      Peserta didiknya bersifat homogen
·      Isi pendidiknya terprogram secara formal/kurikulumnya tertulis
·      Berjenjang dan berkesinambungan
·      Waktu pendidikan terjadwal secara ketat, relatif lama.
·      Cara pelaksanaan pendidikan bersifat formal
·      Evaluasi pendidikan dilaksanakan secara sistematis
·      Credentials ada dan penting.
Fungsi pendidikan di sekolah:
1)   Fungsi transmisi (konservasi) kebudayaan masyarakat
2)   Fungsi sosialisasi (memilih dan mengajarkan peranan sosial)
3)   Fungsi integrasi sosial
4)   Fungsi mengembangkan kepribadian anak didik
5)   fungsi mempersiapkan anak didik untuk suatu pekerjaan
6)   Fungsi inovasi/mentransformasi masyarakat dan kebudayaannya.
c.    Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang terintegrasi, menempati daerah tertentu, dan mengikuti suatu cara hidup atau budaya tertentu. Masyarakat dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan.
Ruang lingkup lingkungan pendidikan di masyarakat melingkupi pendidikan nonformal (kursus, pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, dan sebagainya) dan pendidikan informal (contohnya: adat kebiasaan, pergaulan anak sebaya, upacara adat, pergaulan di lingkungan kerja, permainan, pagelaran kesenian, dan lain-lain).
Karakteristik pendidikan di masyarakat:
·      Secara faktual tujuan pendidikannya lebih menekankan pada pengembangan keterampilan praktis
·      Peserta didiknya bersifat heterogen
·      Isi pendidikannya ada yang terprogram secara tertulis, ada pula yang tidak terprogram secara tidak tertulis.
·      Dapat berjenjang dan berkesinambungan dan dapat pula tidak berjenjang dan tidak berkesinambungan.
·      Waktu pendidikan terjadwal secara ketat atau tidak terjadwal, lama pendidikannya relative singkat
·      Cara pelaksanaan pendidikan mungkin bersifat artifisial mungkin pula bersifat wajar.
·      Evaluasi pendidikan mungkin dilaksanakan secara sistematis dapat pula tidak sistematis
·      Credentials mungkin ada dan mungkin pula tidak ada.
Adapun fungsi masyarakat sebagai lingkungan pendidikan sebagai tempat bagi anak untuk memperoleh pengalaman dalam berbagai hal. Anak memperoleh pengalaman dengan lingkungan alam, pengalaman bergaul dengan orang lain (selain di rumah dan di sekolah), dan anak juga belajar tentang nilai dan peranan apa yang seharusnya mereka lakukan di masyarakat.
3.    Pengaruh Lingkungan Pendidikan Terhadap Proses Dan Hasil Pendidikan
Pendidikan merupakan sebuah proses, bukan hanya sekedar mengembangkan aspek intelektual semata atau hanya sebagai transfer pengetahuan dari satu orang ke orang lain saja, tapi juga sebagai proses transformasi nilai dan pembentukan karakter dalam segala aspeknya. Dengan kata lain, pendidikan juga ikut berperan dalam membangun peradaban dan membangun masa depan bangsa.
Peran pendidikan bagi suatu bangsa sangat penting. Dan itu tidak bisa di pungkiri lagi, sehingga pendidikan dan pengajaran mutlak diperlukan bukan hanya untuk membangun suatu peradaban yang lebih bagus tapi itu merupakan kewajiban bagi setiap orang. Sebagian orang menjadikan ta’lim dan ta’allum (belajar dan mengajarkan ilmu) bukan sebagai kewajiban, tapi sebagai kebutuhan, dalam arti bahwa ta’lim dan ta’allum merupakan thariqah (jalan hidup). Bukan hanya sekedar konsepsi tapi sudah menjadi tradisi.
Sebagaimana Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad SAW mengandung implikasi kependidikan yang bertujuan untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi sekalian alam). Di dalamnya terkandung suatu potensi yang mengacu kepada dua fenomena perkembangan, yaitu :
1. Potensi psikologis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi sosok pribadi yang berkualitas bijak dan menyandang derajat mulia melebihi makhluk-makhluk lainnya.
2. Potensi perkembangan kehidupan manusia sebagai ‘khalifah’ di muka bumi yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap lingkungan sekitarnya, baik yang alamiah maupun yang ijtima’iyah dimana Tuhan menjadi potensi sentral perkembangannya.


IX.   ALAT DAN MEDIA PENDIDIKAN
1.    Pengertian Alat Dan Sarana Pendidikan
Secara umum, alat pendidikan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan
Menurut Langeveld (1971), alat pendidikan adalah suatu perbuatan atau situasi yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
Menurut Crow dan Craw alat-alat pendidikan sama dengan alat-alat pengajaran, seperti : Rencana pelajaran, Tempat duduk anak, Ruangan-ruangan kelas, dsb
2.    Jenis-Jenis Alat Dan Sarana Pendidikan
Menurut Umar Tirtoharjo (1994), alat-alat pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi : Alat pendidikan preventif, dimaksudkan untuk mencegah anak sebelum ia berbuat sesuatu yang tidak baik; Alat pendidikan kuratif, dimaksudkan untuk memperbaiki, karena anak didik telah melakukan pelanggaran sesuatu atau telah berbuat sesuatu yang buruk.
Ahmad D. Marimba membagi alat pendidikan ke dalam tiga bagian :
1)   Alat-alat yang memberikan perlengkapan berupa kecakapan berbuat dan pengertian hafalan. Alat-alat ini dapat pula disebut alat-alat pembiasaan.
2)   Alat-alat untuk memberi pengertian, membentuk sikap, minat dan cara berfikir.
3)   Alat-alat yang membawa ke arah keheningan batin, kepercayaan dan pengarahan diri sepenuhnya kepada-Nya.
Disamping pembagian di atas, D. Marimba juga membagi alat pendidikan ke dalam dua bagian yaitu :
Ala-alat langsung, yaitu alat-alat bersifat menganjurkan sejalan dengan maksud usaha (alat-alat positif).
Alat-alat tidak langsung, yaitu alat-alat yang bersifat pencegahan dan pembasmian hal-hal yang bertentangan dengan maksud usaha.
Macam-Macam Alat Dan Penggunaannya
a)        Pembiasaan
Anak-anak dapat menurut dan taat kepada peraturan-peraturan dengan jalan membiasakannya dengan perbuatan-perbuatan yang baik, di dalam rumah tangga atau keluarga, di sekolah dan juga di tempat lain.
Supaya pembiasaan itu dapat lekas tercapai dan baik hasilnya, harus memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain :
a.    Mulai membiasaan itu sebelum terlambat, jadi sebelum anak itu mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan.
b.    Pembiasaan itu hendaklah terus menerus (berulang-ulang) dijalankan secara teratur sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang otomatis. Untuk itu dibutuhkan pengawasan.
c.    Pembiasaan hendaklah konsekuen, bersikap tegas dan tetap teguh terhadap pendiriannya yang telah diambilnya.
d.   Pembiasaan yang mula-mulanya mekanistis itu harus makin menjadi pembiasaan yang disertai kata hati anak itu sendiri
b)     Pengawasan
Pengawasan itu penting sekali dalam mendidik anak. Tanpa pengawasan berarti membiarkan anak berbuat sekehendaknya anak tidak akan dapat membedakan yang baik dan yang buruk, tidak mengetahui mana yang seharusnya dihindari atau tidak senonoh dan mana yang boleh dan harus dilaksanakan, mana yang membahayakan dan mana yang tidak.
Tetapi pendapat para ahli didik sekarang umumnya, sependapat bahwa pengawasan adalah alat pendidikan yang penting dan harus dilaksanakan, biarkan secara berangsur-angsur anak itu harus diberi kebebasan. Pendapat yang akhir ini mengatakan bukankah kebebasan itu yang dijadikan pangkal atau permulaan pendidikan, melainkan kebebasan itu yang hendak diperoleh pada akhirnya.
c)      Perintah
bukan hanya apa yang keluar dari mulut seseorang yang harus dikerjakan oleh orang lain. Melinkan dalam hal ini termasuk pula peraturan-peraturan umum yang harus ditaati oleh anak-anak. Tiap-tiap perintah dan peraturan dalam pendidikan mengandung norma-norma kesusilaan, jadi bersifat memberi arah ke yang lebih baik.
Syarat-syarat memberi perintah antara lain :
a.    Perintah hendaknya terang dan singkat, jangan terlalu banyak komentar, sehingga mudah dimengerti oleh anak.
b.    Perintah hendaknya disesuaikan dengan keadaan dan umur anak sehingga jangan sampai memberi perintah yang tidak mungkin dikerjakan oleh anak itu. Tiap-tiap perintah hendaknya disesuaikan dengan kesanggupan anak.
c.    Kadang-kadang perlu pula kita mengubah perintah itu menjadi suatu peritah yang lebih bersifat permintaan sehingga tidak terlalu keras kedengarannya. Hal ini berlaku lebih-lebih terhadap anak yang sudah besar.
d.   Janganlah terlalu banyak dan berlebihlebihan memberi perintah,sebab dapat mengakibatkan anak itu tidak patuh, tetapi menentang, pendidik hendaklah hemat akan perintah. Pendidik hendaklah konsekuen terhadap apa yang telah diperintahkannya, suatu perintah yang harus ditaati oleh seorang anak, berlaku pula bagi anak lain.
e.    Suatu perintah yang bersifat mengajak, sipendidik turut melakukannya, umumnya lebih ditaati oleh anak-anak dan dikerjakannya dengan gembira.
d)   Larangan
Di samping memberi perintah, sering pula kita harus melarang perbuatan anak-anak. Larangan itu biasanya kita keluarkan jika anak melakukan sesuatu yang tidak baik, yang merugikan, atau dapat membahayakan dirinya.
Seorang ayah dan ibu yang sering melarang perbuatan anaknya, dapat mengakibatkan bermacam-macam sifat atau sikap yang kurang baik pada anak itu, seperti : Keras kepala atau melawan, Pemalu dan penakut, Perasaan kurang harga diri, Kurang mempunyai perasaan tanggung jawab, Pemurung atau pesimis, Acuh tak acuh terhadap sesuatu (apatis) dan sebagainya.
Syarat-syarat yang harus diperintahkan dalam melakukan larangan diantaranya :
a.    Sama halnya dengan perintah, larangan itu harus diberikan dengan singkat, supaya dimengerti maksud larangan itu.
b.    Jangan terlalu sering melarang, akibatnya tidak baik bagi anak-anak yang masih kecil, larangan dapat dicegah dengan membolehkan perhatian anak kepada sesuatu yang lain, yang menarik minatnya.
e)      Ganjaran
Ganjaran adalah salah satu alat pendidikan yang untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat penghargaan. Pendidik bermaksud suapaya dengan ganjaran itu anak menjadi lebih giat lagi usahanya untuk mempertinggi prestasi yang telah dicapainya untuk bekerja atau berbuat lebih lagi.
Beberapa macam perbuatan atau sikap pendidik yang dapat merupakan ganjaran bagi anak didiknya.
a.    Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan suatu jawaban yang diberikan oleh seorang anak.
b.    Guru memberi kata-kata yang menggembirakan (pujian) seperti, ”Rupanya sudah baik pula tulisanmu, mun, kalau kamu terus berlatih, tentu akan lebih baik lagi”.
c.    pekerjaan dapat juga menjadi suatu ganjaran. Contoh ”Engkau akan segera saya beri soal yang lebih sukar sedikit, Ali, karena yang nomor 3 ini rupa-rupanya agak terlalu baik engkau kerjakan.
d.   ganjaran dapat juga berupa benda-benda yang menyenangkan dan berguna bagi anak-anak. Misalnya pensil, buku tulis, gula-gula atau makanan yang lain.
f)       Hukuman
Hukuman adalah alat pendidikan yang tidak lepas dari sistem kemasyarakatan serta kenegaraan yang berlaku pada waktu itu, dengan kata lain hukuman adalah penderitaan yang diberikan atai di timbulkan dengan sengaja oleh seseorang.

3.  Pengaruh Alat Dan Media Pendidikan Bagi Proses Dan Hasil Pendidikan

X.      SARANA DAN PRASARANA  PENDIDIKAN
1.  Pengertian sarana dan prasarana pendidikan
Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah. Adapun prasarana pendidikan adalah semua komponen perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan.
Jadi, sarana dan prasarana pendidikan adalah semua komponen yang sacara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan untuk mencapai tujuan dalam pendidikan itu sendiri. Menurut keputusan menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 079/ 1975, sarana pendididkan terdiri dari 3 kelompok besar yaitu:
a)    Bangunan dan perabot sekolah
b)   Alat-alat pelajaran, yang terdiri dari alat-alat peraga, laboratorium, dan pembukuan
c)    Media pendidikan yang dapat di kelompokkan menjadi audiovisual yang menggunakan alat penampil dan media yang tidak menggunaakan alat penampil.[11]
2. Jenis-jenis sarana dan prasarana pendidikan
Sarana pendidikan diklasifikasikan menjadi:
a)    Habis tidaknya dipakai
     Yaitu sarana pendidikan yang habis dipakai (kapur tulis, bahan praktikum, dsb) dan sarana pendidikan yang tahan lama (contoh: bangku, papan tulis, globe, dan lain-lain)
b)   Bergerak tidaknya saat dipakai
Terbagi menjadi (1) sarana pendidkan yang dapat digerakan, seperti bangku, meja, dan lain-lain (2) sarana pendidikan yang tidak bisa atau relatif sulit untuk digerakan, misalnya saluran PDAM.
c)    Hubungannya dengan proses belajar mengajar
Ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar mengajar, sarana pendidikan dibagi menjadi alat pelajaran, alat peraga, dan media pelajaran.
Sedangkan prasarana pendidikan di sekolah dapat diklasifikasikan menjadi:
·      Prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar. Seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktek keterampilan dan ruang laboratorium
·      Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar-mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang proses belajar-mengajar. Misalmya ruang kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang UKS, dan parkir kendaraan.[12].
3.    Peran sarana dan prasarana pendidikan bagi proses dan hasil pendidikan
Peran Sarana Pendidikan
Sebagai Alat kesenangan anak dalam belajar yaitu, alat pelajaran, adalah alat yang digunakan secara langsung dalam proses belajar mengajar, misalnya buku,  alat tulis, dan alat praktik.
Sebagai alat peraga, yaitu alat bantu pendidikan dan pengajaran, dapat berupa perbuatan-perbuatan, atau benda-benda yang mudah memberi pengertian kepada anak didik berturut-turut dari yang abstrak sampai yang konkret.
Sebagai media pengajaran, yaitu sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar, untuk lebih mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan. Ada tiga jenis media, yaitu audio, visual, dan audio visual.
Peran Prasarana Pendidikan
Adapun peran prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu :
a.    Prasarana pendidikan sebagai proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik ketrampilan, dan ruang laboratorium.
b.    Prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan sebagai proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar, misalnya, ruang kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kmar kecil, ruang usaha kesehatan sekolah, uang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan.

XI.   EVALUASI PENDIDIKAN
1.    Pengertian evaluasi pendidikan
Ralp Tyler (1950) mengungkapkan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagaimana yang belum dan apa sebabnya. Definisi yang lebih luas dikembangkan oleh dua orang ahli lain , yakni Cronbach dan Stufflebeam. Tambahan definisi tersebut adalah bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan. (Suharsimi Arikunto, 1999)
2.    Model-model evaluasi pendidikan
Stufflebeam membagi evaluasi pendidikan menjadi empat ruang lingkup yaitu:
a)        Evaluasi Masukan (input)
Adalah evaluasi yang berkaitan dengan kualitas masukan yang berupa calon peserta didik, baik menyangkut faktor kemampuan intelektualnya maupun aspek kepribadian yang bersifat nonintelektif.
b)        Evaluasi proses
Merupakan evaluasi yang sasarannya adalah proses belajar-mengajar, termasuk faktor instrumentalnya. Seperti evaluasi terhadap kemampuan guru dalam mengajar, kesesuaian metode yang digunakan oleh guru, evaluasi kurikulum, evaluasi terhadap media pendidikan, dan evaluasi kelembagaan pendidikan.
c)        Evaluasi Produk
Adalah penilaian pendidikan yang sasarannya hasil akhir suatu proses pendidikan, yakni peserta didik. Hal-hal yang perlu dilakukan penilaian secara umum dikelompokan dalam dua aspek, intelektif dan nonintelektif. Dalam prakteknya di sekolah, penilaian aspek nonintelektif tersebut masih dijumpai banyak kesulitan, baik dalam evaluasinya, maupun dalam penyusunan tes yang memenuhi syarat valoid dan reliabel. Oleh karena itu kebanyakan evaluasi hanya dibatasi pada aspek intelektif dan aspek achievment saja.
d)       Evaluasi konteks
Yakni evaluasi yang berkaitan dengan masalah-masalah kompleks yang melibatkan masalah-masalah di luar proses pendidikan tetapi ia secara langsung mempengaruhi proses maupun hasil pendidikan. Evaluasi konteks ini dibatasi pada aspek environmental  seperti pengaruh lingkungan sosial, budaya, keluarga, iklim terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan. Tetapi dapat pula meluas seperti melakukan penilaian terhadap hasil pendidikan dengan menggunakan kriteria eksternal, contonhya mengaitkan hasil pendidikan dengan tuntutan masyarakat kerja, tuntutan masyarakat politik, tuntutan masyarakat agama, dan sebagainya.
Dasar pemikiran yang digunakan untuk melakukan evaluasi konteks ini adalah bahwa sistem pendidikan apabila dilihat dalam dimensi lebih luas, ia sebenarnya hanya merupakan sub sistem dari sistem lain.  Disamping itu sistem kependidikan juga berinteraksi dengan sistem lain di luar kependidikan. Oleh karena itu dalam melakukan penilaian pendidikan tidak hanya menggunakan kriteria internal pendidikan, melainkan harus menggunakan kriteria lainnya. (M Chabib Thoha, 1996)
XII.     PERMASALAHAN PENDIDIKAN
1.    Masalah Kualitas
Masalalah kualitatif adalah masalah yang menyangkut sumber daya manusia, agar bangsa Indonesia mampu mempertahankan keberadaannya. Masalah ini termasuk pula masalah ketinggalan bangsa Indonesia dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di tinjau dari segi sistem  pendidikan, masalah ini meliputi kualitas calon peserta didik, guru dan tenaga pendidik lainnya, prasarana dan sarana pendidikan. Dalam proses pengembangan pendidikan nasional penanganan aspek kualitatif yang seimbang dan dinamis, sehingga dihasilkan  lulusan dalam jumlah yang besar dan berkualitas tinggi. Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia yaitu :
a.    Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini, interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
b.    Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya. Dimana,masyarakat merupakan icon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
2.    Masalah Relevansi
Masalah relevansi adalah masalah yang timbul karena tidak sesuainya sistem pendidikan dengan pembangunan nasional serta kebutuhan perorangan, keluarga dan masyarakat, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Pendidikan merupakan faktor penunjang bagi pembangunan ketahanan nasional, oleh karena itu, perlu keterpaduan didalam perencanann dan pelaksanaan pendidikan dengan pembangunan  nasional tersebut. Sebagai contoh, pendidikan disekolah harus dilaksanakan berdasarkan kebutuhan nyata dalam gerak pembangunan nasional, serta memperhatika ciri - ciri ketenagaan yang diperlukan sesuai dengan keadaan lingkungan di wilayah - wilayah lingkungan tertentu.
3.    Masalah Efektifitas
Masalah efektifitas adalah masalah yang menyangkut keampuhan pelaksanaan pendidikan nasional. Pelaksanaan pendidikan nasional dikatakan efektif apabila tujuan pendidikan yang telah ditetapkan  tercapai, baik secara kuantitas maupun kualitas. Masalah ini berkaitan dengan kurikulum, guru, supervise/ pengawas, dan masukan instrumental lainnya.[13]

XIII.  KEWIBAWAAN DALAM PENDIDIKAN
1.    Pengertian Kewibawaan
Konsep kewibawaan diadopsi dari bahasa Belanda yaitu ”gezaq” yang berasal dari kata “zeggen” yang  berarti “berkata”. Siapa yang perkataannya mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti mempunyai kewibawaan  atau gezaq terhadap orang itu.  Kewibawaan itu ada pada orang dewasa, terutama orang tua. Kewibawaan yang ada pada orang tua (ayah dan ibu) adalah asli. Orang tua dengan langsung mendapat tugas secara natural dari Tuhan untuk mendidik anak-anaknya, suatu hak yang tidak dapat dicabuk, karena terikat oleh kewajiban.
2.    Macam- Macam Kewibawaan
a)   Kewibawaan Pendidikan
Orang tua bertujuan memelihara keselamatan anak-anaknya, agar mereka dapat hidup terus, dan selanjutnya berkembang jasmani dan rohaninya menjadi manusia dewasa. Kewibawaan pendidkan berakhir jika anak itu sudah menjadi dewasa. Nasihat yang diterima atau yang dimintanya dari orang tua meskipun orang yang meminta atau menerima nasihat itu sudah dewasa, itu juga baik dan banyak yang dituruti.
b)   Kewibawaan Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil yang memiliki peraturan yang harus dipatuhi dan dijalankan. Tiap anggota keluarga harus patuh terhadap peraturan tersebut. Jadi orang tua sebagai kepala keluarga mempunyai kewibawaan terhadap anggota keluarganya. Kewibawaan keluarga bertujuan untuk memelihara keselamatan keluarga.
c)    Kewibawaan Guru dalam Pendidikan
Kewibawaan pendidikan yang ada pada orang tua, guru atau pendidik karena jabatan berkenaan dengan jabatan sebagai pendidik, telah diserahi sebagian orang tua untuk mendidik anak-anak. Selain itu guru atau pendidik karena jabatan menerima kewibawaannya sebagian lagi dari pemerintah yang mengangkatnya mereka. Kewibawaan yang ada pada guruterbatas oleh banyaknya anak-anak yang diserahkan kepadanya dan setiap tahun berganti murid.
d)   Kewibawaan Memerintah
Disamping memiliki kewibawaan pendidikan, guru atau pendidik karena jabatannya juga mempunyai kewibawaan memerintah. Mereka diberi kekuasaan (gezaq) oleh pemerintah atau instansi yang mengangkatnya. Kekuasaan (kewibawaan) meliputi pimpinan kelas; disitulah anak-anak telah diserahkan kepadanya. Bagi kepala sekolah kewibawaan ini lebih luas, meliputi pimpinan sekolahnya.
3.    Alat Kewibawaan
Kepercayan
Pendidik harus percaya bahwa anak didiknya mampu berdiri sendiri, pendidik harus percaya bahwa lambat laun anak didiknya mampu mencapai kedewasaan.Kepercayaan pendidik terhadap anak didik semacam itu akan memberi dorongan,keberanian,keyakinan dan keinginan pada diri anak didik untuk berusaha agar menjadi dewasa.Karena kasih sayangnya, pendidik akan melindungi, membantu dan melakukan tindakan tindakan lain demi anak didiknya.adapun karena pendidik percaya bahwa anak didiknya akan mampu mencapai kedewasaan,maka pendidik juga akan memberikan kesempatan kepada anak didiknya untuk melindungi dan membantu dirinya sendiri.pendidik akan memberikan “pengawasan” yang wajar sehingga anak didik akan tetap bebas dan berani mengambil keputusan atau menentukan sikap dan tindakanya sendiri.
Kedewasaan
Pendidik seharusnya adalah orang dewasa,artinya orang yang mampu menentukan diri atas tanggung jawab sendiri,dan turut serta secara kondtrukti dalam kehidupan masyarakat dimana ia hidup. Kedewasaan ini merupakan bentuk yang mempunyai dua arti yaitu:
individualis, artinya bahwa orang dewasa itu telah menjadi manusia (pribadi) tertentu sebagai kesatuan nilai-nilai dan norma-norma yang diidentifikasikan oleh manusia tertentu tadi Orang dewasa adalah orang yang sudah jelas siapa sesungguhnya dirinya, memiliki kelebihan, keterampilan, sikap, nilai, dan norma dibanding anak , adapun semua itu harus direlisasikan dalam setiap perbuatannya. dalam pergaulan pendidikan, terintegrasinya pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, norma pada diri pendidik sangatlah ideal. Sebab, hal ini merupakan metode mendidik dalam mempengaruhi anak didik yang akan turut menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan. M.J. Langeveld mengemukakan bahwa cara mendidik itu memang dapat dipelajari sebagai suatu cara,dan cara mendidik itu merupakan cara pribadi seorang pendidik tertentu. Pendidik merupakan teladan bagi anak didiknya. Berdasarkan prinsip tersebut maka jelaslah bagi kita,bagi pendidikan susila yang oleh pendidik yang asusila, ataupun pendidikan disiplin yang dilakukan oleh orang yang tidak disiplin, tidak akan sanggup menciptakan syarat positip bagi perkembangan anak untuk menjadi orang yang bersusila dan disiplin.
Pengetahuan
Dalam pergaulan pendidikan, pendidik adalah pemangku kewibawaan, pendidik harus mengidentifikasi anak didiknya dan berdentifikasi terhadap anak didiknya sebagai penerima kewibawaan, artinya pendidik harus mengenali siapa hakikatnya anakl didik itu dan bertindak hendaknya dengan mempertimbangkan tentang hakikatnya anak didiknya itu, karena dengan mengidentifikasi anak didiknya, pendidik dapat mengenali berbagai karakeristik (seperti :tingkat kemampuan berfikir anak didik, minat dan  bakat anak didik,dsb) akan mengetahui kepentingan anak didik dan memahami pentingnya menjaga anak didik.
Mandiri dan Bertanggung Jawab,
Apabila dibandingkan dengan anak, pendidik harus sudah memiliki kelebihan baik dalam hal pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, norma dsb. Sedangkan anak didik merupakan orang yang belum mandiri dan belum mampu bertanggung jawab,sehingga masih tergantung pada orang dewasa.
4.    Faktor-Faktor Kewibawaan
Kewibawaan tidak semata-mata ditentukan oleh hal-hal yang bersifat lahiriah (badaniah), sebab itu kewibawaan pendidik tidak akan muncul karena diturunkan secara genetika dari oreang tuanya.ataupun dapat turun maupun hilang dengan sendirinya.menurut M.J. Langeveld ( 1980:40-65)   dalam hubungannya dengan anak didik,kewibawaan pendidik akan tertentukan oleh berbagai faktor,yaitu:
§  kasih sayang terhadap anak didik
§  kepercayaan bahwa anak akan mampu dewas
§  kedewasaan
§  identifikasi terhadap anak didik
§  tanggung jawanb pendidikan


[1] http://blog.umy.ac.id/painah/2012/01/09/asas-dan-landasan-landasan-pendidikan/  diakses tanggal 9 Des 2012
[2] http://qym7882.blogspot.com/2009/03/asas-asas-pendidikan-dan-penerapannya.html diakses tanggal 18 Des 2012
[3]   http://qym7882.blogspot.com/2009/03/asas-asas-pendidikan-dan-penerapannya.html
www.google.com diakses tangaal 7 Des 2012
[4] http://www.pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=visimisipendis diakses tanggal 20 Des 2012
[5] http://tunas63.wordpress.com/2008/11/07/visi-misi-dan-tujuan-pendidikan-nasional/ diakses tanggal 2 Jan 2012
[6] http://tunas63.wordpress.com/2008/11/07/visi-misi-dan-tujuan-pendidikan-nasional/ diakses tangl 2 Des 2012
[10] Zahara Idris dan Lisma Jamal, pengantar pendidikan1 ,(PT. Gramedia widiasarana indonesia: jakarta,1992).hlm 35
[13] Zahara Idris dan Lisna Jamal, Pengantar Pendidikan 2, (PT.Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta, 1992). Hlm. 60-61

1 comment: